oleh: Denny Setiawan
Kita meyakini bahwa di era informasi peran sistem informasi berbasis broadband sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Untuk pengembangan layanan mobile broadband Indonesia perlu spektrum baru. Pilihan jatuh di spektrum frekwensi 700 MHz yang saat ini “dihuni” operator TV analog. Bagaimana mempertemukan pemangku kepentingan itu disini?
Untuk broadband ini, Indonesia menyadari tidak bisa hanya mengandalkan wireline broadband saja tetapi juga harus ditunjang dengan pemanfaatan teknologi wireless broadband. Namun, pengoperasian teknologi ini sangat tergantung pada ketersediaan spektrum frekuensi, khususnya untuk daerah rural, dimana untuk menggelar layanan wireline akan menjadi sangat mahal karena kondisi medan dan infrastruktur yang belum menunjang.
Trafik data mobile secara global akan segera meningkat dua lipat setiap tahun dan kondisi ini akan terus berlangsung setidaknya hingga 2016. Perkiraan ini disusun oleh Cisco's Mobile Visual Networking Index (CSCO, Fortune 500). Ini merupakan studi tahunan paling komprehensif untuk industri mobile.
Selain itu menurut data dari FCC (Federal Communications Commission), smartphone dari Apple, iPhone, misalnya, menggunakan spektrum 24 kali lebih banyak dibandingkan telepon selular generasi terdahulu, dan bahkan iPad menggunakan 122 kali lebih banyak. AT&T menyebutkan sejak debut iPhone pada tahun 2007, trafik data nirkabel pada jaringannya telah tumbuh sebesar 20,000 persen.
Beberapa prediksi dan perkiraan dilakukan untuk memprediksi kuantitas spektrum yang dibutuhkan untuk aplikasi dan layanan mobile broadband. ITU-Report M.2078 yang dipublikasikan tahun 2007 menyatakan bahwa akan dibutuhkan antara 1280 MHz dan 1720 MHz spektrum untuk memenuhi aplikasi dan layanan mobile broadband pada tahun 2020.
Di Amerika Serikat, FCC mengumumkan pada tahun 2010 bahwa tambahan 500 MHz spektrum akan dibutuhkan untuk teknologi mobile broadband pada tahun 2020 (FCC, OBI Technical Paper Series, Mobile Broadband: The Benefit of Additional Spectrum, October 2010).
Tambahan 500 MHz spektrum ini diikuti pula oleh Inggris (Britain’s Superfast Broadband Future, December 2010).
Sedangkan ACMA Australia memprediksi dibutuhkan tambahan 150 MHz pada tahun 2015, dan tambahan 150 MHz lainnya pada tahun 2020, dari 800 MHz yang dialokasikan untuk selular saat ini
Kita meyakini bahwa di era informasi peran sistem informasi berbasis broadband sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Untuk pengembangan layanan mobile broadband Indonesia perlu spektrum baru. Pilihan jatuh di spektrum frekwensi 700 MHz yang saat ini “dihuni” operator TV analog. Bagaimana mempertemukan pemangku kepentingan itu disini?
Layanan Broadband
Broadband didefinisikan sebagai akses jaringan dengan minimal kecepatan akses sebesar 256 kbps sesuai dengan OECD (White Paper BWA 2008), bahkan berdasarkan target kawasan ASEAN kecepatan minimum layanan broadband minimum adalah 512 kbps.Untuk broadband ini, Indonesia menyadari tidak bisa hanya mengandalkan wireline broadband saja tetapi juga harus ditunjang dengan pemanfaatan teknologi wireless broadband. Namun, pengoperasian teknologi ini sangat tergantung pada ketersediaan spektrum frekuensi, khususnya untuk daerah rural, dimana untuk menggelar layanan wireline akan menjadi sangat mahal karena kondisi medan dan infrastruktur yang belum menunjang.
Trafik data mobile secara global akan segera meningkat dua lipat setiap tahun dan kondisi ini akan terus berlangsung setidaknya hingga 2016. Perkiraan ini disusun oleh Cisco's Mobile Visual Networking Index (CSCO, Fortune 500). Ini merupakan studi tahunan paling komprehensif untuk industri mobile.
Selain itu menurut data dari FCC (Federal Communications Commission), smartphone dari Apple, iPhone, misalnya, menggunakan spektrum 24 kali lebih banyak dibandingkan telepon selular generasi terdahulu, dan bahkan iPad menggunakan 122 kali lebih banyak. AT&T menyebutkan sejak debut iPhone pada tahun 2007, trafik data nirkabel pada jaringannya telah tumbuh sebesar 20,000 persen.
Kebutuhan Spektrum Frekuensi
Meningkatnya jumlah pelanggan mobile broadband, menimbulkan kekhawatiran mengenai kurangnya ketersediaan spektrum untuk memenuhi kebutuhan ini.Beberapa prediksi dan perkiraan dilakukan untuk memprediksi kuantitas spektrum yang dibutuhkan untuk aplikasi dan layanan mobile broadband. ITU-Report M.2078 yang dipublikasikan tahun 2007 menyatakan bahwa akan dibutuhkan antara 1280 MHz dan 1720 MHz spektrum untuk memenuhi aplikasi dan layanan mobile broadband pada tahun 2020.
Di Amerika Serikat, FCC mengumumkan pada tahun 2010 bahwa tambahan 500 MHz spektrum akan dibutuhkan untuk teknologi mobile broadband pada tahun 2020 (FCC, OBI Technical Paper Series, Mobile Broadband: The Benefit of Additional Spectrum, October 2010).
Tambahan 500 MHz spektrum ini diikuti pula oleh Inggris (Britain’s Superfast Broadband Future, December 2010).
Sedangkan ACMA Australia memprediksi dibutuhkan tambahan 150 MHz pada tahun 2015, dan tambahan 150 MHz lainnya pada tahun 2020, dari 800 MHz yang dialokasikan untuk selular saat ini
Pilihan Spektrum Indonesia
Adapun Indonesia, saat ini hanya memiliki 425 MHz effective bandwidth.
Untuk prioritas perencanaan jangka pendek dan menengah sampai dengan tahun 2015, yang menjadi potensi spektrum untuk mobile broadband yang digunakan secara Internasional adalah dua pita frekuensi di 2.6 GHz sebesar 190 MHz dan digital dividend (690 – 806 MHz) sebesar 90 MHz..
Digital dividend adalah spektrum yang tersedia sebagai hasil dari peninggalan frekuensi yang ditinggalkan oleh sinyal TV analog, setelah terjadinya migrasi penyiaran TV analog ke TV digital secara penuh (digital switchover) pada pita frekuensi UHF - Ultra High Frequency (470 – 806 MHz), selesai dilakukan.
Indonesia telah merencanakan untuk mengakhiri layanan televisi analog terrestrial secara bertahap dari akhir tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2018.
Digital dividend adalah spektrum yang tersedia sebagai hasil dari peninggalan frekuensi yang ditinggalkan oleh sinyal TV analog, setelah terjadinya migrasi penyiaran TV analog ke TV digital secara penuh (digital switchover) pada pita frekuensi UHF - Ultra High Frequency (470 – 806 MHz), selesai dilakukan.
Indonesia telah merencanakan untuk mengakhiri layanan televisi analog terrestrial secara bertahap dari akhir tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2018.
Kondisi Indonesia Saat Ini
Gejala seperti yang terjadi di banyak negara mungkin juga terjadi di Indonesia saat ini.
Industri telepon seluler sedang mengalami kekurangan spektrum yang dibutuhkan untuk memberikan layanan suara, teks dan data (internet) kepada pelanggannya. Masalah ini, yang disebut sebagai “spectrum crunch”, dapat berakibat pada meningkatnya jumlah drop call, memperlambat kecepatan data, dan meningkatkan harga untuk pelanggan.
Ini jelas bukan kondisi yang kita harapkan.
Di sisi lain, peran televisi sebagai media massa yang paling efektif saat ini belumtergantikan. Digital switchover juga bukan pilihan yang mudah bagi operator TV.
Akankah ini menjadi awal bagi sebuah proses konvergensi di negeri ini? Siapkah kita?
Ini jelas bukan kondisi yang kita harapkan.
Di sisi lain, peran televisi sebagai media massa yang paling efektif saat ini belumtergantikan. Digital switchover juga bukan pilihan yang mudah bagi operator TV.
Akankah ini menjadi awal bagi sebuah proses konvergensi di negeri ini? Siapkah kita?
Sekian.
Dear Pak Denny,
ReplyDeleteDigital dividend pada frekuensi 700 MHz dapat terwujud jika digital switchover pada tahun 2018 terlaksana, kendala yang terjadi dengan digital switch pada regulasi adalah Permen nomor 22 tahun 2011 tentang penyelenggaraan TV Digital Terestrial Free to Air dibatalkan oleh MA. Hal tersebut berimplikasi pada dihentikannya seleksi multipleksing tahap 2 dan dapat berakibat pula dengan target digital switch pada tahun 2018. Untuk itu menurut saya langkah pertama yang perlu ditempuh Pemerintah adalah menerbitkan Permen Pengganti Permen nomor 22 tahun 2011 sebagai payung hukum pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan multiplexing TV Digital.