Rencana konsolidasi, merger atau akuisisi, antara Flexi (PT Telkom) dan Esia (PT Bakrie Telecom) sudah kita dengar semenjak pertengahan tahun 2010 lalu. Merger sebelumnya juga pernah dilakukan oleh PT Sinar Mas Telecom (Smart) dan PT Mobile-8 (Fren-Hepi), tetapi kurang begitu terdengar gaungnya.
Belakangan ini kita sudah sering mendengar berita seputar rencana konsolidasi antara Flexi dan Esia yang tak kunjung dijalankan. Berita yang kita dengar antara lain seputar penolakan Sekar karyawan Telkom, menjulangnya harga saham BTEL terkait isu merger Flexi-Esia ini, dan harga saham Telkom yang justru menguat ditengah ketidakpastian merger tersebut.
Apa motivasi utama dari konsolidari Flexi-Esia ini? Menurut kajian komersial Telkom menyatakan merger keduanya menguntungkan Telkom.
"Bakrie mempunyai network yang bagus dalam industri telekomunikasi," kata Komisaris Utama Telkom, Tanri Abeng, di Jakarta, Rabu 29 September 2010.
Menurut Tanri, tidak akan ada 'caplok-mencaplok' antara Flexi dan Esia. Kerja sama akan saling menguntungkan keduanya
Memang jika dianalisa, penggabungan antara Flexi dan Esia menimbulkan kekuatan yang sangat besar, jumlah pelanggan menjadi lebih dari 26 juta, 90 persen pangsa pasar CDMA yang 30 juta. Di seluler, gabungan ini menjadi terbesar keempat setelah PT Telkomsel, PT XL Axiata ,dan, PT Indosat, yang memantapkan eksistensi CDMA dan mengurangi saling bunuh lewat perang tarif.
Di kala industri telekomunikasi sedang ‘ruwet’, penggabungan ini dinilai sangat positif. Selain terjadi penghematan besar dalam biaya modal dan biaya operasi, juga dalam biaya pemasaran, terutama biaya tawar keduanya akan menurun tajam
Bagaimana di 2011?
Di tahun 2011 ini, ada beberapa hal yang menjadi perhatian PT Telkom:
- Telkom ingin menjadi mayoritas, agar tidak terjadi penjualan saham di kemudian hari (mematikan bisnis perusahaan)
- Komposisi setara, sehingga tidak menimbulkan kerisauan publik (Telkom merupakan perusahaan terbuka)
- Evaluasi dan kajian masih terus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti legal, perkembangan bisnis, lisensi, sumber daya manusia, regulasi dan lainnya
- Jika perseroan mengambil keputusan untuk merger, maka dana tersebut sudah dialokasikan
Telkom lirik Starone?
Di tengah isu merger antara Flexi dan Esia, berhembus pula isu kalau Telkom tengah melirik Starone. Direktur Utama Telkom, Rinaldi Firmansyah mengakui ketertarikannya untuk mencarikan mitra alternatif selain Bakrie Telecom agar bisa terus mengembangkan layanan fixed wireless access (FWA) Flexi di Indonesia.
Rinaldi kali ini tidak lagi mengungkit cerita terjal nan berliku antara Flexi dan Esia, namun lebih bernostalgia kepada pendekatannya dengan StarOne punya Indosat.
StarOne beberapa waktu yang lalu dikabarkan akan segera dilepas Indosat. Langkah ini terpaksa diambil demi mengurangi beban perusahaan karena pertumbuhan StarOne terbilang stagnan.
"Kami terbuka saja untuk kembali berdiskusi jika Indosat memang benar ingin memisahkan StarOne dari perusahaannya," kata Rinaldi.
Sikap Indosat
Presiden Direktur Indosat Harry Sasongko mengaku ingin mengoptimalkan StarOne agar tidak menjadi aset tidur yang memberatkan perusahaan. Saat ini pilihan yang tersedia adalah mencari mitra strategis atau melepas sebagian kepemilikan di StarOne. Sedangkan berharap induk usaha, Qatar Telecom, untuk menginjeksi dana sepertinya hal yang mustahil karena fokus selama ini ke jasa seluler. Indosat sendiri belum bisa mengungkap strategi apa yang akan dipakai, karena masih melakukan pengkajian terlebih dahulu.
Bagaimana dengan BTEL?
BTEL sendiri ternyata tetap optimistis tanpa Flexi. Sejauh ini BTEL belum pernah menghentikan pembahasan konsolidasi dengan Telkom. Di tengah isu soal Telkom sekarang melirik FWA milik Indosat, StarOne, BTEL sendiri masih terbuka dan menunggu soal rencana tersebut. Pasar terlihat masih mempercayai kinerja BTEL. Hal itu terlihat dari cepatnya terserap obligasi senilai 130 juta dollar AS yang akan jatuh tempo pada Mei 2015. Sementara untuk pengembangan jaringan, BTEL melihat belum menjadi masalah, dari sisi kapasitas baik untuk pasar data atau suara dan SMS.
Sikap Telkom
Telkom saat ini belum mempunyai rencana/memutuskan untuk mengakuisisi operator telekomunikasi manapun meskipun analisis terhadap lingkungan bisnis tetap dilakukan, disampaikan bahwa proses akuisisi sebuah perusahaan tidak sesederhana yang diperkirakan karena memerlukan kajian yang mendalam dan komprehensif. Telkom sendiri sementara ini masih mengandalkan layanan fixed wireless access (FWA) Flexi.
Sumber: Press Conference Telkom
Menarik untuk diikuti perkembangan isu konsolidasi antara operator CDMA tersebut. Dalam dunia bisnis/strategi sendiri, merger/akuisisi merupakan hal yang lumrah, dimana organisasi bersatu untuk membangun satu unit usaha.
Menurut pendapat penulis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses konsolidasi antara Flexi-Esia ataupun Starone:
- Kesulitan-kesulitan pada saat integrasi
- Utang salah satu perusahaan yang luar biasa besar
- Ketidakmampuan mencapai sinergi
- Kesulitan dalam menyatukan budaya organisasi yang beragam
- Turunnya semangat kerja karyawan karena pemecatan dan relokasi
Sumber: Manajemen Strategi, Fred R.David
Selain itu hal yang juga penting, adalah siapapun perusahaan yang terlibat dalam konsolidasi, Flexi dengan Esia, atau Starone, atau lainnya, hendaknya segera melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Konsultasi tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Hal ini menjadi rentan, dikarenakan posisi Flexi dan Esia sementara ini mendominasi pasar seluler berbasis CDMA di Indonesia. Kondisi tersebut sangat rentan mengarah pada adanya praktik monopoli. Diharapkan merger tersebut tidak melanggar Pasal 28 dan 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ke depannya penulis beranggapan, akuisisi atau merger di industri telekomunikasi merupakan yang terbaik saat ini. Kita tentu berharap jumlah operator di Indonesia, dengan 235 juta penduduk, menciut menjadi sekitar 4 atau 6 operator. Sebagai perbandingan, China yang penduduknya 1,3 miliar hanya punya 3 operator seluler. Proses akuisisi atau merger tersebut sebaiknya dilakukan supaya performansi dari tiap Operator di Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan bisa lebih optimal.
Penulis
Raden Kurnia Supriadi
@Raden_Kurnia_ui
wow! =)
ReplyDelete