Friday, November 16, 2012

MONETIZING TRANSFORM FROM MINUTES TO BYTES

Usulan Untuk Transformasi Data

oleh: Agoes Koesrijanto

Gambar 1. Global Mobile Device & Subscriber Penetration
Gambar 1, global mobile device dan subscriber penetration, terlihat bahwa mulai di tahun 2014 jumlah perangkat mobile akan menyamai jumlah penduduk dunia. Sementara itu dari Gambar 2, mobile data revenue dan traffic growth,  masih menunjukkan peningkatan sampai dengan tahun 2015.

Meskipun demikian nilai dari revenue mobile voice mulai mengalami ketiadaan pertumbuhan, tetapi untuk nilai revenue mobile data  masih mengalami kenaikan. Nilai dari revenue ini masih dapat diambil oleh operator telekomunikasi dengan semaksimal mungkin untuk meningkatkan keuntungan perusahaan.
Gambar 2. Global Mobile Voice & Data Revenue

Dari kondisi tersebut sebenarnya dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran pengukuran dari menit ke bit. Artinya operator telekomunikasi harus memonetize transformasi dari menit ke bit atau mendefinisikan ulang bisnis model yang sesuai untuk telekomunikasi.

Remodelling bisnis dari basis menit ke bit

Jika sebelumnya semua operator telekomunikasi harus melakukan segala upaya untuk mempertahankan pelanggan sebagai langkah pertama untuk dapat tetap bertahan di bisnis telekomunikasi yang semakin keras dan kompetitif. Saat ini prioritas utama tersebut di atas telah digantikan dengan urgensi untuk mengembangkan dan menjual layanan data baru yang dapat menciptakan sumber revenue baru. Keadaan ini adalah tantangan yang dihadapi oleh operator telekomunikasi di dunia. Hal ini karena perubahan value chain dalam telekomunikasi dan IT.

Operator yang sedang melakukan dalam proses pergeseran strategy legacy untuk mempertahankan pelanggan sering mengabaikan banyak hal, sehingga terjadi proses monetezing demand. Atau dengan kata lain proses mempertahankan pelanggan ini akan menjadikan menit dan bandwidth sebagai komoditas, atau dengan kata lain akan menurunkan value demand tersebut .

Akibat langsung dari proses komoditisasi ini antara lain free upgrade ke broadband, layanan data mobile flat rate atau diskon paket multi-play. Artinya dengan pertimbangan loyalty pelanggan akan menghambat proses penciptaan nilai/value dari bit.

Operator juga sangat gencar untuk meningkatkan nilai dari layanan baru sebagai reaksi dari peningkatan kebutuhan pelanggan. Peningkatan kebutuhan ini, akan membuat pelanggan tereksploitasi ke bisnis model baru, seperti layanan musik, data hosting, file transfer dll, baik yang di layani oleh pemain lain (internet), yang memberikan nilai revenue minimal bagi operator.

Dari beberapa contoh di atas banyak hal yang dilakukan operator yang belum menyiapkan strategi untuk meremodelling bisnis telekomunikasi dari basis menit  ke basis bit (shift business model from minutes to bytes)

Redefinisi Key Performance Indicator

       Operator telekomunikasi sangat membutuhkan informasi yang dapat merubah kebutuhan pelanggan menjadi suatu nilai ekonomi. Hal ini nantinya akan dipakai untuk meyakinkan ke investor dan stakeholder eksternal. Suatu cara baru untuk mengukur dan mengkomunikasikan kemajuan finansial melalui suatu seperangkat KPI (Key Performance Indicator) yang benar-benar baru sangat diperlukan karena adanya pergeseran bisnis telekomunikasi dari basis menit ke basis bit.

KPI pada saat mobile voice bertumbuh meliputi :
Network coverage, subscriber, penetration, customer market share, Minute of Usage (MoU), Average Revenue Per User (ARPU) dan perbandingan antara Pre &Post Paid. Terkadang juga ditambah Revenue per Minute (RPM), Revenue per Subscriber (RPS)

Gambar 3. Evolusi KPI dalam mobile data
Sementara itu untuk KPI kondisi Voice sudah mature dan mobile data growth adalah : Subscriber Acquisition/Retention Cost (SAC/SRC), Churn, Data share of Revenue, Mobile internet page hits, Revenue market share, 3G handset take-up, on-portal visitors and traffic.

Pada kondisi Mobile Data mature, maka KPI yang layak untuk dipergunakan adalah :Cost per bit  transmitted, 3G/4G network,  utilization, Data usage per  subscriber, M2M connections, Mobile payment users, Smartphone take-up, Application store revenue. KPI harus disesuaikan dengan waktu dan kondisi lingkungan operator telekomunikasi tersebut berada.

Transformasi ini membawa perubahan yang besar bagi Bisnis dan SDM. 
Kapan kita siap?

Referensi  :

  1. Global mobile device and subscriber penetration, OVUM UNFPA, 2008 Population Revision Database, Global Telecommunication 25 July 2011 (Gambar 1)
  2. Global mobile voice and data revenue , OVUM Mobile voice and Data forecast 2011-2016, January 2012 (Gambar 2)
  3. Transformasi Menuju Data oleh Hasnul Suhaemi, http://www.manajementelekomunikasi.org/2012/10/transformasi-menuju-data.html
  4. Operators, Ernst & Young Research (Gambar 3)



Artikel Terkait

18 comments:

  1. wah keren pak agoes....
    transformasi dari menit ke bit.... tapi saya jadi timbul pertanyaan (yg mungkin kurang berbobot..heehehe)
    kuota untuk layanan mobile data memang dihitung dalam bentuk bit, tapi kan kuota itu berlaku dalam bentuk waktu (hari, minggu atau bulan).. bukannya itu bisa tetap dikonversi ke bentuk menit ya??

    regard
    arian..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas arian,
      Menarik sekali pertanyaanny..
      Kalau diliat lagi paket kuota bulanan/harian/minggu, ad batas quota dalam bentuk bytes yang mana jika melewati quota tsb kec akses akan turun..paket tersebut kalau kita htng sama saja nilainy dengan biaya paket per bytes..

      Delete
  2. Menarik mengikuti perubahan yang ada di bisnis telco. Persaingan bisnis semakin ketat, arahnya pun berubah. Sesuatu yang dulu bukan menjadi core bisnis ternyata malah menjadi trend. Layanan paket data yang sebelumnya ditawarkan bundling dengan harga bersaing, justru dari sisi traffic sekarang bergerak naik. Namun dengan harga yang sudah seperti saat ini, menjadi bumerang bagi operator dan disisi lain bisnis aplikasi diuntungkan dengan paket bundling. Kira2 sampai kapan ya operator bisa bertahan ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya tiap-tiap operator mempunyai daya tahan yang berbeda-beda. Bagi operator yang mempunyai kemampuan finansial yang kuat mungkin bisa bertahan cukup lama. Tetapi bagi operator yang memiliki kemampuan finansial yang lemah mungkin tinggal menunggu waktu saja.

      Delete
    2. Dengan melihat trend profit operator telekomunikasi yang terus menurun, tentunya membuat industry ini menjadi tdk nyaman lagi. Seberapa lama operator dapat bertahan adalah sampai operator tersebut memutuskan untuk quit dari bisnis telko atau sampai menunggu koleps. Sebetulnya hal ini dapat diantisipasi dengan penerapan ilmu economy engineering dan forecasting untuk memastikan agar operator tdk sampai menunggu kebangkrutan.

      Delete
    3. Menurut saya bisnis telekomunikasi masih akan terus hidup, walaupun tidak selamanya menjadi wonderful business. Selama ada konsumen dan ada kebutuhan berkomunikasi, revenue stream akan terus ada.

      Delete
    4. bener mbak mia, saat ini memang sudah begitu model bisnisnya, tetapi untuk telko sendiri pasti tetap hidup, karena teknologi pasti ada saja yang baru dan seharusnya telko kita kalau boleh jadi pengembang juga tidak hanya sebagai penerima dari luar. setuju dengan pak apip, disini perlu strategi dan forecasting tren, agar telko kita tidak lagi terlena, sudah seharusnya tren teknologi dapat diikuti sehingga tidak kalah dengan produk lain.

      Delete
    5. Menarik mengikuti bagaimana operator telco saat ini mencoba beradaptasi terhadap perubahan iklim industri. Namun menurut saya, operator telekomunikasi akan dapat bertahan di tengah berbagai tantangan ini, yang menarik adalah mengamati strategi yang mereka jalankan untuk mentransformasikan bisnisnya demi memastikan perputaran roda usahanya, dapat dengan meningkatkan kualitas layanan dan kapasitas jaringan, menjalin partnership dengan pelaku industri yang berbeda, menggarap digital service, ataupun lainnya.

      Delete
  3. Menarik paparan yang disampaikan Pak Hasnul Suhaimi dalam kuliah umum minggu lalu, bahwa bisnis model telekomunikasi sudah jauh berubah dalam 20 tahun terakhir, melewati 3 era yaitu:
    - Era premium (1994-2006)
    - Era low cost (2006-2012)
    - Era digital (2012).

    Penjelasan tersebut terkait dengan tema monetizing ini. Di era digital, operator harus beradaptasi dengan ekosistem yang lebih luas, tidak hanya bersaing dengan sesama operator. Tetapi juga perusahaan dari industri berbeda. Pertumbuhan traffik data membuka peluang industri lain untuk berbisnis dengan content bisnis yang sama dengan operator, melalui layanan backbone yang dibangun oleh operator.

    Perusahaan IT, perbankan, software developer bersaing dengan operator menggali pangsa pasar yang sama. Model bisnis operator harus dapat menyerap maksimal semua pangsa pasar yang ada. Bukan hanya consumer, namun juga B2B, bisnis retail dan wholesale.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mengutip dari swa.co.id tanggal 13 Januari 2014, "salah satu faktor pendorong pertumbuhan operator seluler saat ini adalah rencana operator yang terus meningkatkan layanan data dengan menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk memperkuat jaringan infrastrukturnya". Memasuki era digital ini, memang banyak sekali layanan yang dapat ditawarkan, berfokus pada layanan broadband dan digital business, dapat berupa digital lifestyle services, mobile payment and digital money, digital advertising, dan enterprise digital services. Prospek yang cerah dari layanan data (trend nya sudah ditampilkan pada mata kuliah Manajemen Strategis semester lalu), membuat operator telekomunikasi mulai menggodok dan mengembangkan berbagai layanan di sektor bisnis ini.

      Delete
  4. Trend menunjukkan trafik layanan voice berbasis menit makin lama makin menurun, sementara layanan data berbasis bit makin lama makin meningkat. Oleh karena itu operator telekomunikasi harus mengubah model bisnis yang semula berbasis menit menjadi berbasis bit.
    Permasalahannya adalah tarif layanan data yang berbasis bit itu sudah terlanjur murah. Sehingga walaupun bit yang mengalir sangat besar, tetapi revenue yang didapat oleh operator relatif kecil. Tarif tersebut di Indonesia semakin lama cenderung semakin turun. Berdasarkan info dari Bloomberg tarif rata-rata di Indonesia sekitar setengah dari rata-rata di India.

    ReplyDelete
    Replies
    1. menurut saya untuk menyelamatkan revenue operator yang semakin tergerus oleh semakin murahnya tarif adalah operator perlu menggunakan teknologi yang secara opex lebih murah serta memberikan kapasitas yang lebih besar, sehingga walaupun tarif murah dan opex lebih murah lagi dari harga jual ke pelanggan operator masih tetap mendapatkan margin. Selain itu, operator perlu merubah bisnis modelnya dari yang hanya menjadi pipa menjadi penyedia konten.

      Delete
    2. Apakah mungkin pemerintah turun tangan untuk menentukan tarif minimum untuk paket data?

      Delete
    3. @Mas April, sebenarnya saat ini operator sudah berusaha melakukan efisiensi sehingga opexnya bisa lebih murah. Hanya saja karena tarifnya sudah terlanjur sangat rendah maka margin yang didapat sangat kecil. Sedangkan untuk mengganti teknologi dengan kapasitas yang lebih besar perlu dipikirkan capexnya. Dengan kondisi tarif yang sangat rendah, apakah investasi yang dikeluarkan untuk mengganti teknologi akan menguntungkan bagi operator?

      Delete
    4. @Mas Azzinar, Tidak ada salahnya pemerintah turun tangan. Saya teringat dengan lika liku layanan SMS. Pada awalnya tarif SMS dikendalikan oleh operator. Tapi kemudian ada pihak yang tidak suka dengan kondisi ini, dan oleh KPPU dianggap sebagai kartel. Operator didenda karena kasus ini dan selanjutnya tarif minimal SMS dihapuskan. Dengan dihapuskannya tarif minimal SMS, maka SMS menjadi tidak berharga. Banyak timbul SMS spam dan trafik SMS melonjak gila-gilaan. Hal ini berdampak kurang baik pada performansi di operator, dan bagi pelanggan menjadi kurang nyaman karena banyaknya sms spam yang masuk. Kemudian regulator membuat regulasi interkoneksi SMS dengan tarif tertentu. Dengan munculnya regulasi tersebut SMS spam berkurang, dan trafik SMS yang gila-gilaan mulai menurun.
      Dari contoh kasus diatas, sebenarnya peran regulator sangat dibutuhkan untuk mengatur industri telekomunikasi ini. Jika dilakukan hanya oleh pihak operator saja akan memunculkan tuduhan yang kurang menguntungkan bagi operator.

      Delete
  5. Rekan2 MT ysh,
    Tarif telekomunikasi (voice, sms dan data) di Indonesia secara bijak msh perlu untuk dinaikkan. Kenapa? Krna sdh saatnya operator mengkaji secara lebih jauh antara cost yg dikeluarkan dgn revenue yg didapatkan. Baik terhadap legacy maupin digital services. Dan sudah saatnya masyarakar ter-edukasi bahwa kualitas layanan berbanding lurus dengan besar harga atau tarif yang dibayarkan.
    Tetapi siapa (operator) yang akan memulainya? Jika salah langkah atau waktunya kurang tepat dampak yg akan timbul sangat besar dan mengancam kelangsungan bisnis telco tsb (high churn rate, revenue loss, dsb). Tetapi bagaimana apabila operator saling bekerja sama dalam merampungkan hal ini dan membuat kebijakan bersama dr sisi basic tariff?

    ReplyDelete
  6. Saya tertarik dengan komentar dari ninta, menurut saya hal tersebut susah dilakukan mengingat jumlah operator seluler di Indonesia terlalu banyak (4 operator GSM, 3 operator CDMA). Tarif telekomunikasi saat hanya bisa dinaikan dengan memperkenalkan layanan baru yang kualitasnya lebih bagus sehingga operator dapat melakukan segmentasi terhadap pelanggan yang ingin mencoba layanan yang lebih bagus. Selain itu, operator bisa mensiasati dengan membundling paket data dengan layanan tertentu atau menawarkan layanan tambahan lain seperti pembelian voucher game lewat pemotongan pulsa, pembelian aplikasi lewat pemotongan pulsa, layanan home monitoring dan lain-lain.

    ReplyDelete
  7. Monetizing layanan data terutama digital service di saat operator melakukan transformasi menjadi digital company, terus diupayakan. Digital service yang terdiri dari digital lifestyle, digital money seperi e-money, digital advertisement dan digital enterprise solution seperti M2M, terus dilakukan upaya inovasi layanan. Walaupun sampai saat ini kontribusi dari digital service rata-rata hanya sekitar 2%, dan ini adalah tantangan untuk monetizing layanan data. Operator sepertinya harus berpikir seperti google dan OTT lain untuk dapat berinovasi meningkatkan peluang bisnis terutama menjadi perusahaan digital. Termasuk membenahi potensi SDM yang berorientasi pada inovasi layanan data yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.

    ReplyDelete

Membuat Link Pada Komentar Anda
Agar pembaca bisa langsung klik link address, ketik:
<a href="link address">keyword </a>
Contoh:
Info terkini klik <a href="www.manajementelekomunikasi.org"> disini. </a>
Hasilnya:
Info terkini klik disini.

Menambahkan Gambar Pada Komentar
Anda bisa menambahkan gambar pada komentar, dengan menggunakan NCode berikut:

[ i m ] URL gambar [ / i m ]

Gambar disarankan memiliki lebar tidak lebih dari 500 pixels, agar tidak melebihi kolom komentar.

---

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger