Tuesday, July 31, 2012

Bisnis TV FTA, masih kinclong kah ?

Siapa yang tidak kenal Raffi Ahmad, Jessica Iskandar atau Nikita Willy. Wajah yang ganteng dan cantik itu hampir setiap hari mengisi ruang kaca televisi Indonesia. Kehadiran mereka, membuat  dunia TV identik dengan kesan indah, glamour, dan eksklusif. Tidak heran jika bagi sebagian besar pemirsa Indonesia yang menilai TV adalah bisnis mewah. TV bisa membuat sesorang yang tidak punya menjadi memiliki segalanya seperti yang dialami comedian Olga Syahputra dan Sule. Itu sebabnya banyak orang yang memiliki mimpi untuk bisa masuk menjadi artis di TV. Bahkan bagi pengusaha memiliki stasiun TV adalah mimpi bisnis mereka. Tetapi benarkah binis TV sekinclong tampilan para artisnya?

Perusahaan riset bisnis media yaitu Media Partners Asia pernah melakukan penelitian pertumbuhan pendapatan bersih iklan bagi media TV Free To Air (FTA) yang akan terus turun sampai tahun 2015 seperti terlihat pada Gambar 1. Bagi televisi Free To Air (FTA) turunnya pertumbuhan iklan berarti sebuah gerbang kematian. TV FTA mengandalkan iklan sebagai satu-satunya pemasukan.



Gambar 1. Pertumbuhan pendapatan bersih iklan di FTA di Indonesia [1]

 Perusahaan riset media TV AGB Nielsen menyebutkan rendahnya pertumbuhan pendapatan bersih iklan ini terjadi akibat jumlah pemirsa televisi FTA terutama pada SES A yang selama ini dijadikan target pembeli consumer product sudah jauh menurun hingga 60 %, seperti terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan klasifikasi perusahaan riset media AGB Nielsen, SES A adalah kategori pemirsa televisi yang memiliki kemampuan daya beli lebih dari Rp 2.500.000 per bulan.



Hasil riset lanjutan AGB Nielsen menujukkan adanya perubahan perilaku pemirsa SES A dengan adanya internet. Kebutuhan akan informasi dimana saja dan kapan saja, telah membuat pemirsa SES A tidak lagi menyaksikan televisi sebagai sumber berita utama dan sekarang beralih ke internet. Bagi industri penyiaran, perubahan perilaku ini perlu diantisipasi dengan ikut memasuki dunia internet atau bersatu menjadi konvergensi.

Efisiensi…Efisiensi… dan Efisiensi…
Bagaimana realitas pendapatan iklan televisi FTA? Dari 3 perusahaan media yang sudah mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia yaitu SCM (Holding Company SCTV), MNC (Holding Company RCTI. MNC dan Global) serta IVM (Indosiar) pendapatan iklan yang mereka perolelh hampir mengikuti prediksi MPA. Gambar 3 memperlihatkan pendapatan ketiganya di tahun 2011 yang pertumbuhannya masih berada diatas 10 persen. Hanya Indosiar saja yang pertumbuhannya di bawah 10 persen. Indosiar kini sudah diakuisisi oleh SCM yang juga pemilik SCTV.

Gambar 3. Pendapatan kotor TV FTA [2]

 Pengambilalihan kepemilikan yang terjadi pada Indosiar menjadi tanda awal ancaman turunnya bisnis TV FTA di Indonesia. Sebagai penyelamat sementara dari ancaman turunnya pendapatan, Stasiun TV FTA di Indonesia melakukan efisiensi besar-besaran. Efisiensi dimulai dari biaya pembuatan program televisi. Di dunia penyiaran, biaya pembuatan program televisi bisa dimulai dari angka 0 sampai tak terhingga. Guna menekan biaya produksi biasanya stasiun televisi memlih program yangberbiaya termurah, contohnya program yang berbasis dari situs video youtube. Program tersebut berbiaya murah karena tidak ada biaya filming atau shooting. Namun program seperti ini berisiko tuntutan hukum dari pemilik video.
Efisiensi yang berbeda dilakukan sebuah stasiun televisi di kawasan mampang. Perusahaan tersebut mulai melakukan lay off terhadap pegawainya, meski tidak dalam status merugi ataupun berkurangnya pendapatan iklan. Antisipasi turunnya pendapatan nampaknya sudah diantisipasi stasiun televisi tersebut. Langkah serupa juga nampaknya akan diikuti sejumlah stasiun TV lain. Jika yang untung dan besar saja melakukan efisiensi termasuk berani lay off mengapa yang kecil tidak. Jadi siap-siap saja melihat beragam strategi efisiensi stasiun TV FTA Indonesia agar tetap kiclong di layar kaca.

Referensi :
[1] "_____”, “Indonesian Ad Market One Of The Best Asian Performers In 2010”, Media Partners Asia, Survey, diakses pada http://www.media-partners-asia.com/mpanews060111.asp
[2] "_____”, “Laporan Keuangan Tahunan”, SCM diakses pada http://www.scm.co.id/show/investor/1.html,  INDOSIAR diakses pada http://static.indosiar.com/pdf/investor/ dan MNC diakses pada http://www.mnc.co.id/

Penulis,
Angghi Muliya Ma'mur
angghi.mamur@manajementelekomunikasi.org

Artikel Terkait

2 comments:

  1. Di web yg sama media partners, sy dapatkan gambaran yg optimis...

    Indonesia’s TV industry, including advertising and subscription revenues from free-to-air TV and pay-TV, grew by 20% to reach US$1.5 billion in net terms during 2011 with EBITDA expanding by 25% to reach US$510 million, a 34% margin.

    Forecasts from MPA indicate that the revenue pie will
    grow at a CAGR of 18% to 2016, reaching US$3.3 billion with free TV contributing US$2.5 billion and pay-TV, US$0.8 billion.

    “The high growth story is attractive for international investors, especially PE firms who have taken up
    positions in free TV, pay-TV and broadband assets,” said Vivek Couto, MPA executive director.

    “Media equities have also outperformed most of MPA’s Asia media indices in 2011 and 2012 with the average market value of Indonesian media companies approaching US$2 bil. More transactions across both free and pay-TV are expected this year, while we eventually see more consolidation and M&A across pay-TV and free TV markets in the medium term.”

    http://www.media-partners-asia.com/report/Indonesia_TV-The_Next_5_Years_PR.pdf

    ReplyDelete
  2. Pak Denny, Terima Kasih banyak atas masukannya. Bila melihat dari publikasi yang dikeluarkan oleh MPA memang sangat bernada Optimis. Tetapi sebelumnya saya akan perlihatkan data “Pendapatan Bersih Iklan di Indonesia untuk TV FTA” dari MPA yang pernah dilansir oleh sebuah Group Stasiun TV di Prospektus saat akan IPO (Initial Public Offering).

    [im]http://i1357.photobucket.com/albums/q754/ManajemenTelekomunikasi/NewBitmapImage.png[/im]

    Bila melihat data ini dengan beracuan ke Angka Jumlah Pendapatan Bersih Iklan dimana mencapai 1.720,5 Juta Dollar Amerika di tahun 2015 maka jumlahnya sangat fantastis. Tetapi saya mencoba melihatnya dari data rate tahun per tahun. Pada 2009 hingga 2011 % Y/Y bisa mencapai diatas 15 persen. Namun memasuki tahun 2012 hingga 2015 diprediksikan % Y/Y akan terus turun bahkan hanya mencapai 8 % di tahun 2015. Bagi sebuah Industri apapun, pertumbuhan pendapatan sangat penting dalam kelangsungan bisnis.

    Di Industri Televisi FTA Indonesia Iklan adalah satu-satunya pendapatan utama. Ddata tahun 2012 untuk pangsa pasar iklan Indonesia untuk TV FTA dikuasai oleh MNC Group (RCTI, MNCTV dan Global TV) sebanyak 37 %, SCM ( SCTV dan Indosiar) sebanyak 22 % dan Trans Corp (Trans TV dan Trans7) sebanyak 22 %. Jika prediksi pertumbuhan pendapatan bersih iklan di tahun-tahun ke depan tidak lagi sebesar tahun 2009 – 2011 maka pertumbuhan pendapatan bersih iklanbisa adi hanya kembali dinikmati oleh para stasiun TV besar.

    Kondisi ini membuat stasiun TV kecil seperti VIVA (ANTV dan TVOne) dan Metro TV akan sulit untuk bisa mendapatkan pangsa pasar iklan lebih besar. Kondisi ini akan lebih berat dialami oleh Stasiun-stasiun TV baru yang akan muncul menjadi Penyelenggara Siaran (PS) di era TV Digital.
    Semga diskusi ini bisa bermanfaat buat kemajuan bangsa ya Pak..
    Salam Hangat,

    Angghi MM

    ReplyDelete

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajementelekomunikasi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.

---

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger