DALAM PERANCANGAN RENCANA UNDANG-UNDANG SEKTOR TELEKOMUNIKASI
oleh: Djamhari SiratBergabungnya Indonesia ke dalam organisasi WTO (World Trade Organization) turut mendorong lahirnya Undang-undang Nomor36 Tahun 1999 menggantikan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi di Indonesia. UU 36/1999. Undang-undang ini menghapus hak monopoli yang diberikan kepada badan usaha tertentu dan mendorong terbentuknya iklim persaingan bebas di sektor telekomunikasi Indonesia. Pemerintah mengikuti kesepakatan dengan WTO dan melepas peranannya sebagai pengelola kepada Swasta.
Implikasinya memang cukup fenomenal bagi pertumbuhan telekomunikasi Indonesia. Diantara keberhasilan UU 36 /1999 yang mengemuka diantaranya adalah pertumbuhan pelanggan telepon di Indonesia (Gambar 1) paska diberlakukannya UU 36/1999.
Gambar 1. Perkembangan Teledensitas di Indonesia (sumber: Depkominfo) |
Namun seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi informasi mendorong terciptanya iklim konvergensi pada berbagai sektor termasuk sektor telekomunikasi. Namun, perubahan yang dibawa kali ini diperkirakan bersifat struktural dan tidak sektoral (di luar domain telekomunikasi) seperti yang terjadi sebelumnya.
Pada era konvergensi akan terjadi penyatuan layanan dari 3 (tiga) bidang yang selama ini masih berjalan sendiri-sendiri (Gambar 2).
Gambar 2. Pusaran Konvergensi |
Gambar 3 menunjukkan sejumlah trend yang mungkin saja terjadi pada industri telekomunikasinya di berbagai negara saat ini.
Gambar 3. Sejumlah Trend Yang Mungkin Terjadi Saat Ini |
Tugas
Tugas mahasiswa pada studi kasus kali ini adalah menemukan pokok-pokok pemikiran yang menurutnya perlu diperhatikan dalam penyusunan Rencana Undang-Undang Konvergensi. Ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut:- Bersifat individu.
- Setiap mahasiswa menyampaikan paling sedikit sebuah pokok pemikirannya yang unik – harus berbeda dengan mahasiswa yang lain.
- Duplikasi atau kemiripan dengan sebelumnya dianggap bukan kontribusi sehingga tidak mendapatkan penilaian (teridentifikasi dari waktu posting).
- Pokok-pokok pemikiran disampaikan pada platform yang telah disediakan diwajibkan menjawab pertanyaan yang muncul.
- Tahap ini berlangsung selama 2 (dua) minggu sejak tugas ini diberikan dan diakhiri dengan penyusunan makalah yang dikumpulkan 1 (satu) minggu setelah jadwal UAS berakhir.
- Tema makalah adalah pokok-pokok pemikiran yang relevan untuk RUU Konvergensi di Indonesia. Bahan dapat menggunakan pokok-pokok pemikiran yang telah diidentifikasi bersama pada platform.
- Gunakan format baku.
Pemikiran Awal
Dalam studi kasus ini, pokok-pokok pemikiran yang telah kami identifikasi di awal ini adalah:- Keunggulan yang ingin dicapai atau dipertahankan sebagai bangsa (bukan sektoral)
- Para stakeholder utama, kepentingan, peluang dan risiko masing-masing
- Kekuatan dan kelemahan yang perlu dikelola lebih baik
- Arah dari perkembangan teknologi, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
- Pengalaman negara-negara sahabat yang berupa tindaklanjut dari pelaksanaan undang-undang konvergensi di negaranya masing-masing (kembangkan dari Tugas #5)
- Ruang lingkup regulasi itu sendiri.
Selamat bekerja dan berkontribusi.
Pemikiran yang perlu dipertimbangkan dalam Rencana Undang-Undang Konvergensi adalah peningkatan penggunaan ICT untuk mendukung Asean Free Labour Agreement (AFLA) mulai tahun 2015
ReplyDeleteMenurut saya pokok pemikiran yang perlu di perhatikan dalam penyusunan rencana undang-undang konvergensi selain dari 6 pokok pikiran yang sudah di sampaikan diatas adalah :
ReplyDelete- Bersifat lebih fleksibel terhadap perubahan teknologi dalam menerapkan teknologi netral dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut pemikiran saya, sebuah rencana Undang undang konvergensi bidang telekomunikasi yang diajukan tidak hanya memikirkan bagaimana cara menyatukan 3 sektor tersebut (telekomunikasi, broadcasting & Internet) tetapi juga harus mempertimbangkan regulasi regulasi yang telah ada ataupun yang akan dibuat. Jadi diperlukannya suatu sinergi & kerjasama antar berbagai kementerian supaya dapat menghasilkan suatu regulasi yang bermutu (Boby Riantori)
ReplyDeleteAturan yang perlu diperhatikan adalah yang mengatur tentang Over The Top(OTT)Player sehingga para operator nantinya tidak lagi hanya dijadikan sebagai 'Dumb Pipe' saja, hal tersebut penting karena kedepannya diramalkan bahwa bisnis konten akan semakin meningkat. Aturan OTT Player tersebut harus mampu melindungi operator penyedia jaringan, OTT Player lokal serta memungkinkan kerjasama antara OTT player Lokal dan OTT Playet Internasional (Google, Facebook, Youtube,dll)
ReplyDeletePemikiran lain yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah perlunya regulasi yang jelas dan tegas untuk mengatur infrastructure sharing antara beberapa operator, vendor atau perusahaan tertentu.
ReplyDeleteInfrastruktur sharing yang seperti apa ni mas alief ?
Deletemungkin bisa dijelaskan gambarannya secara umum......
Thanks
regulasi insfrastrukur sharing yang seperti apa ya mas alief ??
DeleteMungkin bisa dijelaskan secara umum,,, thanks
infrastructure sharing dapat dilakukan pada berbagai titik jaringan dan luas cakupannya. Baik seperti kerjasama antara XL dgn Axis dimana RAN (Radio Access Network) milik XL disewa oleh Axis dengan batasan volum pemakaian tertentu sehingga customer Axis dapat memperoleh sinyal dari site-site outer Java Balonsum milik XL, maupun kerjasama-kerjasama penggunaan infrastruktur bersama di masa depan. Operator dapat bekerja sama sharing infrastruktur dengan beberapa operator lain si sisi Backbone, RAN, RAN+Core, VAS node, upstream dan lain-lain bergantung pada kapasitas jaringan yang akan digunakan bersama. Menurut saya, karena teknologi ICT menuju ke arah konvergensi, suatu titik yang sama, tentunya infrastrukturnya akan menyatu juga nantinya. Hal inilah yang harus dipersiapkan perangkat regulasinya sebelum terlambat.
DeletePerubahan teknologi membutuhkan regulasi baru, tidak bisa dengan menambahkan regulasi yang ada saja. Perlu di buat suatu regulasi baru dengan cakupan yang luar menyangkut teknologi baru. Karena beberapa pokok pikiran dalam pembangunan bisnis telekomunikasi dan pembentukan regulasi oleh pemenritah adalah :
ReplyDelete1. Regulasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga regulasi haruslah melihat kondisi kebutuhan dalam negeri, karena itu kebijakan dan regulasi tergantung dengan negaranya masing-masing. Kompetisi bukanlah suatu tujuan akhir, tetapi merupakan cara untuk menciptakan penyelenggaraan telekomunikasi yang efisien. Kompetisi bisnis telekomunikasi di Indonesia saat ini terbukti berjalan stagnan baik dalam penetrasi dan kualitas layanan. pkompetisi liberal ternyata hanya dapat diterapkan pada segmen masyarakat yang mempunyai kategori mampu. Hal ini menorong pada pemerintah untuk menciptakan kebijakan dan regulasi berdasarkan kemampuan dan kondisi bangsa Indonesia.
2. Titik berat pada kompetisi adalah karakteristik pasar yang cenderung memperkuat posisi incumbent. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, fiture dan jasa membuat kopetisi menjadi sangat rawan. Karena itu pemerintah perlu membuat format kompetisi jangka panjang yang dapat mengikuti arah perkembangan bisnis telekomunikasi.
3. Arah kebijakan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam era konvergensi di tengah tengah WTO adalah :
• Kebijakan untuk consumer protection, privacydan lawfull interception
• Extra teriterioal service provider
• Intelektual property right
• Efisiensi spektrum manajemen
4. Keterkaitan dan dinamika indikator kompetisi tersebut di atas sangat ditentukan oleh struktur industri yang merupakan muara interaksi antara pemerintah, badan regulasi, penyelenggara, dan masyarakat pengguna. Peninjauan kembali terhadap struktur industri dilakukan dengan mengacu pada aspek teknologi, aspek kebijakan, dan aspek kelembagaan regulasi
menyambung usulan dari Mas Ade, kedepannya hanya akan ada kurang dari 10 aplikasi OTT terpopuler yang digunakan oleh smartphone user. hal ini perlu di proyeksikan dan dikategorikan oleh regulator agar OTT player tersebut dibuatkan suatu regulasi pentariffan khusus agar tidak mematikan operator dan tetap menguntungkan OTT player. faktanya traffic internet operator lebih dari 80% nya dikuasai oleh kurang dari 3-4 OTT player.
ReplyDeleteMenyambung Mas Hendra
ReplyDeleteSangat setuju,,
karena jumlah pengguna OTT Player contohnya facebook di Indonesia di tahun 2011 mencapai lebih dari 41 juta pengguna atau menempati peringkat kedua di dunia (sumber : http://top10.web.id/geografi/top-10-negara-pengguna-facebook-terbesar-2011) belum lagi dengan pengakses google yang notabene pengguna internet indonesia kebanyakan selalu mengakses situs google....
total pengguna internet di Indonesia di tahun 2011 saja mencapai kurang lebih 55 juta,, (sumber : http://tekno.kompas.com/read/2011/10/28/16534635/Naik.13.Juta..Pengguna.Internet.Indonesia.55.Juta.Orang)
Sehingga jika ada aturan yang lebih tegas terhadap OTT mengenai pentarifan khusus tidak akan berpengaruh terhadap minat OTT Player dalam berbisnis di Indonesia.....
Bukan hanya aturan ketat yang harus diperhatikan,,
akan tetapi, regulator bisa bekerja sama dengan operator lokal untuk menciptakan OTT yang bisa menyamai OTT Luar...
Kekuatan suatu OTT erat kaitannya dengan inovasi yang ditawarkan suatu OTT. Kalau Indonesia mau maju di OTT, peraturan tentang inovasi terutama yang berhubungan dengan paten dan hak cipta harus dibuat dan ditegakkan juga. Menurut Mas Zie, apakah lebih baik peraturan tersebut lebih mendorong agar inovator asing bekerjasama dalam hal OTT di Indonesia atau membuat agar Indonesia menjadi inovator di negeri sendiri dengan memblokir/mempersulit inovator asing yang ingin ke Indonesia? inovasi dan inovator di sini tentunya yang berkaitan dengan OTT di era konvergensi
DeleteKalau menurut saya mas,,,,,,
DeleteBisnis OTT Player sudah masuk ke dunia ataupun Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu,,
Namun khususnya untuk di negara Indonesia, yang masuk ke Indonesia hanyalah berupa bisnisnya saja, bukan berupa R&D nya. sungguh sangat disayangkan karena jika R&D mereka masuk ke Indonesia kemungkinan besar Bisnis telekomunikasi di Indonesia (Operator) sudah banyak berbicara di dunia,,,,,
Beberapa aturan yang tegas yang dimaksudkan untuk diusulkan adalah :
1. Menekankan kepada para OTT Player agar mau menempatkan R&D mereka di Indonesia.....
2. Pentarifan khusus yang tidak mencekik para operator, minimal pembagian hasil bisnisnya yaitu sama rata...
Menurut mas Zie, apa yang bisa kita tawarkan supaya OTT player mau berinvest dengan mendirikan RnD di Indonesia? :)
DeleteMakasih.
(Erfin Budi Sulistyanto)
Menurut saya salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi pokok pemikiran dalam penyusunan rencana atau rancangan Undang-Undang Konvergensi ini adalah bagaimana menyelaraskan regulasi-regulasi lain yang terkait seperti aturan kompetisi, kebijakan pembangunan infrastruktur di lingkup nasional dan daerah, kebijakan pengembangan industri nasional, aturan perdagangan, aturan kerjasama dan model bisnis, pengawasan dan penegakan hukum, paten dan hak cipta, roadmap telekomunikasi dan penyiaran, kebijakan industri dan pembangunan sektor teknologi informasi, rencana pembangunan dan kebijakan keuangan, kebijakan investasi dan lain sebagainya.
ReplyDeleteMaka dengan mengetahui posisi kendala dan permasalahan yang ada, kita dapat menentukan kebijakan konvergensi yang pas untuk kondisi saat ini dan prasyarat yang diperlukannya sehingga efektivitas dari UU ini tidak terkendala dengan kondisi dan permasalahan yang ada. Tahapan dan strategi untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu dirumuskan terlebih dahulu.
Untuk lebih jelasnya, Indonesia perlu menggali jati diri kebangsaannya terkait kebijakan di bidang ICT. Artinya, dalam hal apa kita akan menonjolkan diri di tengah bangsa-bangsa lain di dunia. Keunggulan apa yang kita miliki yang memiliki daya saing yang kuat. Apakah kita akan menonjol di industri perangkat keras, perangkat lunak, jasa perdagangan, riset, penyedia tenaga ahli, atau industri kreatif seperti content dan hiburan.
DeleteDengan menilai kelemahan dan keunggulan yang dimiliki, menyelaraskan dan merevisi aturan yang ada maka akan dapat disusun strategi dan tahapan untuk mencapai visi yang diinginkan. Maka UU konvergensi yang akan disusun tidak hanya menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan yang ada tetapi juga bagaimana negara menilai kembali aturan-aturan yang ada untuk kemudian diajukan bersama-sama perubahan untuk mencapai efektivitas persoalan hukum di negara ini. Seperti memasukkan kebijakan energi hijau berbarengan dengan UU konservasi lingkungan dan kebijakan energi lainnya, peran serta koperasi dan UKM dalam industri ICT bersamaan dengan kebijakan ekonomi kerakyatan, pemerataan infastruktur ICT hingga ke wilayah terpencil sesuai dengan kebijakan pemerataan pembangunan dll. Maka UU yang akan disusun seharusnya tidak tergesa-gesa untuk ditetapkan tetapi secara pasti terus diketengahkan untuk menjadi perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dan berkuasa sehingga bersama-sama dapat melakukan perubahan.
Tujuan WTO adalah meliberalisasi perdagangan internasional dengan cara fair, bebas, sehat dan dapat diprediksi dalam suatu keadaan dunia yang tanpa batas ( borderless ). Deregulasi sangat tepat masuk dalam skema ini, dgn menekankan pada penyesuaian kebijakan debirokratisasi dan deregulasi tsb dalam kerangka liberalisasi semua sektor. Persaingan bebas dalam era perdagangan bebas merupakan kebijakan yang lebih baik jika niat dan maksudnya adalah untuk memaksimalkan peluang dan memberikan nilai surplus.
ReplyDeleteDalam rangka pengaturan layanan demi menyikapi konvergensi, regulasi hrs mampu menspesialisasikan diri agar memperoleh keuntungan, mengingat beberapa negara memiliki perbedaan yg mendasar pd beberapa hal. Menurut pandangan saya beberapa hal yg perlu dicermati dlm aplikasi aturan kompetisi menyangkut beberapa hal, al:
- Dorongan thd fair interconnection
- Kebijakan ttg unbundling dan non diskriminasi operator incumbent
- Monitoring dan kontrol thd regulasi tariff sbg usaha mencegah inappropriate tariff shg kompetisi lebih fair dan tidak terjadi predatory price
- Penerapan sanksi thd inappropriate tariff
- Kebijakan unified licensing scr penuh sbg bentuk integrasi dan antisipasi thd trend industri telco thd era konvergensi.Konvergensi teknologi di sektor telco telah menyebabkan tantangan baru yg memerlukan aturan hukum baru. Saat ini beberapa lisensi memang terpisah untuk servis layanan yg berbeda. Tp evolusi teknologi nirkabel, meningkatnya jml pengguna internet telah mengaburkan perbedaan antara beberapa jenis layanan. Sebagai respon thd konvergensi yg menuntut adanya netralisasi, simplikasi, fleksibiliti maka perlu pola perizinan terpadu utk bisa diimplemantasikan sepenuhnya. Beberapa negara tetangga yg sudah menjalankan a.l india, singapore, malaysia ( kl tidak salah, mohon dikoreksi ), memungkinkan operator utk menawarkan beberapa layanan dlm menanggapi kapasitas dan perubahan teknologinya, pd dasarnya operator berwenang utk lebih dari satu layanan berdasarkan licensi yg sama. Dlm hal ini regulator perlu menggandeng dan bersinergi dgn operator, dan operator pun baiknya mampu utk memastikan transparansinya.
menurut pemikiran saya untuk mempercepat konvergensi dan sejalan dengan semangat konvergensi, alangkah baiknya apabila perijinan yang dilakukan juga mencerminkan konvergensi.
ReplyDeletedahulu, sebuah penyelenggara untuk kategori telekomunikasi tertentu harus memiliki baik ijin penyelenggaraan dan ijin frekuensi. sekarang apakah hal tersebut menjadi relevan karena dalam era konvergensi ada berbagai macam penyelenggaraan yang dapat dilakukan disamping media pengiriman data yang dapat digunakan.
hal ini akan menjadi isu yang sangat menarik dan pemerintah harus memperhatikan ini. misalnya ketika ada penyelenggara siaran via IP yang harus memiliki ijin penyelenggaraan / frekuensi, kenyataannya banyak web asing yang saat ini dapat melakukan siaran online dan diakses dari indonesia tetapi web/penyelenggara tersebut tidak memiliki ijin dari indonesia.
kemudian isu lain seperti penyelenggaraan seluler yang kenyataannya juga mampu menyelenggarakan penyiaran. dan masih banyak lagi isu - isu lainnya dan pemerintah harus mampu menetapkan kebijakan yang sejalan dengan konvergensi misalnya tidak adanya keterkaitan antara penyelenggaraan dan frekuensi (media) agar konvergensi dapat terimplementasi dengan cepat dan baik serta memberi manfaat di indonesia khususnya dalam hal ekonomi.
Hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penentuan undang-undang konvergensi adalah perlindungan terhadap pelaku bisnis yang ada di dalam negeri sebagai pembayar kewajiban (pajak) yang berlaku terhadap pemain yang men'dompleng' dalam bisnis yang ada (seperti OTT) tanpa membayar kewajiban di negara tersebut. Tanpa adanya perlindungan ini maka akan merusak iklim bisnis konvergensi di suatu Negara dan akan membuat pebisnis lari ke negera tetangga untuk mendapatkan pasar di dalam negeri karena didukung regulasi setempat.
ReplyDeleteJuga perlu di perhatikan regulasi terkait iklim kompetisi yang bakal terjadi, karena nanti nya akan terjadi kompetisi antara bekas pemain telekomunikasi yang kuat di sisi infrasturktur, dengan bekas pemain broadcasting yang kuat di sisi content dan kreatifitas juga dengan bekas penyelenggara layanan internet ISP yang kuat di sisi kreatifitas dan sangat efisien. Selanjutnya perlu di regulasi yang mendorong terjadinya penggabungan (merge) antar perusahaan menjadi perusahaan nasional yang kuat, karena posisi yang kuat saat ini tidak menjamin akan kuat juga di era konvergensi tanpa diperkuat fungsi lain yang mendukung.
Demikian sekedar opini saya yang bisa di share, mungkin ada tanggapan / koreksi, dipersilahkan ...
Kebijakan regulasi di Indonesia cenderung untuk wait and see (menunggu dan melihat) perkembangan yang ada. Pemerintah tidak bertindak dengan cepat mengakomodasi kemungkinan teknologi yang berkembang. Tidak terjadi perubahan kebijakan dalam waktu cukup lama, sehingga masalah diselesaikan dari kasus per kasus. Akibatnya, kebijakan menjadi inkonsisten dan menimbulkan ketidakpastian hukum antara investor dan operator. Pada akhirnya, pemerintah negara akan menghadapai tekanan untuk merevisi kebijakan mereka.
ReplyDeleteKebijakan regulasi harusnya bersifat Enable (memungkinkan) karena pemerintah percaya bahwa konvergensi akan memberikan keuntungan bagi rakyatnya dan bersiap akan adanya perkembangan teknologi yang baru. UU Konvergensi harus tetap sejalan dengan UUD 45 yang melindungi dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Perkembangan teknologi tidak serta merta harus masuk dan diserap di Indonesia, perlu ditimbang baik buruknya bagi masyarakat.
Undang-undang dan peraturan yang saling tumpang tindih harus disatukan dalam satu payung yang lebih flexible tetapi tetap memihak ke masyarakat. Alih daya dan alih teknologi harus menjadi prioritas utama dalam platform capaian teknologi nasional. Pemerintah juga harus memasukkan roadmap teknologi dan target capaian sebagai pegangan industri yang ada di Indonesia yang tertuang juga dalam UU Konvergensi.
Industri telekomunikasi khususnya industri seluler di Indonesia baik perangkat keras maupun prangkat lunak, berkembang seperti jamur di musim hujan, perkembangan industri ini berimbas pada persaingan Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi Pada Jaringan Bergerak Selular Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha. Dari penelitian terhadap pemahaman para penyelengara telekomunikasi dalam menetapkan tarif gratis dan nol sesuai dengan UUD 1945 Bab XIV Pasal 33 Perubahan IV 10 Agustus 2002, UU No.5/1999 tentang persaingan usaha, UU No.36/1999 tentang telekomunikasi, Peraturan Menteri Kominfo No.9/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi Jasa Telekomunikasi Yang Disalurkan Melalui Jaringan Bergerak Seluler, Surat Dirjen Postel No.325/BRTI/XII/2008 larangan promosi tarif nol dan pemberian gratis dan Siaran Pers Kementrian Kominfo No.24/PIH/KOMINFO/2/2010 larangan promosi tarif gratis jasa telekomunikasi terhitung 15 Februari 2010 serta memperlihatkan bahwa masih banyak perlakuan dan atau permainan penetapan harga terindikasi memperdaya konsumen. Penetapan tarif gratis dan nol bertentangan dengan hukum persaingan usaha. Adapun permasalahan yang nantinya bisa dipertimbangkan dalam perancangan UU konvergensi adalah :
ReplyDelete1. Para penyelenggara telekomunikasi (Provider) belum melaksanakan Peraturan Menteri Kominfo No.9/PER/M.KOMINFO/4/ 2008 sebagaimana ketentuan penatapan tarif dan masih ada yang menetapkan tarif gratis dan nol jasa telekomunikasi,
2. Penetapan tarif gratis dan nol jasa telekomunikasi (Selular/GSM) bertentangan dengan Pasal 20 & 21 UU No. 5/1999 hukum persaingan usaha.
Melihat kedua point diatas yang perlu dipertimbangkan untuk rancangan UU konvergensi yang baru adalah ;
1. Perlu sosialisasi tata cara penetapan tarif oleh Kementrian Kominfo kepada para Provider secara berkesinambungan, meningkatkan pengawasan oleh BRTI dan informasi melalui media elektronik & cetak sebagai media komunaksi yang informatif,
2. Perlu sosialisasi UU oleh KPPU dengan lembaga terkait kepada para Provider secara berkesinambungan dan informasi melalui media elektronik & cetak sebagai media komunikasi yang informatif berupa himbauan kepada masyarakat luas khususnya konsumen pengguna jasa telekomunikasi agar lebih cerdas dan cerdik dalam membeli jasa telekomunikasi sebelum merugi.
-dini fronitasari-
pendapat teman teman diatas sudah sangat lengkap, sebagai tambahan saya menitik beratkan pada dua hal :
ReplyDeletea. lisensi frekuensi, pemegang lisensi dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam penggunaan frekuensi secara business to business (B2B) dalam rangka peningkatan utilitas penggunaan frekuensi radio. pada saat ini sistem B2B seperti ini belum diizinkan, contoh seperti kasus M2 dan indosat. di era konfergensi frekuensi menjadi salah satu hal resource utama dalam menggembangkan model bisnis, semakin banyak alokasi frekuensi yang tersedia semakin fleksible juga dalam memberikan layanan yang prima. LTE contohnya baru dapat memberikan kecepatan maksimumnya dengan BW 20MHz, dengan mapping frekuensi yang sekarang operator yang mungkin menyelenggaraan layanan ini akan sangat terbatas, maka dengan mengizinkan pemengang lisensi menjalanakan kerjasama dengan pihak lain (sesuai perundang undagan ) maka efisiesi pengguanaan frekuensi akan meningkat.
opsi ini menurut pendapat saya lebih dapat diterima dibanding memberlakukan single lisensi untuk sebuah band frekuensi, pada single lisensi operator memungkinkan menyelenggarakan lebih dari satu layanan pada band frekuensi yang sudah dia dapat. sistem ini memiliki kelemahan pada titik pengawasan dan pengendaliannya, karena nature dan QoS tiap layanan bisa sangat berbeda.
2. Standardisasi perangkat, tujuan dari stadardisasi perangkat adalah untuk melindungi konsumen dan menjaga kualitas. di era konvergensi nantinya perangkat telekomunikasi ini akan semakin beragam, bisa jadi perangkat elektronika yang pada saat ini tidak perlu disertifikasi kedepan berbeda, misal Set Top Box TV Digital yang akan embeded pada TV atau pun sistem Cloud, maka point standardisasi perangkat juga harus dipikirkan lebih lanjut oleh regulator. regulator perlu melihat dengan lebih jeli dan mengembangkan mind set tentang sertifikasi perangkat ini.
- fajar prasanti -
Perubahan UU Telekomuikasi kali ini merupakan peluang emas untuk meningkatkan daya saing bangsa. Poin penting yang perlu dimasukkan ke dalam UU tersebut adalah mengenai PRODUK LOKAL dan SDM LOKAL.
ReplyDeleteUntuk produk lokal (local content), selama ini sudah tercantum di dalam peraturan menteri mengenai TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri). Namun, batasan minimalnya tidak disebutkan dengan jelas, walaupun cara penghitungan TKDN nya sudah cukup detail. Disamping itu, TKDN seharusnya tidak dibedakan berdasarkan jenis teknologi (2G, 3G atau LTE).
Aturan SDM lokal juga harus dipertegas di dalam UU yang baru nanti. Tenaga kerja asing perlu dibatasi jumlahnya (kecuali kualifikasi yang sama tidak ada di Indonesia) dan SDM lokal diprioritaskan. Tetapi, tetap saja harus dilakukan sertifikasi terlebih dahulu.
KELANGSUNGAN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI juga harus dijamin, mengingat industri ini merupakan investasi padat modal dan padat karya. Dikhawatirkan, jika industri ini collapse akan berimbas ke industri lainnya dan bukan tidak mungkin mengganggu pertubuhan ekonomi nasional. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan industri telekomunikasi ini adalah: menentukan tarif minimum yang layak (terjangkau oleh masyarakat dan tidak merugikan operator) tetapi disaat bersamaan standar kualitas jaringan/KPI (key performance indicator) yang berlaku sekarang ini yang terlalu rendah harus ditingkatkan, meninjau kembali besarnya BHP frekuensi dan USO, penghapusan BHP di daerah tertinggal, menertibkan retribusi berganda (pusat dan daerah), insentif atau pengurangan hingga penghapusan pajak terhadap operator yang menggunakan produk lokal dan SDM lokal serta menggunakan sumber energi terbarukan.
RUU Konvergensi yang sedang di rancang nanti selain memberikan perbaikan dan keuntungan bagi bisnis telekomunikasi dalam negeri demi kesejahteraan rakyat juga haarus mencakup regulasi yang mempersiapkan infrastruktur telematika menyambut era Knowledge Based Economy (KBE) dimasa datang.
ReplyDeletePak RT,
DeleteKenapa Knowledge Based Economy (KBE), bukan Economy Based Knowledge(EBK)?Setahu saya KBE digulirkan sudah lama sekali, tahun 2005. Namun apakah maksud bapak hal tsb diperuntukkan negara Indonesia yang masih berkembang, belum maju, sehingga melakukan Knowledge Based Economy?
Bagaimana implikasinya dengan MP3EI pak?apa ada hubungannya?
Makasih (Erfin Budi Sulistyanto)
Mari kita diskusikan kondisi saat ini untuk memperoleh gambaran umum yang ada.
ReplyDeletePemerintah harus mempunyai suatu strategi untuk membuat regulasi yang cocok dengan kondisi negara kita untuk mengurangi resiko dan pemanfaatan konvergensi karena respon regulasi konvergensi di setiap negara tidak dapat disamakan, harus meninjau kondisi eksisting yang ada.
ReplyDeleteSebaiknya pemerintah membuat regulasi yang meliberalisasikan pasar sehingga tercipta lingkungan yang kompetitif dan selalu berkembang.
Perlu adanya komitmen antar lembaga pemerintah yang terlibat dalam konvergensi seperti Kemkominfo, KPI, dan sebagainya dalam mendukung konvergensi dan kesejahtaraan masyarakat dalam bidang TIK. Karena nyatanya RUU Konvergensi yang sudah ada, sedikit banyak masih dipolitisasi. Perlu adanya penekanan pada hak warga negara untuk TIK serta dukungan dan kontribusi industri nasional dalam penerapan konvergensi.
~adysti~
Yang harus mendapat perhatian lebih dalam hal regulasi konvergensi adalah bagaimana menyeleraskan regulasi lama dengan regulasi yg baru. Hal ini hrs mendapat perhatian lebih mengingat dalam era konvergensi ada perubahan dari media yg lama menjadi media yg baru (media convergence). Karena inti dari konvergensi adalah bagaimana menyatukan 3 aspek dalam komunikasi, yaitu telephony, internet, dan broadcasting. Tiap media memiliki fitur dan karakteristik yg berbeda. Tentunya untuk skema pentarifan, interkoneksi, dll pun juga menjadi berbeda. Hal selanjutnya yg menjadi pokok pemikiran adalah menetapkan definisi konvergensi menurut negara Indonesia sendiri. Karena jika melihat pengalaman negara lain, mereka mempunyai definisi konvergensi yang berbeda satu sama lain. Dan saya setuju dengan komentar Bu Adysti bahwa respon regulasi tiap negara tidak selalu sama. Tergantung dari kondisi negara yang terjadi saat ini. Untuk hal lain yang menjadi pokok pemikiran sebelumnya telah banyak dibahas oleh teman2. Namun sebelum menerbitkan regulasi yg baru, perlu adanya pengkajian dan evaluasi terhadap regulasi yg lama yg harus ditinjau dari beberapa aspek, yaitu dari segi aspek hukum, substansi hukum, serta kultur hukum. Dgn demikian regulasi yg baru diharapkan dapat efektif, dinamis, dan responsif.
ReplyDelete-Veny Sesanria-
Konvergensi = sesuatu yang lebih kompleks dari sebelumnya,
ReplyDeletehal-hal yang perlu diperhatikan sebelum penyusunan regulasi konvergensi ini adalah :
1. Koordinasi yang "sangat baik" dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan (BHP from Industries to Industries), KPI, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertahanan (permaslahan fastel yg digunakan militer), dll
2. Kebutuhan konvergensi Indonesia seperti apa ? Dan faktor-faktor eksternal dan internal yang kira-kira dapat sebagai faktor pendukung maupun penghambat
3. Keselarasan dengan kebijakan perdagangan bebas (asing)
4. Keselarasan dengan arah road map ICT Indonesia dan MP3EI
5. Mempersiapkan industri indonesia yang kira-kira dapat mendukung dan ingin involve dalam konvergensi tersebut.
6. Seperti yg dijelaskan pak Ferry, masalah lisensi, sy tambahkan modern lisensi seharusnya sudah masuk dalam ekosistem konvergensi tersebut termasuk tata cara, BHP, mekanisme perizinannya.
7. Perlunya memperkokoh struktur organisasi Kominfo, terutama antara telekomunikasi, telematika dan frekuensi.
Konvergensi bukan sesuatu yg baru didunia ini, pelajaran dari negara-negara lain dapat menjadi cerminan dalam mengelola kebutuhan konvergensi sesuai dengan kemampuan negara Indonesia.
Bangsawan.
Selain pendapat teman-teman di atas, RUU Konvergensi juga harus memasukan point-point terkait operator satelit.
ReplyDeleteSeperti diketahui, satelit digunakan dalam berbagai hal karena cakupannya yang luas, termasuk hal-hal penting seperti untuk keperluan militer, navigasi, TV berbayar, dsb. Sementara itu perkembangan teknologi satelit tidak sepesat jaringan terestrial (jaringan selular, optic, dsb.), sehingga hal ini berpotensi membuat operator satelit ditinggalkan pelanggannya, karena kebutuhan bandwith yang besar atau operator satelitnya sendiri memaksakan bandwith tersebut, sehingga mengganggu kepentingan navigasi, militer, dsb.
Untuk itulah RUU Konvergensi perlu melindungi perkembangan bisnis satelit di era konvergensi dan memacu industri satelit untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi di era konvergensi, seperti kebutuhan akan HDTV, dimana operator satelit harus mengembangkan teknologi kompresi yang lebih canggih seperti MPEG-4 Part 10, Advanced Video Coding, Joint Video Team, dsb. atau kebutuhan IP Based di era konvergensi, dimana operator satelit harus mampu mengembangan jaringan seperti ATM/MPLS over satellite, dan tak lupa akan tantangan para client (pelaku industri telekomunikasi lainnya) supaya efisien, jaringan yang reliable, dsb.
Ikut Menambahkan..
ReplyDeleteSalah satu materi pokok regulasi dalam RUU Konvergensi ICT,yang disampaikan oleh Depkominfo adalah diaturnya sebuah QoS (Quality of Service) untuk meningkatkan level kualitas layanan telekomunikasi.
Kualitas layanan telekomunikasi merupakan rumusan standar yang digunakan oleh industri telekomunikasi untuk mengukur seberapa baik layanan yang diberikan atau tingkat kenyamanan konsumen.
Diharapkan dengan QoS yang terjaga dengan baik ,membuat customer/ pelanggan bisa mendapatkan hak serta jaminan performansi jaringan yang baik, dan tentu saja membawa dampak yang baik, dimana customer loyal kepada operator tsb.Sehingga dalam hal ini, perlindungan kepada customer menjadi tujuan utama, dan bisa memberi benefit bagi stakeholder itu sendiri.
Namun, saat ini regulasi QoS menurut saya masih sangat minim, misalkan saja, Permen No. 12/PER/M.KOMINFO/04/ 2008 TENTANG STANDAR KUALITAS PELAYANAN JASA TELEPONI DASAR PADA JARINGAN BERGERAK SELULAR, dimana terlihat bahwa peraturan tersebut sangat dipaksakan dan asal masuk saja. Terlihat seperti Permen telephoni dasar yang hanya ditambah embel2 Drop Call, tanpa QoS yang lebih penting dalam jaringan seluler, misalnya: untuk data (TBF, Troughput), dll tidak diakomodir dalam Permen tsb. Padahal ketika pergeseran trend telekomunikasi terjadi, data sangat jauh melejit jumlah payloadnya daripada traffik CS yang stuck dan saturated.
Selain itu, seringkali survey performansi jaringan dan service dari layanan telekomunikasi terjadi manipulasi karena diaudit oleh lembaga yang tidak independen. Harusnya operator telekomunikasi menyerahkan laporan performasi setiap kuartal untuk dilakukan cross check dengan hasil surveyor independen, dan hal ini harus diatur dalam RUU Konvergensi ICT.
Sebagai contoh, MCMC (BRTI-nya Malaysia) setiap bulan melakukan hasil survey (Drive test), dan dipublish di web sebagai info transparan bagi user dan tekanan bagi operator untuk meningkatkan kualitas.
Please check: http://www.malaysianwireless.com/2012/12/digi-highest-dropped-call-rate-kl-mcmc/
Atau bagaimana Singapura bisa memberikan penalty bagi operator dengan kualitas performansi yang buruk:
http://www.ida.gov.sg/About-Us/Newsroom/Media-Releases/2012/IDA-Imposes-Financial-Penalties-on-Mobile-Operators-for-Non-compliance-with-Quality-of-Service-Standard-for-3G-Public-Cellular-Mobile-Telephone-Services.aspx#.UNrfLKzTShg
Makasih (Erfin Budi Sulistyanto)