Friday, February 28, 2014

GALAU 2

Di Tengah Perubahan SUATU ZAMAN

oleh: Djamhari Sirat & Fajardhani

Sequel sebelumnya: GALAU

Kita menyaksikan bahwa kesejahteraan manusia terus meningkat dari waktu ke waktu walau apapun teknologi komunikasi dan informasi yang digunakan.

Sektor telekomunikasi harus menerima kenyataan bahwa secara alamiah biaya transaksi (transaction cost) per unit produk atau jasa dan biaya produksi akan terus turun hingga titik terendahnya jika tidak ada inovasi.

Sementara inovasi dan kreativitas di berbagai bidang didorong oleh perkembangan teknologi di bidang komunikasi dan informasi yang justru menjadi salah satu pemicunya. Lalu bagaimana sebaiknya?


Selain itu, keduanya telah meningkatkan probabilitas terjadinya transaksi, meningkatkan volume dan nilai transaksi pada tingkat tertinggi pada masanya.

Informasi telah menciptakan gelombang dahsyat bagi pengembangan pengetahuan baru; proses penciptaan produk atau layanan baru, proses produksi, dan distribusi berikut proses pembelajaran yang mempercepat seluruh proses, dan menurunkan biaya-biaya pada saat yang bersamaan.
Revolusi informasi telah menyebabkan berbagai sektor melakukan transformasi proses bisnis agar tetap eksis.
Kini gelombang tersebut sedang menerpa diri sektor ini sendiri.

Technology advancement memungkinkan penciptaan layanan-layanan baru yang belum ada sebelumnya pada tingkat harga relatif nol dan mengirim layanan-layanan lama ke dalam kotak komoditas yang kurang bernilai.

Terjadi pertukaran informasi secara bebas yang mempercepat proses pembentukan pengetahuan baru bagi sejumlah orang dan Web 2.0 menjelma sebagai piranti yang menjalankan mekanisme positive feedback bagi diseminasi ilmu dan pengetahuan.
Ini menjadikan ilmu yang dulu hanya dikuasai oleh sebagian kecil sumberdaya di perusahaan atau instansi besar dan tertentu berubah menjadi komoditi yang bebas dipertukarkan. 
Akibat tidak langsungnya adalah tercipta pasar-pasar oligopoli bagi sejumlah produk dan layanan tertentu, termasuk layanan dasar telekomunikasi.
Teori yang diajukan untuk membantu kita memahami fenomena yang terjadi di sektor ini adalah Teori Transaction Cost dan Moore’s Law atau Hukum Moore.

Transaction Cost

Menurut Wikipediatransaction cost dalam ekonomi, disebut sebagai biaya yang timbul akibat berpartisipasi di pasar (the cost of participating in a market). 
Atau biasa juga disebut sebagai biaya yang terkait dengan pertukaran barang atau jasa dan biaya yang dikeluarkan dalam mengatasi ketidaksempurnaan pasar (Business Dictionary).
Biaya transaksi terdiri dari :
  • biaya yang dikeluarkan untuk menemukan pemasok / mitra / pelanggan terbaik (search and information costs),
  • biaya mendapatkan kontrak (bargaining cost),
  • biaya monitoring dan menegakkan pelaksanaan kontrak (policing and enforcement costs). 
Teori biaya transaksi menyatakan bahwa total biaya yang dikeluarkan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: 
  1. Biaya transaksi
    Biaya transaksi, atau sering juga disebut sebagai biaya koordinasi, dapat diartikan sebagai semua biaya untuk menghasilkan informasi diperlukan mengkoordinasikan pekerjaan pada proses produksi.
  2. Biaya produksi
    Termasuk biaya produksi adalah biaya material, tenaga kerja atau lainnya pada proses utama yang diperlukan untuk membuat dan mendistribusikan barang atau jasa yang diproduksi
Biaya informasi ini mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

Moore’s Law

Penemunya adalah Gordon E. Moore, seorang co-founder dari Intel. 
Hukum Moore ini menggambarkan kekuatan pedorong yang membawa perubahan di abad ke-20 dan ke-21 yaitu: jumlah transistor menjadi dua kali lipat setiap tahun. Pernyataannya ini dapat ditemui pada sebuah publikasi "Cramming more components onto integrated circuits", Electronics Magazine, 19 April 1965.
Teknologi digital kemudian mengikuti hukum Moore dari segi ukuran, biaya, kepadatan dan kecepatan komponen, diantaranya adalah:
  • Transistors per integrated circuit 
  • Power requirements in relation to transistor size 
  • Density at minimum cost per transistor 
  • Hard disk storage cost per unit of information (atau disebut Kryder's Law
  • Network capacity 
  • Pixels per dollar 
Tidak mengherankan jika harga produk-produk teknologi semakin rendah akibat menurunnya biaya-biaya di tengah kapasitas dan kualitas yang meningkat.
Padahal Moore hanya menulis soal kepadatan transistor yang meningkat dua kali setiap tahun dengan biaya minimum.

Implikasi

Tanpa bermaksud mengecilkan faktor-faktor lain, kedua teori tersebut membawa sejumlah implikasi yang besar antara lain bagi: 
  • gaya hidup manusia, 
  • struktur industri, 
  • kelangsungan operasi perusahaan, 
  • validitas regulasi, 
  • penurunan harga produk atau layanan yang cepat, 
  • perubahan yang lebih sulit untuk diperkirakan akibat semakin banyaknya pengambil keputusan atau pemain di pasar, 
  • terbukanya berbagai peluang baru di segala bidang dan aspek kehidupan. 
Lalu bagaimana ini berdampak pada sektor telekomunikasi?

Diskusi Bebas

Di Indonesia, pada awalnya jaringan data berbasis protokol TCP/IP dan layanan jaringannya hanya “dinikmati” oleh sejumlah kalangan dari universitas tertentu. 
Namun ini bukan karena mahalnya
Berlawanan dengan protokol yang mahal dan menguasai pasar saat itu, protokol TCP/IP dirancang menggunakan konsep Open System yang dilandasi oleh semangat kolaborasi yang tinggi di antara sesama pengembangnya alias nyaris gratis. 
Dan kolaborasi ini terjadi dengan berbagai universitas terkemuka secara lintas negara, lintas platform, dan lintas generasi.
Hal ini menjadi nilai dan budaya yang tidak bisa dihentikan oleh arus mainstream saat itu. 
Hampir semua orang dan kalangan bisa mengembangkan layanan baru yang dirasanya perlu.
Para peneliti berbasis TCP/IP saat itu merasakan bahwa perubahan yang dibawa protokol ini sangat besar. 
Layanan-layanan baru tersedia bagi para user di berbagai workstation yang berbeda-beda merek dan sistem operasi dapat dengan mudah dibangun. 
Hal ini adalah suatu yang sangat sulit, jika tidak ingin dikatakan mustahil, bila menggunakan protokol jaringan data proprietary yang menguasai pasar saat itu.
Hubungan pada jaringan online berbasis TCP/IP yang lokasinya berjauhan mulai menjadi isu besar di era 1980-an.
Satu-satunya jaringan komunikasi yang ada saat itu berbasis Circuit Switching (CS) yang jelas menimbulkan biaya sangat tinggi akibat dari bawaan teknologinya. 
Akibatnya berbagai layanan yang murah dan handal di atas jaringan TCP/IP itu sulit sampai ke masyarakat luas
Modem yang bekerja di atas layanan suara adalah piranti yang bisa digunakan dengan izin. 
Keadaan ini berlanjut hingga teknologi GSM pertama diterapkan. Operator layanan suara dan data konvensional menikmati masa emasnya karena relatif tidak ada layanan lain yang bisa dikembangkan jaringan tersebut.

Keadaan berubah ketika jaringan Packet Switching (PS) yang diidam-idamkan digelar. 
Berbagai layanan di atas jaringan TCP/IP membanjiri pasar. 
Pasar bereaksi positif. 
Hukum ekonomi Demand and Supply memainkan perannya dengan baik disini.
Indonesia memasuki era pasar bebas. Unregulated era has come.

Pada awalnya keberadaan berbagai layanan ini tidak terlihat sebagai ancaman. 
Berbagai inovasi yang bisa memberi layanan suara dengan kualitas baik dan berbagai layanan lain yang berbasis data dengan kecepatan tinggi yang mendekati gratis dirasa mulai "mengganggu". 
OTT menjadi musuh bersama tetapi pada saat yang sama diterima baik oleh pasar.
Kedua hukum di atas tadi secara implisit berusaha menjelaskan gangguan yang terjadi terhadap operator penyelenggara layanan telekomunikasi dasar. 
Lalu sekarang sebaiknya bagaimana?

Pertanyaan Diskusi

  1. Dapatkah Anda menemukan fakta yang mendukung atau menyanggah artikel ini? Mohon penjelasan berikut referensi yang digunakan.
     
  2. Tahukah Anda nama institusi dimana “sejumlah kalangan” tersebut di Indonesia bernaung?
  3. Apa yang sebenarnya dimaksud dengan bisnis menjual “dumb pipe”? Mengapa bisnis ini bisa memberi tingkat pengembalian yang tinggi bagi penyelenggaranya saat itu?
  4. Apakah “revolusi” yang terjadi ini akan kembali ke sektor-sektor lain seperti perbankan, manufaktur, jasa, retail layaknya yang terjadi paska merger teknologi informasi dan komunikasi? Mengapa demikian?
  5. Menurut Anda, apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pemangku kepentingan saat ini?
Catatan: Nantikan juga sequel berikutnya: Galau 3 
+++



Artikel Terkait

67 comments:

  1. Q1/2014
    Dapatkah Anda menemukan fakta yang mendukung atau menyanggah artikel ini? Mohon penjelasan berikut referensi yang digunakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak lama dari hari ini, saya pernah membaca bahwa mulai tersedianya solusi personal cloud storage dimana pengguna IT bisa merakit Network-Attached Storage (NAS) sendiri yang serupa dengan layanan Dropbox maupun Google Drive. Informasinya bisa dilihat di:

      http://www.eksekutif.co.id/component/content/article/4-berita-bisnis/1238-wd-hadirkan-personal-cloud-storage-ex4.html

      ...dan ini bisa menjadi salah satu bukti Kryder's Law. Yang dibutuhkan oleh pengguna IT tersebut hanya sebuah Public IP karena aplikasi untuk sync sudah tersedia sebagai paket produknya. Inovasi ini bisa menjadi pesaing bagi layanan-layanan cloud storage seperti Dropbox, Google Drive, Box, Skydrive, dan sejenisnya dan juga menambah potensi operator jaringan telco semakin terancam menjadi "dumb pipe". Perlu diperhatikan juga jika layanan gratisan dari cloud storage pada umumnya hanya untuk max 25 GB, dengan solusi ini pengguna IT bisa memperoleh hingga 16 TB.

      Fenomena yang serupa dengan kasus pembangkit listrik mikrohidro...

      Delete
    2. berikut ada artikel bagus untuk artikel ini, menurut saya artikel ini memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mendukung artikel ini.

      Pasar global untuk telekomunikasi berkembang dengan cepat . Ini bukan pertanyaan tentang " demand pull " atau "push supply " . Keduanya terjadi . Interaksi dua kekuatan ini telah membuat telekomunikasi salah satu sektor pertumbuhan utama dalam perekonomian dunia . Hal ini juga membuat telekomunikasi salah satu komponen yang paling penting dari kegiatan sosial , budaya dan politik .

      - Di sisi permintaan, pertumbuhan ditarik oleh ketergantungan yang meningkat pada telekomunikasi dan teknologi informasi dalam setiap bidang kehidupan manusia - dalam semua sektor kegiatan ekonomi dan sosial , dalam pemerintahan , dalam penyediaan pelayanan publik , dan dalam pengelolaan infrastruktur publik ; dalam mengejar pengetahuan dan ekspresi budaya , dalam pengendalian lingkungan hidup , dan dalam menanggapi keadaan darurat , baik alami atau buatan manusia .
      - Di sisi penawaran, pertumbuhan didorong oleh perkembangan teknologi yang cepat yang terus meningkatkan efisiensi produk yang ada , sistem dan layanan , dan menyediakan dasar untuk aliran melanjutkan inovasi di masing-masing daerah . Terutama penting adalah konvergensi dari telekomunikasi , informasi , penyiaran dan penerbitan teknologi , yang telah sangat memperkaya pilihan komunikasi yang tersedia bagi konsumen .

      Trend Telecommunication.

      Delete
    3. Dari research yang dipublish oleh iDATE, menunjukkan bahwa pendapatan operator di seluruh dunia cenderung stagnan sedangkan pendapatan layanan OTT terus tumbuh.

      Sumber:http://blog.idate.fr/telcos-vs-ott-services/

      Sumber utama layanan OTT biasanya berasal dari iklan, semakin banyak orang yang mengakses, semakin banyak pihak yang tertarik untuk beriklan sehingga tarif iklan dapat dinaikkan sehingga dapat meningkatkan revenue secara langsung, sedangkan fenomena yang berbeda pada operator telco dimana pertumbuhan trafik data jauh lebih besar dibandingkan revenue, karena beberapa faktor, antara lain:
      1. Semakin banyak pengguna otomatis biaya yang harus dikeluarkan oleh operator untuk membangun jaringan juga besar
      2. Pengguna hanya mengganggap jaringan milik operator sebagai saluran untuk layanan OTT dan tidak punya nilai lebih ke pengguna
      Akibatnya operator dipaksa melakukan efisiensi supaya margin yang dihasilkan tetap terjaga.

      Thanks & regards,
      Anton MT'13

      Delete
    4. Setuju @pak Marthin Rajagukguk

      Pola-pola usaha telah berubah dari yang bersifat vertikal ke horizontal atau apa yang disebut dengan konvergensi. Bentuk persaingan pun berubah dari persaingan penuh menjadi kooperasi yang menguntungkan semua node pada jaringan.

      Kita beruntung Bapak telah menemukan artikel tersebut. Mari kita lanjutkan diskusinya untuk melihat kemungkinan bagaimana gelombang konvergensi ini dapat merombak total tatanan yang ada dan bagaimana kita menyesuaikan diri.

      Delete
    5. @pertumbuhan pendapatan yang stagnan

      Gejala ini menarik untuk didiskusikan. Mengapa sisi pendapatan (revenue) yang menjadi persoalan? Benarkah pendapat ini?

      Delete
    6. Fakta bahwa OTT memang memberikan dampak terhadap bisnis telco dan menggerus revenue dari operator telco. Menurut Jurnal “Winning the OTT War: Strategies for Sustainable Growth” oleh Nikolai Dobberstein, Adam Dixon, Naveen Menon, Kiran Karunakaran, beberapa strategi yang dapat dilakukan :
      - Pada “layanan Mobile Voice”; Ancamannya : Operator menghadapi risiko signifikan mengurangi pendapatan dan profitabilitas, apalagi jika kualitas (QoS) dari VoIP dapat ditingkatkan. Peluang : Operator masih memiliki kesempatan untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Hal ini terlihat dari habit pelanggan di Indonesia terutama di luar Jawa yang masih dominan menggunakan layanan voice, disamping itu kualitas voice legacy masih lebih baik dibanding VoIP disamping penggunaan VoIP yang masih rendah di seluruh Dunia. Strategi : Tetap melakukan optimalisasi kualitas voice legacy dan mengelola dampak yang mungkin timbul.
      - Pada “layanan SMS”; aplikasi OTT messaging seperti WhatsApp & BBM telah mengurangi trafik SMS, efeknya sekarang jelas dalam menurun dengan cepat penggunaan SMS di iPhone, Blackberry dan ponsel Android, pengurangan yang mungkin mencapai 20 persen pada akhir 2012. Sangat sulit bagi operator untuk membalikkan pergeseran perilaku konsumen dari pesan peer-to-peer (layanan SMS) ke jejaring sosial, instant messaging, dan peer-to-many komunikasi. Dan sementara tidak ada alasan untuk menganggap SMS itu akan hilang, ada kemungkinan bahwa hal itu secara bertahap akan menjadi kurang penting bagi banyak pelanggan. Intinya adalah bahwa operator harus mengelola untuk mundur secara bertahap layanan SMS menghadapi OTT tersebut dan mengalihkan fokus mereka ke bisnis corporate dan messaging M2M dengan menggunakan beberapa strategi : mengubah paradigma dalam konektivitas SIM dan pindah ke M2M, lebih menekankan pada corporate messaging misalnya penggunaan SMS sebagai line mobile marketing dan alat advertising, mempengaruhi perencanaan layanan SMS secara defensive, maksudnya secara berjenjang SMS bundel dapat membantu memperlambat dampak dengan menginduksi kanibalisasi proaktif tapi diprediksi dan dengan mencegah churn.

      Delete
    7. #pertumbuhan pendapatan yang stagnan

      Tren saat ini data serivce (streaming video, sosmed, penyimpan data di cloud dsb) menjadi layanan primadona para user, yang mana membutuhkan jaringan dengan bw yang lebih lebar, dengan tuntutan tersebut operator harus bisa menyediakannya kebutuhan user tersebut. Oleh karena itu operator melakukan upgrade jaringan mereka. namun kondisi eksternal dimana adanya perang tarif rendah antar operator yang terjadi, dimana si operator tidak mendapat keuntungan dari pihak penyedia layanan tsb (hanya membenani network operator) ditambah perubahan teknologi yang cepat di dunia telekomunikasi untuk mendukung era data service sehingga operational dan capital expenditurenya lebih tinggi dari pendapatan kotor yand diterima.atau capex tidak bisa kembali sesuai waktu yang direncanakan.

      Delete
    8. Pendapatan (revenue) adalah impact dari persoalan yg sesungguhnya, yaitu terjadi perubahan minat pasar akibat perubahan teknologi. Perubahan2 eksternal seringkali membalik suatu industri. Strategy in Action mengatakan bahwa Ketika bisnis dihadapkan pada situasi ketika industri menjadi kurang menarik/mengalami kemunduran, saatnya perusahaan memikirkan Diversifikasi...

      Delete
    9. Setuju. Kita harus memikirkan kembali persepsi kita mengenai OTT ini.

      Apa betul begitu? Faktanya, layanan OTT diterima pasar sama seperti pasar menerima layanan GSM saat layanan tersebut mulai dipasarkan.

      Dengan analisis yang benar dan memilih strategi yang tepat maka tujuan usaha akan dapat dicapai. Itu lah mengapa kita perlu serius mempelajari mata kuliah ini.

      Delete
    10. Jadi sebenarnya, apa saja sih potensi masalah yang akan muncul jika ini tidak ditangani dengan baik?

      Delete
    11. Menurut saya, potensi masalah yang akan muncul sudah disinggung oleh Bapak Enov sebelumnya, bahwa operator benar-benar akan kehilangan "produk utamanya" yaitu Voice karena kualitas VoIP yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi.

      Saat ini VoIP masih belum dapat menggeser kedudukan layanan Voice over TDM terutama karena kualitasnya. Namun, dengan perkembangan teknologi, bisa saja VoIP semakin membaik kualitasnya hingga sama seperti layanan Voice existing. Dan bayangkan apa yang akan terjadi jika pada bisnis operator ketika layanan voice operator Telco-pun sudah tidak laku lagi.

      Delete
    12. Ketika VoIP sudah menjadi primadona, jaringan operator benar-benar akan menjadi dumb pipe dan tidak ada lagi revenue dari produk operator voice call yang masih dominan saat ini. Operator hanya akan menjadi penyedia jasa infrastruktur dengan pendapatan dari pelanggan diperoleh dari jasa berlangganan internet. Apakah itu berarti operator tidak memperoleh penghasilan dari customer existing? Tentu saja masih bisa, yaitu dari jasa berlangganan internet.

      Ketika VoIP sudah mature dan menggeser service Voice Call, operator akan bergeser sumber pendapatannya menjadi jasa berlangganan internet. Masalah akan muncul jika ketika era itu tiba, provider belum juga migrasi jaringannya ke IP based sehingga tidak mampu melayani pelanggan karena keterbatasan infrastrukturnya.

      Menurut saya, berikut strategi untuk mengantisipasi potensi masalah di atas.

      1. Mendorong customer agar tetap terus mengisi pulsa prabayar internet atau membayar tagihan pasca bayar internet dengan strategi pentarifan yang bijak. Strategi para operator saat ini yang menetapkan tarif berdasarkan kuota dan strategi operator yang membatasi masa aktif kuota sudah bijak menurut saya.

      Tarif berdasarkan kuota penting agar revenue berbanding lurus dengan traffic. Penggunaan semakin besar, traffic meningkat dan revenue meningkat. Dan opini saya, kebijakan operator membuat produk dengan kuota "unlimited" perlu dihindari untuk menghindari trafik yang membengkak namun tidak mendatangkan revenue lebih.

      Masa aktif kuota penting untuk mempertahankankan revenue dari pelanggan yang konsumsi bandwidth-nya rendah.

      2. Hindari potensi kerugian akibat ketidakmampuan infrastruktur yang tidak compatible dengan trafik masa depan. Ke depannya trafik akan berbasis IP. Oleh karena itu agar tetap capable mengangkut trafik berbasis IP, modernisasi jaringan diperlukan dengan migrasi ke teknologi berbasis all-IP.

      3. Jika memungkinkan, tingkatkan produktivitas jaringan dengan teknologi terkini untuk meningkatkan bitrate, sehingga waktu pendudukan setiap paket trafik di jaringan semakin rendah, sehingga trafik yang dapat dilewatkan semakin besar dalam durasi yang sama. Jika trafik yang dapat dilewatkan semakin besar, revenue yang akan diperoleh juga semakin besar dengan kebijakan pentarifan berbasis kuota.

      Tingkatkan kecepatan akses juga penting untuk mendorong penggunaan aplikasi-aplikasi lainnya yang bandwidth-consuming. Semakin tinggi kecepatan akses, usage internet pelanggan sangat berpotensi meningkat karena kemudahan pelanggan mengakses internet dengan beragam aplikasinya. Dengan usage yang besar tersebut, pelanggan juga akan terus mengisi pulsa internet untuk memenuhi kebutuhannya berinternet dan dari situ ARPU operator bisa naik.

      4. Bertahan di bisnis dumb pipe diperlukan karena infrastruktur yang ada perlu tetap diberdayakan, terutama pembangunan fisik seperti tower dan jaringan akses, untuk menghindari loss dari sisi investasi jaringan. Namun, diversifikasi perlu dipikirkan (kajian tersendiri).

      Demikian pandangan saya, mohon masukan dan koreksinya.

      Delete
    13. Dear Pak Fajar dan Rekan ManTel,

      dikutip dari http://diskominfo.jabarprov.go.id/over-the-top-masalah-yang-juga-dicermati-kementrian-ekuin/#.Uy2dwPmSxqU

      Trend sekarang ini, OTT menggantikan kebiasaan orang dalam berkirim pesan (SMS) maupun bercakap via telepon (call) yang sejatinya 2 layanan tersebut adalah sumber revenue dari para operator.

      Jika OTT mendapatkan revenue dari penggunaan penuh pipa bandwidth dari operator, sedangkan operator sendiri mengalami penurunan revenue, bahkan harus selalu berinvestasi tanpa adanya inovasi, akibatnya sektor industri telekomunikasi akan terus merosot di sisi operator.

      M. Wildan
      ManTel2013

      Delete
    14. Saat ini dalam dunia industri telekomunikasi dikenal istilah freemium, yaitu layanan dengan tarif murah (mendekati free) dengan kulitas bagus (mendekati premium). Apa yang ditawarkan oleh OTT dapat dimasukkan sebagai freemium. Oleh karena itu kehadiran OTT mendapat sambutan yang positif dari pasar. Hanya saja hal ini kurang menguntungkan bagi operator. Karena dulu ketika melakukan investasi membangun jaringan telekomuniksi, operator telco memperhitungkan voice dan SMS sebagai sumber pendapatan. Sementara sekarang sebagian sumber pendapatannya diambil alih oleh pemain OTT. Oleh karena itu kedepannya operator telco harus merombak lagi model bisnis dan hitung-hitungannya.

      Delete
    15. Hampir setiap orang yang punya HP sering melakukan browsing untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Terlihat jelas diperlukannya teknology jaringan yang dapat mensuport akses internet kapanpun dan dimanapun dengan kecepatan yang cukup tinggi.
      Dikutip dari salah satu article sbb:
      "Internet adalah satu teknologi yang mutakhir di zaman ini yang terdapat pada computer. Dengan adanya internet, sekarang kita dapat memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan mudah dan cepat. Banyak sarana di dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan mudah dan cepat. Banyak sarana di dalam internet yang memudahkan kita dalam melakukan kegiatan komunikasi. Contohnya adalah E-Mail. E-Mail atau electronic mail adalah sara yang paling banyak digunakan, pengiriman pesan dapat melalui SMTP (Simple Mail Transfer Protocol). Semua pengguna jaringan dalam internet mempunyai E-Mail.
      Etiket dalam berkomunikasi di internet disebut dengan Niquette Gordon Eubanks Rule (President of Symantec) mengatakan don’t write a message that contains informasi you don’t want to become public knowledge. POP adalah Post Office Protocol seperti kotak pos pribadi yang akan menyimpan semua mail kita dari internet selam kita online. Pemerintah lainnya WHOIS yang mengandung informasi pada seseorang berupa alamat IP, alamat, nomor telepon, dll. Data base WHOIS disimpan dalam interNIC."
      Sumber:
      http://www.esaunggul.ac.id/article/peran-teknologi-informasi-dalam-dunia-komunikasi/

      Delete
    16. Penguasaan industri dari hulu ke hilir sangat penting oleh operator yaitu penyediaan device dan aplikasi dalam suatu ekosistem yang terintegrasi. Operator mesti mengembangkan layanan yang mempunyai value proportioning yang tinggi dan/atau pasar yang belum dilirik oleh pesaing (blue ocean strategy), seperti mobile learning, mobile TV, Machine to Machine (M2M) dan Software as a Service (SaaS) yang dibangun di atas infrastruktur yang ada. Pemangku kepentingan industri telekomunikasi di Indonesia seperti operator telekomunikasi, pemerintah, institusi pendidikan dan software house perlu berkonsolidasi untuk bersama-sama menyelamatkan industri telekomunikasi di Tanah Air.

      Delete
  2. Q2/204
    Tahukah Anda nama institusi dimana “sejumlah kalangan” tersebut di Indonesia bernaung saat itu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Pusilkom UI).

      Unit inilah yang memberi masukan kepada UI untuk menggunakan komputer mini berbasis Open System (Unix dan TCP/IP) di era 1980-an. Sejumlah universitas negeri terkemuka saat ini memilih untuk menggunakan mainframe yang kemudian menjadi tidak populer.

      Universitas Indonesia menjadi pusat riset layanan jaringan berbasis TCP/IP yang terkemuka di kawasan ASEAN dan Asia saat itu.

      Delete
  3. Q3/204
    Apa yang sebenarnya dimaksud dengan bisnis menjual “dumb pipe”? Mengapa bisnis ini bisa memberi tingkat pengembalian yang tinggi bagi penyelenggaranya saat itu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisnis "dump pipe" merupakan bisnis menyediakan jalur dan koneksi cepat dan stabil tanpa peduli dengan potensi nilai lebih apa yang terdapat pada pipa tersebut (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Dumb_pipe) . Bisnis ini membuat operator hanya mendapatkan revenue dari akses data yang setiap hari makin murah sementara value dari aplikasi didapatkan oleh penyedia konten.Contohnya adalah pada saat pengguna android membeli aplikasi di play store pihak operator tidak mendapatkan apapun dari transaksi tersebut, yang mendapatkan hanyalah pihak google saja yang mengelola play store.

      Bisnis "dump pipe" dulunya memberi tingkat pengembalian yang tinggi dikarenakan sebelumnya diberlakukannya uu no 36 tahun1999 sistem penyelenggaraan telekomunikasi bersifat monopolistik sehingga pemain di industri ini jarang. hal tersebut membuat operator bisa dengan leluasa menetapkan tarif untuk mendapatkan revenue sebesar-besarnya.

      April Rustianto
      Manajemen Telekomunikasi 2013

      Delete
    2. Layanan telekomunikasi sejatinya berbeda dengan penyiaran.

      Telekomunikasi memungkinkan dua pihak untuk saling bertukar informasi (two way) dan memperoleh pendapatan dari durasi pendudukan jaringan dan tarif yang berlaku terlepas dari berapa besar manfaat yang mungkin didapat oleh pengguna (subscriber) pada transaksi bisnis.

      Artinya konten ada di sisi subscribers. Penyelenggara tidak punya hak atas manfaat yang diperoleh pengguna layanannya.

      Hal berbeda dengan penyiaran. Konten adalah hal yang menjadi bisnis penyelenggara. Ia punya kemampuan untuk mentransmisikan pesan searah kepada para pelanggan (subscribers). Penyelenggara memperoleh pendapatan dari layanan transmisi konten (pesan iklan) melalui FTA (free to air) maupun jaringan berbayar (TV khususnya).

      Ketika jaringan dan layanan internet masuk ke pasar, batas kedua layanan menjadi kabur. Bahkan para pengguna dapat menyelenggarakan sendiri layanan telekomunikasi dan penyiaran memanfaatkan teknologi yang ada dengan biaya yang sangat kompetitif secara interaktif.

      Selain itu jumlah pemain (players atau operator) kini menjadi tidak terbatas. Konsumen juga merangkap sebagai penyedia (consumer). Kalau dulu jumlah pemain (players) hanya segelintir dibandingkan jumlah subscribers kini berubah. Daya tawar penyelenggara lama secara alami melemah.

      Persaingan menjadi sangat terbuka.

      If you change the rule means you change the game. You should understand how to play and practice the new game if you want to win the competition. Don't blame the rule.

      Delete
    3. Setelah mencoba memahami diskusi dump pipe pada OTT ini, saya memiliki pandangan yang sedikit berbeda bahwa operator telekomunikasi sebaiknya mulai bergerak cepat dalam mengantisipasi 'gangguan' dimana layanan OTT ini belum tentu bisa memberi tingkat pengembalian yang tinggi bagi penyelenggaranya.

      Memang, tren serta kebebasan menciptakan peluang baru saat ini meningkat di layanan data. Namun, untuk tetap mempertahankan eksistensi dari layanan yang telah didukung investasi sebesar-besarnya oleh operator (baca: voice & SMS), 'interaksi' antara operator telekomunikasi dan konten OTT atau pemain aplikasi harus lebih ditinjau secara lebih lanjut. Setidaknya tidak akan ada lagi istilah dump pipe apabila model bisnis baru selanjutnya dapat lebih menguntungkan kedua belah pihak.

      Melihat dari apa yang telah dilakukan salah satu operator asal Singapura terkait rencana dalam meminta regulator untuk mengijinkan operator 'mengajak' pemain OTT untuk menggunakan jaringan. Kenapa tidak dicoba untuk didiskusikan di Indonesia?

      Referensi link:
      http://www.channelnewsasia.com/news/business/singapore/singtel-says-no-plans-to/1014578.html

      Delete
    4. Saya ingin menambahkan tanggapan dari Mas April mengenai bisnis dump pipe ini. Setuju dengan Mas April, bahwa bisnis dump pipe pada dasarnya adalah hanya menyediakan akses sebagai pipa penyalur dari aplikasi yang dilewatkan melalui jalur tersebut. Sehingga operator telekomunikasi berperan sebagai jembatan atau perantara saja, belum menghasilkan revenue dari bisnis aplikasi itu sendiri secara maksimal. Sedangkan OTT player (Google, Microsoft, Apple, Yahoo, Facebook, RIM) berperan sebagai pengisi pipa data milik operator.

      Dengan model bisnis seperti ini tentunya revenue yang diperoleh tidak akan maksimam karena seluruh biaya jaringan, layanan pelanggan, ekspansi kapasitas jaringan, ekspansi RAN (radio access network) untuk perluasan jangkauan, dan biaya lainnya (PPn&PPh, BHP,dsb) akan ditanggung sendiri oleh operator seluler Indonesia. Sementara OTT player memperoleh pendapatan tinggi dengan resiko dan beban operasional yang jauh lebih kecil . Dari sisi operator, pilihan untuk menghadapi OTT sangat terbatas yakni charge them, partnership, atau menjadi OTT itu sendiri.

      Saat ini, operator mulai banyak melakukan partnership dengan OTT player diantaranya :
      - Dalam bentuk carrier billing (menjadikan pulsa sebagai alat bayar) untuk memudahkan pembelian konten melalui pulsa. Misal kerjasama Indosat dengan Kakao Talk dengan salah satu operator Indonesia.
      - Konsep kerjasama zero rating yang menguntungkan kedua belah pihak. Zero rating adalah kondisi dimana operator menggratiskan akses data menuju satu aplikasi tertentu.


      Dengan semakin tergerusnya keuntungan, tentunya operator telekomunikasi indonesia dituntut untuk lebih inovatif sehingga trend bisnis dump pipe ini bisa diubah menjadi bisnis smart pipe yang menawarkan varian konten aplikasi yang memiliki “value” lebih dan menghasilkan revenue yang maksimal dalam pipa tersebut. Terlebih lagi kondisi pasar dimana kawasan Asia terkenal senang mengkonsumsi Text Messaging, merupakan pasar potensial untuk bisnis ini.

      Delete
    5. Dump pipe terjadi ketika operator telekomunikasi gagal untuk membatasi aplikasi dan layanan pada portal merekasendiri dan hanya menyediakan kecepatan bandwith serta jaringan. Dengan kata lain operator hanya kebanjiran trafik data tanpa mendapatkan keuntungan. Beberapa operator seperti yang dicontohkan mbak mia menerapkan billing carrier untuk aplikasi Kakao talk dan wechat dimana user dapat membeli emoticon, stiker dan tema menggunakan pulsa telepon mereka. Hal tersebut bisa saja diterapkan untuk penyelenggara OTT lainnya (FB, Google, App Store dll.) tetapi yang jadi masalah adalah penyelenggara OTT seperti Facebook dan google sudah berkembang lebih besar dari pada operator dalam negeri. Google dan Apple sudah menciptakan monopoli baru seperti mengembangkan software, memproduksi terminal, konten provider, dan bahkan bisa jadi menggantikan operator telekomunikasi. Operator telekomunikasi harus melakukan inovasi pada model bisnis seperti transisi dari pengoperasian jaringan telekomunikasi dan model bisnis telekomunikasi dasar ke "mode Platform" secara bertahap.

      Delete
    6. Bukankah dari dulu operator telekomunikasi menawarkan layanan dumb pipe?

      Coba saja perhatikan saat Anda melakukan transaksi bisnis. Pastinya kita menggunakan telepon atau sms atau fax untuk mencari informasi, membuat persetujuan, dan memonitor kewajiban masing-masing. Nilainya bisa dari yang kecil hingga triliunan rupiah.

      Dan kita hanya membayar bisa penggunaan layanan saja kan? Gak sharing revenue atau profit ke operator :)

      Apa betul demikian?

      Delete
    7. Benar Pak Fajar, sebenarnya dumb pipe bukan fenomena baru...menurut saya apa yang terjadi adalah para operator telco terlena dengan model bisnis lama yang hanya menyediakan saluran akses (untuk voice dan sms) padahal seiring dengan konvergensi telco-broadcast dan perkembangan software, terbuka peluang bisnis yang lebih kompetitif dan itu harus diantisipasi dari jauh hari sejak diperkenalkannya teknologi 3G. Di samping itu, konten data pun mayoritas masih berada di luar negeri sehingga perlu tambahan biaya untuk keperluan mengakomodasi kebutuhan konten luar negeri. Hop saluran internasional para operator kebanyakan masih dari Singapura sehingga sulit menekan biaya cost per Mbps, karena semakin banyak hop maka semakin besar eskalasi biaya karena setiap hop tentunya mengambil profit margin. Mungkin OPEX untuk konten bisa ditekan jika para operator melakukan koneksi langsung ke negara Hong Kong atau Jepang...?

      Sebagai contoh yang sudah mulai dijajaki oleh 2 operator telco tanah air adalah mereka mulai menyiapkan layanan tambahan berupa video on demand yang mana konten video tersebut sama dengan yang disediakan pula oleh salah satu dari kedua perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang berkecimpung pula di cable tv. Menurut saya inovasi ini akan menekan biaya konten luar negeri karena content pooling sudah dilakukan oleh perusahaan tersebut, bandingkan penghematannya jika setiap user melakukan content pooling.

      Contoh lain yang sampai dengan saat ini belum digarap maksimal oleh operator entah apakah karena mereka lengah ataukah memang masih dipandang sebelah mata adalah layanan penyediaan account email yang terintegrasi dengan cloud storage. Layanan email mungkin dikategorikan "low traffic" jika dihitung per user, tetapi jika dilihat akumulasi dari semua user internet yang memiliki account email tentu akan terasa perbedaannya...apalagi jika memperhitungkan pula "high traffic" dari bisnis cloud storage.

      Delete
    8. Saya setuju Pak Fajar, tetapi ada sedikit perbedaan dimana saat orang melakukan panggilan suara dan SMS hanya ditujukan untuk satu orang (poin to point) sedangkan untuk OTT bisa dipakai oleh banyak user, dengan kondisi tersebut, operator harus jungkir balik untuk menyediakan kapasitas jaringan yang makin lama semakin besar untuk mengimbangi kebutuhan bandwidth dari pelanggan. Di sisi revenue, peningkatan pendapatan operator dari penyediaan akses internet ini sangat tidak signifikan dibandingkan dengan pendapatan pemain OTT yang mengandalkan pendapatan dari iklan atau langganan berbayar.

      Delete
    9. Menarik untuk disimak ungkapan "terlena dengan model bisnis yang ada". Tetapi ini bukan hanya kesalahan operator semata. Ini kesalahan kita semua yang tidak jeli memperhatikan perubahan dan menemukan peluang-peluang baru.

      Saat sadar, semua mungkin sudah serba terlambat lalu memicu kemarahan, saling menyalahkan, dan pemborosan. It won't work.

      Model bisnis akan terus berubah. Mari kita pelajari dan kita intercept peluang yang datang.

      Delete
    10. @Ibu Mia Galina,

      Jika kita perhatikan, keluhan yang sering disuarakan adalah trafik data naik signifikan tetapi tidak untuk pendapatan (revenue). Bahkan pertumbuhan biaya kabarnya lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan.

      Betul begitu ya .....

      Delete
    11. Bisnis "dumb pipe" seperti operator yang menggelar jaringan dengan mengeluarkan sejumlah biaya, pada saat itu dapat memberikan tingkat pengembalian yang tinggi karena pada saat itu “voice dan SMS service” atau “legacy service” masih dominan, dimana revenue-nya sebanding linier dengan biaya dan traffic yang terjadi. Saat itu bisnis aplikasi dan service data masih sangat terbatas. Sedangkan saat ini dimana “data services” menjadi dominan dan traffic serta biaya jaringan (network cost) menjadi sangat tinggi sementara revenue-nya pertumbuhannya tidak significant dan cenderung saturasi, sehingga mengakibatkan tingkat pengembalian tidak sebanding dengan cost atau effort yang dikeluarkan. Sejumlah biaya yang semakin tinggi seperti biaya OM (operation & maintenance), biaya sewa tempat atau lahan (network space rental) yang tiap tahun makin tinggi, biaya sewa transmisi (lease line), BHP (biaya frekuensi), biaya interkoneksi misalnya ke RIM dan ke other operator dan lain-lain. Sementara revenue tergerus karena pertumbuhan bisnis aplikasi dan layanan OTT yang berjalan di jaringan operator secara bebas dan gratis, sementara operator hanya mendapatkan revenue dari pelanggannya yang menggunakan OTT service tersebut secara berlangganan berupa paket data per bulan. Contoh layanan SMS yang semakin menurun karena pelanggan cenderung menggunakan applikasi messaging OTT yang bebas dan gratis dengan hanya membayar paket data per bulan. Apalagi messaging dan aplikasi social networking dapat berkomunikasi secara grouping secara interactive dengan tambahan sticker yang menarik.

      Delete
    12. @revenue sebanding linier dengan cost dan traffic.

      Statement "revenue-nya pertumbuhannya tidak significant dan cenderung saturasi" mengundang pertanyaan. Mengapa sisi revenue yang dipermasalahkan? Selain itu, revenue total service atau revenue data service pak ...

      Mohon penjelasan dong ...

      Delete
    13. Karena revenue inilah yang menjadi salah satu tujuan perusahaan dan tidak dapat dipungkiri, pendapatan operator masih mengandalkan layanan voice call dan SMS sekitar 76%, sedangkan sisanya dari layanan data, broadband dan content. Padahal layanan tersebut sudah dianggap legacy dan layanan core sudah beralih ke layanan data, yang masih mengandalkan pola paket berlangganan per bulan, sehingga tidak proporsional walaupun paket dibatasi dan di "throttling" jika mencapai paket yang diberikan. Nah di sinilah operator harus berinovasi untuk menciptakan pola atau skema tariff yang proporsional seperti halnya volume based atau time based (PAYU : pay as you use), nah masalahnya dulu pelanggan trauma dengan skema tersebut karena tidak teredukasi dan tiba-tiba terjadi "shock billing", dimana tagihan tiba-tiba banyak mencapai jutaan rupiah karena mungkin running di background pun di charge. Tapi disamping itu operator 3 (hutch) (untuk revenue data) atau Internux Fist Media melalui product Boltnya (untuk pertumbuhan pelanggan layanan datanya). Nah ini yang perlu dicontoh dari skema tariff dan layanannya, karena pelanggan akan rela bayar mahal asalkan reasonable sesuai dengan pemakaian dan dapat dikontrol oleh mereka. Disamping itu berdasarkan data yang diambil di salah satu operator besar, ternyata jumlah ekosistem pengguna smartphone dan handset 3G hanya sekitar 15% s/d 20% dari total populasi handset (di luar broadband 2G GPRS dan EDGE), itupun kebanyakan juga disetting di 2G dengan bermacam alasan seperti : ketidaktahuan pentingnya 3G, hemat battery, tidak butuh akses 3G, dll). Nah penetrasi ini juga yang harus ditingkatkan untuk meningkatkan kontribusi dari layanan data yang merupakan teknologi masa depan sebelum menghadapi convergensi teknologi telco, data dan multimedia (broadcasting). Karena bagaimanapun kita harus move on, tidak bisa mundur. Fakta bahwa :
      - Penambahan 10% penetrasi broadband memicu pertumbuhan ekonomi 1,38% di negara berkembang dan 1,12% di negara maju (Sumber: Bank Dunia, 2009).
      - Dalam kurun waktu lima tahun, rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun negara yang berada di urutan lima teratas broadband lebih tinggi 2,2% dari negara di urutan lima terbawah broadband (Sumber: OECD, 2009).
      - Penambahan 10% penetrasi broadband dalam setahun berkorelasi dengan peningkatan 1,5% produktivitas tenaga kerja dalam 5 tahun (Sumber: Booz & Company)

      Delete
    14. Revenue merupakan hal yang penting dalam bisnis. Ketika revenue terus mengalami kemerosotan, maka model bisnis perlu direview lagi.
      Sebelum munculnya OTT, orang-orang melakukan komunikasi suara dan pesan pendek/sms hanya bisa melalui operator telco. Semua layanan tersebut ditagihkan oleh operator telco, Bagi operator telco layanan voice dan sms ini merupakan sumber revenue yang sangat penting. Tetapi ketika muncul OTT, orang-orang bisa melakukan komunikasi suara dan pesan pendek tanpa harus membayar ke operator telco atas penggunaan layanan tersebut. Dengan demikian potensi revenue operator telco yang berasal dari layanan voice dan sms akan berkurang. Menurut penelitian yang dilakukan lembagan penelitian Ovum, aplikasi Whatsapp saja telah membuat operator telco di dunia kehilangan potensi revenue sebesar Rp. 221,2 trilyun.

      Delete
    15. @revenue merupakan hal penting dalam bisnis

      Apa yang mendasari pemikiran bahwa Revenue seolah menjadi dewa? Mari kita buka kembali topik mengenai Pengantar Laporan Keuangan. Sesuatu dipindahkan dari Laporan Laba Rugi ke Laporan Neraca Perusahaan pada akhir tahun, yaitu Retained Earning dan itu bukan Revenue.

      Di tengah bisnis yang menurun, dimana revenue menurun namun perusahaan tetap bisa mencatatkan laba yang baik melalui berbagai penghematan. Tapi harus diakui bahwa langkah ini kurang populer.

      "Menggenjot" revenue terlihat seperti satu-satunya cara. Namun itu bukan tujuan yang sebenarnya dari suatu usaha.

      Mari kita diskusikan lebih lanjut .... :)

      Delete
    16. Kembali kepada pertanyaan Bapak Fajar, mengapa bisnis dumb pipe bisa memberi tingkat pengembalian yang tinggi bagi penyelenggaranya saat itu?

      Karena faktor demand dan supply, seperti yang dijelaskan pada artikel di atas.

      Pada saat itu, supply terbatas karena teknologi circuit switch tidak memungkinkan berkembangnya layanan berbasis TCP/IP. Hal itu memungkinkan para operator memiliki posisi yang kuat untuk mengendalikan harga. Namun, akibat perkembangan teknologi packet switch, customer layanan voice call dan messaging pengguna produk operator di layanan circuit switch saat ini memiliki produk substituti dari layanan yang berkembang di atas jaringan TCP/IP. Akibatnya, supply layanan yang serupa menjadi tidak terbatas dengan kompetisi harga luar biasa karena teknologi layanan pesaing menawarkan tarif yang nyaris gratis.

      Kondisi diperburuk dengan perang tarif di industri telekomunikasi itu sendiri. Seandainya perang tarif tidak terjadi, menurut saya industri Telco masih bisa bertahan, walaupun tidak lagi bisa berjaya seperti dulu.

      Delete
    17. Kembali kepada pertanyaan Bapak Fajar, mengapa bisnis dumb pipe bisa memberi tingkat pengembalian yang tinggi bagi penyelenggaranya saat itu?

      Karena faktor demand dan supply, seperti yang dijelaskan pada artikel di atas.

      Pada saat itu, supply terbatas karena teknologi circuit switch tidak memungkinkan berkembangnya layanan berbasis TCP/IP. Hal itu memungkinkan para operator memiliki posisi yang kuat untuk mengendalikan harga. Namun, akibat perkembangan teknologi packet switch, customer layanan voice call dan messaging pengguna produk operator di layanan circuit switch saat ini memiliki produk substituti dari layanan yang berkembang di atas jaringan TCP/IP. Akibatnya, supply layanan yang serupa menjadi tidak terbatas dengan kompetisi harga luar biasa karena teknologi layanan pesaing menawarkan tarif yang nyaris gratis.

      Kondisi diperburuk dengan perang tarif di industri telekomunikasi itu sendiri. Seandainya perang tarif tidak terjadi, menurut saya industri Telco masih bisa bertahan, walaupun tidak lagi bisa berjaya seperti dulu.

      Delete
    18. Yth Pak Fajar,

      Melihat pengaruh OTT terhadap bisnis operator telekomunikasi, maka keluhan yang sama dari semua operator adalah trafik data naik signifikan tetapi tidak terhadap revenue. Saat ini layanan voice dan SMS masih menjadi penyumbang pendapatan operator, walaupun grafiknya cenderung datar (stagnan). Sementara layanan data dari sisi trafiknya meningkat tajam, namun masih dalam tahap pengembalian investasi dan belum menjadi revenue. Operator belum mendapatkan keuntungan maksimal, apalagi dengan adanya bisnis OTT tersebut.

      Pada saat ini bisa dikatakan industri telekominukasi memang tidak se-glamour beberapa tahun yang lalu dimana dengan revenue yang tinggi, sektor telekomunikasi adalah penyumbang PNBP yang cukup besar.

      Pertanyaannya jika revenue operator telekomunikasi semakin tergerus, apakah bisa sejalan dengan kebijakan pemerintah selalu menigkatkan targetkan PNBP dari sektor telekomunikasi ?

      Mohon masukan dari teman teman.

      Delete
    19. Dalam menjalani bisnis, yang terpenting adalah mendapatkan profit sebesar-besarnya bukan revenue, karena profit adalah merupakan hasil dari total pendapatan (revenue) dikurangi dengan total biaya (cost) yang dikeluarkan untuk produksi barang atau jasa.

      Seperti yang disampaikan Pak Fajar bahwa apabila revenue menurun, seperti dalam contoh kasus operator yang terancam dengan kehadiran OTT, maka agar operator masih bisa mendapatkan profit diperlukan strategi yang tepat.
      Beberapa strategi yang bisa dilakukan operator untuk memperbesar profit dan terutama menghadapi OTT adalah sebagai berikut:
      - melalui cost saving atau penghematan disisi operasional
      - menurunkan angka churn untuk minimalisasi hilangnya potensi revenue dan mencari peluang menaikan ARPU dari pelanggan existing, dengan menawarkan produk baru atau dengan bundling service.
      - mencari revenue generator yang baru melalui layanan bisnis M2M (machine to machine) dan big data analytics, dimana potensinya masih menjanjikan.

      Sumber : http://www.analysysmason.com/About-Us/News/Insight/Big-data-analytics-revenue-Apr2013/

      Delete
  4. Q4/204
    Apakah “revolusi” yang terjadi ini akan kembali ke sektor-sektor lain seperti perbankan, manufaktur, jasa, retail layaknya yang terjadi paska merger teknologi informasi dan komunikasi? Mengapa demikian?

    ReplyDelete
    Replies
    1. menurut saya dapat terjadi, karena dengan melakukan sistem merger dapat menggabungkan dua kekuatan pada bagian yang sama sehingga dapat menaikkan daya saing terhadap para kompetitor perusahaan. Selain sektor teknologi informasi kemungkinan revolusi dibidang lain sangat lah besar karena hal ini dapat menambah keuntungan dan tingkat produksi yang lebih besar karena dapat saling menguntungkan satu sama lain. tetapi yang menjadi pertanyaan saya, apakah dengan revolusi yang semakin pesat ini membawa dampak negatif kepada tingkat kepuasan customer ?

      Delete
    2. Setuju dengan pendapat Pak Marthin, malah saat ini sudah terjadi merger antara teknologi informasi dengan sektor lainnya, sebagai contoh adalah merger dengan sektor perbankan.
      Dimana nomor telepon seluler sudah bisa dijadikan nomor rekening bank sehingga kedua sektor saling menguntungkan karena inovasi ini, sehingga sangat dimungkinkan revolusi terjadi pada sektor lainnya.
      Informasi juga mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas sebuah perusahaan sehingga hampir semua sektor mengembangkan teknologi dalam memperoleh informasi.

      Delete
    3. "Revolusi" juga akan terjadi sektor perbankan, manufaktur, jasa dan retail. Yang sudah nampak adalah dengan menjamurnya bisnis online, berjualan tanpa perlu perlu toko riil. Berkembangnya layanan mobile payment yang memungkinkan transaksi cashless. Dan terakhir yang lagi hangat-hangatnya adalah penggunaan mata uang bitcoin.
      Revolusi ini bisa terjadi di sekor-sektor tsb. karena sektor-sektor tsb saat ini sudah terintegasi dengan sistem informasi. Sifat dasar manusia yang ingin mendapatkan layanan yang cepat, murah dengan kualitas yang baik akan merombak model yang ada sekarang ini sehingga akan didapat suatu model bisnis yang baru.

      Delete
    4. Perhatikan apa yang dikerjakan oleh 4 besar berikut ini (sumber: Wall Street Journal).
      "
      Facebook, Google, Amazon.com, Apple each want to own the digital platform where people communicate, shop and seek entertainment.

      Facebook seeks to pull more people and gather more knowledge about them for advertising purposes.

      Google aims to expand beyond delivering information, into tools for communication, entertainment and transportation and has designed laptops, smartphones, streaming-video devices, eyewear and watches, artificial intelligence and robotics.

      Apple and Amazon.com are plowing the proceeds of their core businesses into new arenas, such as video and payments.

      The four are competing to control as much possible as of tech ecosystem.

      Facebook and Google services are free. The more they know about their users, the more they can charge advertisers to reach potential customers.
      "

      Model bisnis, pelanggan, dan model profit benar-benar telah berubah. Kemana operator harus bergerak? Rasanya regulator juga tidak bisa menolong.

      Delete
    5. Sepertinya M/A (merger and acquisition) bisa terjadi pada tingkat industri. Dapatkah kita membayangkan bagaimana pola bisnis, pola kerja, model bisnis, dan model profit yang baru mempengaruhi hidup dan kehidupan kita?

      Delete
    6. Yang terbayang oleh saya dalam waktu dekat adalah merger antara industri telekomunikasi dengan industri otomotif. Fenomenanya sudah mulai terdengar seiring dengan konsep smart car, implementasi smartphone dengan city car, bahkan Google Driveless Car. Dan hal ini bisa diperkuat seiring dengan konsep bisnis Machine-to-Machine. Untuk model bisnis, saya masih beranggapan menggunakan pola bisnis berbasiskan service berkala karena yang dilakukan pengecekan bukan hanya bagian mesin tetapi juga kalibrasi sensor-sensor

      Delete
    7. Menurut pendapat saya bentuk bisnis yang paling besar kemungkinan untuk terjadi adalah kerjasama, dimana industri telekomunikasi melakukan bisnis B2B dengan industri yang lain.
      Salah satu bentuk bisnis model lain adalah dengan hadirnya System Integrator (SI), dimana SI ini yang akan menyediakan device/module dan mengintegrasikan antara sistem telekomunikasi dengan sistem milik industri (ERP/SAP), serta melakukan managed service terhadap sistem tersebut.

      Delete
  5. Q5/204
    Menurut Anda, apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pemangku kepentingan saat ini? Menurut UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, siapa saja mereka?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya, beberapa hal perlu dilakukan oleh para stakeholder, antara lain:
      1. Dari Pemerintah:
      a. Harus ada aturan mengenai tariff minimum layanan data sehingga tidak terjadi perang tariff yang membuat revenue operator menjadi sangat kecil
      b. Segera mengeluarkan UU yang mengatur konvergensi sehingga resource dapat digunakan bersama sehingga dapat meningkatkan efisiensi operator
      c. Segera mengeluarkan regulasi mengenai LTE, yang secara teoritis merupakan teknologi dengan efisiensi frekuensi yang tinggi

      2. Dari Operator:
      a. Operator berkonsolidasi untuk membuat layanan OTT, misalnya berupa instant messanging. Menurut berita
      http://www.the-marketeers.com/archives/41-juta-masyarakat-indonesia-miliki-smartphone-95nya-digunakan-di-rumah.html#.UyFQF9KSyE4
      jumlah pengguna smartphone di Indonesia sebesar 41jt (sekitar 9% pengguna whatsapp sebesar 430jt), berarti jika operator di Indonesia berkonsolidasi membuat OTT, maka ada peluang untuk bersaing dengan OTT luar negeri karena sudah memiliki basis pelanggan yang besar.
      b. Mengupgrade jaringan ke HSPA+ 42Mbps. Hal ini dilakukan karena regulasi belum ada sehingga roll out LTE belum bisa dilakukan. Dengan kapasitas yang lebih lebar, maka pendudukan kanal radio semakin singkat sehingga ada kemunginan pelanggan akan membeli paket dengan kuota lebih besar dan memberikan ARPU yang tinggi bagi operator
      c. Bekerja sama dengan penyelenggara OTT, terutama dalam membuka akses billing center dimana pengguna OTT bisa membayar layanan OTT melalui operator

      Menurut UU 36 Tahun 1999, stakeholder di bidang telekomunikasi adalah:
      1. Penyelenggara Telekomunikasi (perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara)
      2. Pengguna (perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah)

      Demikian pendapat saya

      Thanks & regards,
      Anton MT'13

      Delete
    2. yang dilakukan adalah duduk bersama dan saling musyawarah untuk mendapatkan keputusan terbaik untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas telekomunikasi di negeri ini, karena menurut saya yang berkepentingan disini sudah terlalu banyak mengorbankan customer sebagai pemakai jasa layanan,sehingga dalam masa telekomunikasi saat ini perlu diperhatikan lagi. mereka yang berkepentingan menurut UU 36 Tahun 1999 adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik
      Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.

      Delete
    3. Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita temukan dahulu akar persoalannya. Jangan-jangan apa yang selama ini diributkan hanyalah salah satu fenomena.

      Mari kita pertimbangkan, apakah fenomena ini pernah terjadi sebelumnya? Mungkin pernah saat-saat terjadi perubahan teknologi telekomunikasi dari telegram ke telepon kabel, lalu ke mobile. Rule nya berbeda dan tentunya game nya juga dong.

      Investasi yang dahulu menjadi tidak benilai dan menjadi sunk cost .

      Incumbent pasti berusaha untuk bertahan tapi pasar sudah berjalan ke arah yang berlawanan. Itu wajar-wajar saja. Tetapi untuk tetap eksis harus melakukan transformasi bisnis tidak cukup hanya dengan melakukan reformasi atau penyesuaian.

      Apakah demikian?

      Delete
    4. @ usulan tarif minimum.

      Menetapkan tarif minimum tentu mengundang konsekuensi tertentu jika dilihat dari sudut pandang etika bisnis. Bagaimana jika ternyata di pasar harga minimum tersebut justru menurunkan demand?

      Artinya secara etis harus menyiapkan dana cadangan untuk menutupi kerugian yang timbul. Ini berlawanan dengan semangat WTO dan sejumlah UU di negeri ini.

      Apakah demikian pak?

      Delete
    5. Dear Pak Fajar,
      Menurut pendapat saya, berdasarkan Telecommunication Regulation Handbook Chapter 1, Gambar 1.3, untuk menuju jalan kompetisi penuh, setiap negara pasti melewati fasa kompetisi parsial dimana di dalamnya regulator bisa menetapkan tarif untuk layanan.
      Mengapa perlu tarif minimum?Operator inkumben biasanya memiliki banyak layanan yang diberikan, layanan yang menjadi "sapi perah" (yang mendatangkan uang dengan pasti) bisa jadi digunakan untuk mensubsidi layanan yang sedang menjadi "bintang" yang memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Jika operator inkumben melakukan hal tsb, maka sulit bagi pemain baru untuk dapat bersaing karena mereka mungkin hanya memiliki satu layanan yang dijual ke pelanggan. Dengan harga sangat murah karena harus bersaing dengan inkumben, operator pemain baru bisa2 tidak "hidup lama".
      Tanpa ada pemain baru yang bersaing dengan inkumben, kompetisi penuh tidak akan tercapai karena pada akhirnya hanya akan terjadi monopoli.
      Selain itu, kebijakan pemerintah selalu menargetkan PNBP dari sektor telekomunikasi naik tiap tahun, sehingga menurut saya, regulator harus menetapkan tarif minimum supaya operator bisa membayar PNBP tsb yang nilainya lumayan besar.
      Jadi, jika suatu saat inkumben dijamin tidak melakukan subsidi biaya layanan dan PNBP tidak ditargetkan naik tiap tahun, saya rasa regulator wajib untuk meniadakan aturan tarif minimum ini.
      Demikian pandangan saya Pak Fajar.

      Thanks & regards,
      Anton MT'13

      Delete
    6. Dear Pak Fajar,
      Mohon maaf sebelumnya, mengenai fenomena perubahan teknologi telekomunikasi, menurut saya fenomena yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Dulu perusahaan telco bersaing dengan perusahaan telco, menawarkan jasa yang sama (voice & sms), ketika ada peralihan dari telegram ke telepon kabel kemudian ke wireless, banyak infrastruktur yang dapat digunakan terutama jaringan transmisi kabel karena teknologi transport masih sama (misal:circuit switch), sehingga operator telco tidak terlalu kesulitan dalam melakukan penyesuaian.
      Saat ini, seperti artikel di atas, dengan masuknya teknologi IP pada industri telco membuat persaingan menjadi semakin ketat dimana pesaing bisa berasal dari luar industri telco. Sebagai contoh, vendor telco saat ini bersaing dengan vendor IT, operator telco bersaing dengan pemain OTT.
      Itu perbedaan yang terdapat pada fenomena yang dulu dan sekarang. Saya setuju bahwa operator harus melakukan transformasi. Sebenarnya vendor telco telah bertransformasi terlebih dahulu dimana vendor telco saat ini juga menguasai teknologi IT untuk dapat bersaing. Oleh sebab itu, belajar dari vendor telco, maka saya mengusulkan bahwa operator jangan hanya terpaku pada penyediaan jaringan atau layanan tradisional tetapi juga harus mulai berjualan konten supaya dapat ikut meraup keuntungan dari konten seperti yang dilakukan oleh perusahaan OTT.
      Konten sendiri sebenarnya bermacam-macam, tidak hanya instant messanging atau social media. Bisa saja operator telco menawarkan layanan IPTV, aplikasi (di bidang kesehatan, pemerintahan, pendidikan, dsb) yang dibundling dengan sewa jaringan.
      Demikian pandangan saya Pak Fajar, semoga berkenan.

      Thanks & regards,
      Anton MT'13

      Delete
    7. @usulan tarif minimum

      Saya tidak sependapat dengan perlunya menetapkan tarif minimum layanan data karena tarif tersebut berada di domain retail, dan perang tarif merupakan konsekuensi dari kompetisi yang dinamis. Memang diakui wacana pengaturan tarif retail terlihat menarik dan merupakan isu yang seksi karena setiap pelanggan tentu ingin harga yang lebih rendah (referensi kepada harga layanan sebelumnya atau penawaran provider lain). Namun demikian, intervensi harga retail di pasar layanan data akan memberikan resiko terhadap perkembangan pasar ke depan. Pasar layanan data saat ini belum matang, masih dalam tahap pembentukan, dan prospek permintaannya (demand) masih memiliki ketidakpastian. Dalam melihat kematangan pasar, perlu dibedakan antara:
      (1) number of physical connection;
      (2) utilisation and application of the physical connection

      Sebagai contoh, sebagai pelanggan layanan data, apakah pengguna instant messaging (BBM/LINE/WA/dsb) adalah pengguna broadband? Menurut saya tidak, karena lebih cocok hanya dianggap sebagai pengguna internet connection (poin 1) dan sifatnya "low traffic". Populasi pelanggan model ini disinyalir lebih banyak dibanding pelanggan yang berorientasi pada poin (2) dan justru menjadi sasaran empuk operator karena profit margin yang diperoleh bisa lebih besar. Namun demikian, apakah pada kasus ini bisa dikatakan pasar layanan data dalam keadaan matang? Tidak, dan jika dilihat jauh ke depan, demand layanan data malah menjadi sulit berkembang...karena hanya transformasi dari demand layanan SMS menjadi demand layanan instant messaging.

      Harga dan kualitas sangat berkaitan dengan biaya di komponen hulu dan tingkat pengembalian investasi. Biaya di komponen hulu meliputi biaya konektivitas internasional, biaya backbone nasional (intra-city, inter-city, inter-island), dan biaya jaringan backhaul. Ketimbang menerapkan usulan tarif minimum, akan lebih baik jika fokus pada efisiensi biaya komponen hulu.

      Hal yang sebaiknya dilakukan oleh pemangku kepentingan adalah melihat kembali bisnis telekomunikasi saat ini dan ke trend ke depannya untuk menentukan mana yang perlu diatur dan mana yang diserahkan sepenuhnya pada kompetisi, mana yang perlu dikelola secara khusus dan mana yang dibuka untuk peluang usaha, mana yang merupakan tataran sumber daya (resource) dan mana yang merupakan tataran layanan (service). Tidak perlu ada UU khusus yang mengatur tentang konvergensi, yang diperlukan adalah kejelasan koridor pengaturan.

      ....Bahkan layanan penyiaran (broadcast service) televisi maupun radio pun pada hakikatnya adalah layanan telekomunikasi simplex dengan video/audio sebagai konten, dan menggunakan pola transmisi point-to-area

      Delete
    8. Menanggapi usulan tarif minimum Pak Fajar, menurut saya perang tarif merupakan suatu fenomena yang wajar di dalam dunia usaha yang bersaing dan tidak bisa dihindari. Sehingga hal ini kemudian membuat pelaku usaha selalu berusaha berlomba-lomba untuk memberikan tarif atau harga yang serendah-rendahnya kepada para konsumen, agar produk mereka bisa menjadi pilihan dari konsumen. Jadi oleh sebab itu persaingan atau perang tarif diantara operator jasa telekomunikasi tidak perlu dirisaukan, karena itu merupakan suatu hal yang lazim bagi dunia usaha. Dan bagi operator jasa telekomunuikasi yang tangguh persaingan atau perang tarif merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi bukan dihindari.
      Sedangkan jika tujuan pengaturan penetapan tarif minimum diarahkan untuk mencegah terjadinya praktek predatory pricing yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat di dalam pasar, sepertinya ketentuan itu akan mubazir. Dan kondisi yang sekarang terjadi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada industri transportasi udara komersial beberapa tahun yang lalu (yang juga sempat dituduhkan telah terjadi praktek predatory pricing pada waktu itu dan sampai sekarang hal itu tidak terbukti), yang akhirnya kondisi tersebut kemudian yang membawa industri transportasi udara komersial berkembang luar biasa.
      Terlebih sekarang sudah ada Undang-undang Persaingan Usaha dan lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang sudah barang tentu tidak akan tinggal diam apabila melihat adanya indikasi terjadinya praktek persaingan atau perang harga yang sudah menjurus ke predatory pricing atau praktek persaingan usaha tidak sehat lainnya yang dilakukan oleh operator jasa telekomunikasi.

      Delete
    9. Menambahkan pendapat dari mas anton, disebutkan pula dalam buku telco regulation handbook. Jika pasar tidak memungkinkan melaksanakan kompetisi yang efektif maka regulator bisa mengatur penetapan tarif namun perlu dicatat pengaturan tarif ini di perlukan jika:
      1. Tarif terlalu tinggi
      Jika suatu operator yang memiliki market yang besar (dominan) menetapkan tarif terlalu tinggi diatas tarif level kompetisi, maka bisa menekakan permintaan akan layanan tersebut sehingga akan berakibat (menurunnya) kesejahteraan sosial dan ekonomi.

      2. Tarif yang menghambat persaingan kompetisi
      Beberapa contoh penetapan tarif-nya adalah:
      a. Cross-subsidization
      biasanya operator menjual dua layanan di dua pasar : pasar yang kompetitive dan pasar yang tidak kompetitif (pemain pasarnya sedikit atau hanya dikuasai operator tersebut). produk yang ada di pasar non-kompetitive memiliki harga yang rendah, dan produk yang ada di pasar kompetitive dijual dengan harga tinggi.

      b. Predatory pricing
      Operator menurunkan harga dibawah cost yang dikeluarkan sampai competitor tersebut mengalami kerugian dan keluar pasar. setelah kompetitor tersebut keluar pasar, harga akan dinaikkan kembali sampai bisa menutup kerugian sebelumnya.

      Delete
    10. Mengomentari usulan tarif minimum.

      Menurut saya, penerapan tarif minimum bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Dengan jumlah operator telco yang banyak, dan munculmya pesaing baru berupa OTT yang menawarkan layanan dengan harga yang lebih murah maka bukan tidak mungkin penerapan tarif minimum akan membuat menjadi bumerang bagi operator telco. Apalagi dengan trend industri telekomunikasi yang freemium akan membuat penerapan tersebut menjadi tidak populer.
      Yang perlu dilakukan saat ini adalah :
      - Pemerintah perlu membuat regulasi mengenai OTT terutama yang terkait mengenai kepentingan orang banyak, seperti masalah keamanan data pelanggan, privasi, dan perlindungan penyalahgunaan data. Pemerintah harus tegas ketika ada OTT yang menyalahi regulasi yang telah ditetapkan.
      - Operator perlu melakukan transformasi bisnis dari yang semula mengandalkan layanan konservatif voice dan sms, mulai mengembangkan layanan-layanan baru seperti data, konten dan M2M. Tidak menutup juga untuk bekerjasama dengan OTT atau menjadi OTT.
      Dalam proses transformasi bisnis ini perlu dukungan regulator dengan memberikan kemudahan-kemudahan operator telco untuk berinovasi.

      Delete
    11. Sepertinya kita belum menjawab pertanyaan Q5/2014 ini deh ...

      Delete
    12. diskusinya jadi melebar pak hehehe...
      Dari UU 36/1999, pemangku kepentingan pembuatan kebijakan adalah Pemerintah (pembinaan), Masyarakat (penyampaian pemikiran dan perkembangan yang berkembang), dan Penyelenggara itu sendiri.

      Menurut saya, yang perlu dilakukan adalah:
      1. Pemerintah, penyelenggara, masyarakat
      - mencermati trend eksternal dan membuat daftar terbatasnya berdasarkan tingkat bobot dampak resikonya (analisis resiko)
      - mengelaborasi peluang yang memungkinkan untuk meminimalkan dampak resiko (analisis peluang)
      - merumuskan metode mitigasi faktor eksternal

      2. Pemerintah dan Penyelenggara
      - mengevaluasi trend internal industri, termasuk di dalamnya upaya yang dapat dilakukan untuk menekan OPEX (sumber listrik dengan harga lebih murah? dan sebagainya) maupun CAPEX (eliminasi biaya ordonansi Pemda? backbone diselenggarakan oleh negara? dan sebagainya)
      - mengupayakan pengembangan pasar (edukasi) untuk wilayah non kota
      - mengupayakan aksesibilitas fasilitas publik untuk dapat ditumpangkan penyelenggaraan jaringan (misal: sepanjang pinggiran jalur kereta dibuat pagar khusus untuk saluran listrik, persinyalan KA, dan jalur serat optik telekomunikasi)

      3. Pemerintah dan Masyarakat
      - Mengelaborasi roadmap kebutuhan layanan minimal untuk jangka waktu 5-10 tahun ke depan
      - rantai edukasi sesama masyarakat sehingga menaikkan intelektualitas dan dengan sendirinya meningkatkan potensi demand

      4. Penyelenggara dan Masyarakat
      - Mengelaborasi skema dasar layanan yang fleksibel bagi konsumen, tapi tetap menguntungkan (profitable) bagi penyelenggara

      5. Penyelenggara
      - mengevaluasi trend internal perusahaan untuk memetakan kekuatan dan kelemahan menuju transformasi bisnis

      6. Masyarakat
      - mencermati perkembangan penyusunan regulasi agar tetap sesuai dengan kerangka pembangunan nasional

      7. Pemerintah
      - menyederhanakan struktur jenis izin penyelenggaraan telekomunikasi

      Delete
  6. Q6/2014
    Keluhan dari hampir semua operator adalah data traffic naik signifikan, begitu juga dengan cost tetapi tidak terhadap revenue perusahaan. Kesannya, bisnis jaringan data tidak menguntungkan.

    Apakah ini suatu yang benar-benar terjadi?

    Ataukah ini baru sebatas dugaan?

    Jika memang benar demikian, strategi apa yang Anda sarankan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. menurut saya bisnis jaringan kurang menguntungkan jika hanya mengandalkan pemasukan dari penyewaan jaringan saja. strategi yang perlu dilakukan operator adalah mengembangkan layanan-layanan baru atau bekerja sama dengan OTT untuk mendapatkan sumber pemasukan baru serperti langkah telkomsel yang menggandeng LINE, Indosat yang menggandeng kakaotalk dan sebagainya. Selain bekerja sama dengan OTT operator juga mulai mengembangkan layanan e-money, seperti telkomsel yang mengeluarkan produk t-cash, xl yang mengeluarkan produk dompetku. selain itu pihak operator juga bekerja sama dengan perbankan untuk melahirkan fitur branchless banking, contohnya adalah t-bank, dan rekening ponsel (mengambil uang di atm tanpa menggunakan kartu ATM).
      Dari tren-tren tersebut terlihat bahwa operator berusaha untuk menambah service yang diberikan kepada konsumen dari yang semula hanya penyedia jaringan menjadi penyedia layanan atau konten.

      Delete
    2. Tidak bisa dipungkiri perubahan gaya hidup menyebabkan koneksi data yang tadinya bersifat tersier saat ini menjadi suatu kebutuhan manusia yang bersifat primer, dimanapun kapanpun user selalu ingin terkoneksi ke jaringan, menyebabkan naiknya data traffic secara signifikan. Hal ini ditanggapi oleh operator dengan membangun infrastruktur yang dapat memenuhi kebutuhan user ini, bahkan dalam beberapa tahun ke depan operator seluler disinyalir tidak akan membangun BTS 2G dan lebih fokus kepada layanan data dengan membangun dan meningkatkan coverage & capacity melalui pembangunan NodeB.
      Mengapa dikatakan revenue tidak naik secara linear seiring dengan kenaikan traffic data? Karena pada masa jayanya dulu, seluruh 'kue' hanya dimakan oleh operator saja sebagai pemilik jaringan. Sedangkan dengan berkembangnya teknologi, digelarnya layanan Packet Switching dan maraknya layanan berbasis TCP/IP memungkinkan masuknya OTT pada lini bisnis ini, menawarkan berbagai layanan baru yang menarik minat pelanggan, 'kue' yang tadinya hanya dikonsumsi sendiri kini harus berbagi dengan OTT padahal OTT sendiri tidak berkontribusi pada proses 'pembuatan kue' ini. Tidak adil? Tentu pada awal masuknya OTT ini operator seluler merasa 'dicurangi', namun saat ini kita liat monetisasi terhadap OTT sudah mulai dilakukan oleh operator seluler di negeri kita, dapat melalui zero-rating ataupun carrier billing.
      Zero rating adalah kondisi dimana operator menggratiskan akses data untuk user menuju satu aplikasi tertentu, dan sebagai gantinya OTT selaku pemilik aplikasi tersebut akan membayarkan subsidi bujet pulsa data dan biaya promosi kepada operator seluler.
      Selain itu dapat melalui carrier billing yang dapat memudakan pembelian konten melalui pulsa
      Di samping itu, operator seluler juga berusaha membangun berbagai aplikasi dan konten sendiri sesuai dengan minat penggunanya, dapat berupa aplikasi sosial media, musik, film maupun game
      Solusi dari masalah ini bukan menutup diri dan akses ke jaringan namun mencari model bisnis yang paling tepat agar dapat memberi keuntungan bagi semua pihak

      Delete
    3. Mencoba menambahkan jawaban pertanyaan mengenai strategi yang sebaiknya dilakukan oleh operator. Saya melihat hal ini sebagai perubahan paradigma bisnis, dari yang berbasis voice menjadi bisnis yang cendrung ke arah data traffic. Fokus saya adalah, jika ada perubahan paradigma dalam hal bisnisnya (dilihat dari trafficnya), apakah perubahan ini juga sudah diikuti dengan perubahan metoda kalkulasi revenue yang berbeda?, ataukah masih menggunakan metoda kalkulasi yang sama seperti yang digunakan pada saat bisnis telekomunikasi masih dominan berbasis voice traffic ? Jika perubahan paradigm bisnis ini tidak sejalan dengan perubahan metoda kalkulasi revenuenya, mungkinkah ini yang menyebabkan bisnis jaringan data terkesan tidak menguntungkan ?

      Dari beberapa artikel yang saya pelajari, pada awal jaringan 3G dan layanan mobile broadband dikembangkan, sebagian besar operator menawarkan tarif data terbatas (limited) selama periode penagihan. Namun, seiring dengan peningkatan pesat penetrasi smartphone dan pertumbuhan mobile data data secara eksponensial beberapa tahun terakhir, operator mendapat tekanan besar dalam hal kapasitas dan kecepatan jaringannya.

      Kebutuhan pelanggan sudah tidak dapat dibatasi lagi. Operator dituntut untuk dapat menawarkan data tak terbatas secara bertahap dengan menerapkan tarif berjenjang, sehingga jumlah billing yang harus dibayarkan oleh pelanggan meningkat dengan tingkat konsumsi data yang mereka gunakan selama periode penagihan.

      Tentu saja hal ini mempunyai dua sisi yang saling memberikan pengaruh. Satu sisi dapat meningkatkan revenue, disisi lain jika kebijakan tariff baru dianggap terlalu mahal, akan mengakibatkan pelangggan beralih ke operator pesaing lainnya. Jadi menurut saya strateginya adalah meninjau kembali pricing model mengikuti paradigma bisnis yang baru, sebagaimana yang telah diterapkan beberapa operator telekomunikasi luar.

      Delete
    4. Jika kita kaitkan dengan konsep manajemen strategis, peninjauan pricing model ini merupakan bagian dari proses pengkajian ulang, pengevaluasian, dan pengendalian strategi terhadap perubahan perubahan yang terjadi dalam industri bisnis itu sendiri. Sehingga dapat mengantisipasi berubahan tersebut dengan menyusun strategi baru selanjutnya.

      Mohon tanggapan lebih lanjut dari Pak Fajar dan rekan-rekan Manstra lainnya.

      Delete
  7. Model bisnis seperti apa yang cocok utk operator indonesia yg mengalami penurunan trend revenue dan industri telco?
    Apakah lte bs membatu mengembalikan trend tsb?
    Dua pertnyaan tsb menjadi sangat membuat "galau" jika kita lihat dr data lap.keuangan operator telco,dimana sbgian bsr revenue msh diperoleh dr sektor layanan 2G namun traffic data naik signifikan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. LTE hanyalah teknologi. Tidak akan membantu revenue operator jika operator tidak tepat dalam menentukan charging layanannya.

      Delete

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajementelekomunikasi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.

---

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger