Wednesday, December 21, 2016

Infrastructure sharing. Why?

Infrastructure sharing. Why?

oleh: Adhitya Widyatama, Fery Andriyanto, Jhony Mangiring, Fadolly Ardin

Broadband penting bagi Indonesia di era ekonomi digital. 

Infrastruktur broadband Indonesia ditargetkan selesai pada tahun 2019. Dengan kondisi keuangan operator dan pasar yang sudah jenuh seperti saat ini, apakah investasi besar seperti periode sebelumnya akan masuk ke Indonesia untuk memenuhi target tersebut? 

Alternatif apa yang tersedia dan apa saja kendalanya?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa untuk membangun awareness di bidang telekomunikasi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

EKONOMI DIGITAL DAN BROADBAND 

Perubahan bisnis yang dihadapi oleh operator telekomunikasi di Indonesia saat ini adalah trend ke arah data dengan dampak tertentu terhadap kinerja bisnis operator.
Sebelum 3G dan 4G masuk ke pasar Indonesia, operator telekomunikasi mengalami masa keemasan karena pada saat itulah pertumbuhan bisnis telekomunikasi sangat tinggi di atas pertumbuhan normal. 
Permintaan terhadap layanan data akan terus meningkat sejalan dengan perubahan eksternal yang terjadi; diantaranya adalah ekonomi digital.
Segmen pendapatan utama dan traffic terbesar berasal dari layanan voice dan text (saat ini disebut sebagai layanan legacy).
Namun, implementasi teknologi 3G dan saat ini 4G yang ditandai dengan masuknya layanan data telah merubah komposisi ini. 

Gambar 1. Pertumbuhan Layanan Telekomunikasi (Telkomsel)

Gambar 1 menunjukkan peningkatan pertumbuhan layanan data yang tinggi dibandingkan dengan legacy service yang menurun dalam lima tahun terakhir pada operator Telkomsel.

Ekonomi digital adalah tempat virtual dimana hubungan antar individu yang menggunakan internet sebagai media untuk melakukan bisnis, melakukan transaksi, dan menciptakan harga.(Hartman et al 2000) atau dapat disimpulkan bahwa ekonomi digital adalah terjadinya transaksi keuangan elektronik di internet contohnya e-commerce dan bitcoin.
Ke depan, ekonomi akan berbasis digital dan semua transaksi akan berubah menjadi transaksi digital.
Gambar 2. Peningkatan Jumlah Pengguna Internet
(sumber: Oxford Economics)
Gambar 2 di atas dapat menunjukkan peningkatan pengguna internet di dunia setiap tahunnya. Situasi ini mendorong operator telekomunikasi untuk tetap membangun infrastruktur untuk mendukung internet broadband untuk meningkatkan layanannya.

PERAN OPERATOR DALAM PEMBANGUNAN TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Swasta berperan dalam pembangunan telekomunikasi di Indonesia.

Gambar 3. Pembangunan BTS Nusantara
(sumber laporan keuangan operator telekomunikasi)
Pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi masih berlangsung hingga ke pelosok Nusantara.

KONDISI BISNIS TELEKOMUNIKASI

Secara umum kinerja operator telekomunikasi tidak lagi mengalami peningkatan sebesar periode sebelumnya dan bahkan ada yang mencatatkan pertumbuhan negatif.

Gambar 4. EBITDA Operator Indonesia 2010 - 2014
(sumber: laporan keuangan operator telekomunikasi)

EBITDA yang merupakan salah satu indikator penting pada industri ini. Pada umumnya operator telekomunikasi Indonesia sudah tidak menikmati pertumbuhan (kecuali Telkomsel).

MENGAPA INFRASTRUKTUR SHARING?

Pasar Telekomunikasi di Indonesia saat ini sudah jenuh.
Agar industri telekomunikasi dapat bertahan operator berusaha untuk meningkatkan EBITDA dengan  meningkatkan efisiensi biaya.

Gambar 5. Kontribusi Penurunan Biaya Dengan Berbagai Jenis Infrastruktur Sharing
(sumber: bahan kuliah Kapita Selekta 2016)

Manfaat dari infrastruktur sharing pada umumnya adalah meningkatkan efisiensi, yaitu:
  1. Menghemat biaya operasional operator telekomunikasi;
  2. Operator dapat fokus dalam penyediaan services sehingga dapat mengurangi biaya capital untuk pengembangan infrastruktur;
  3. Operator dapat bekerjasama dalam kondisi mutualisme.

PILIHAN SELAIN INFRASTRUKTUR SHARING

Ada sejumlah pilihan yang dapat dilakukan selain infrstruktur sharing untuk tujuan yang sama.

Gambar 6. Pilihan Selain Sharing Infrastruktur
(sumber: bahan kuliah Kapita Selekta 2016)

Banyak area yang dapat digali dalam sharing infrastruktur. 
Operator telekomunikasi dan para pemangku kepentingan harus jeli untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang tersedia mengingat pasar telekomunikasi di Indonesia sudah dalam kondisi jenuh.

HIPOTESIS

Tanpa sharing infrastruktur sulit untuk mengangkat kinerja operator kembali seperti keadaan semula.


BAHAN DISKUSI

  1. Sharing infrstruktur merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan untuk diterapkan guna meningkatkan EBITDA melalui efisiensi biaya. Apakah ada aturan atau peraturan yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum implementasinya?
  2. Apakah ada manfaat sharing infrastruktur bagi operator yang memiliki infrastruktur yang lebih baik saat ini?
  3. Alternatif mana yang relevan untuk dijalankan di Indonesia saat ini?
  4. Risiko apa yang dihadapi Indonesia jika pelaksanaan program broadband 2019 tidak berjalan sesuai dengan rencana?
  5. Alternatif apa yang bisa dilakukan untuk mengamanka program broadband Indonesia 2019 apabila investasi yang diharapkan tidak memenuhi harapan?
Mari kita diskusikan...
++

Artikel terkait:
1. Telco needs a new engine? Apa spesifikasinya??
2. Telecommunication at the crossroad?
3. Renewable energy. We know it but deny it.
4. What is the truth here?

What is the truth here?

What is the truth here?

oleh: Andreas Pramana Edward, Dwi Laksmana, Mohamad Ilman Hasya, Kharisma Muhammad, Ria Soraya

Sebagian dari kita masih terheran-heran.  

Apa yang sedang terjadi dengan operator telekomunikasi  Indonesia khususnya. Saat traffic naik seharusnya bisnis tumbuh. Itu benar karena saat ini traffic suara dan SMS turun. Bisnis menurun. 

Tetapi bukankah payload data meningkat drastis antara lain berkat keberadaan OTT?

Apa yang sebenarnya terjadi?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa untuk membangun awareness di bidang telekomunikasi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

SITUATION

Tiga perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL
bertindak sebagai operator penyedia jaringan dan layanan telekomunikasi, trend jumlah pelanggannya secara umum mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.  
Gambar 1. Jumlah Pelanggan Operator Indonesia 2006 - 2015
(sumber: laporan keuangan tahunan)
Di sisi lain, trend perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi khususnya jaringan internet di dunia turut mendorong pergeseran pola komunikasi masyarakat tidak terkecuali di Indonesia.


Gambar 2. Mobile Data Traffic
(sumber: laporan keuangan tahunan operator Indonesia)


Tren perkembangan ini telah mendorong perubahan gaya hidup masyarakat untuk selalu terhubung dengan informasi dan jaringan telekomunikasi kapanpun dan dimanapun melalui jaringan seluler (mobile). 
Saat ini, tiap orang tidak hanya mengandalkan layanan suara (voice) dan SMS untuk dapat berkomunikasi, tetapi penggunaan media sosial yang dibangun oleh OTT jauh lebih dominan dan diandalkan karena kemudahan dan harga layanannya yang lebih murah.
Hal yang menggembirakan bahwa ini menyebabkan trafik data pada jaringan seluler terus meningkat.
Akan berdasarkan laporan tahunan dari operator menyebutkan bahwa pendapatan layanan data hanya menyumbang 20-30% dari total pendapatan operator per tahun. 
Sedangkan layanan voice masih menjadi penyumbang revenue terbesar yaitu sebesar 30-50%.
Artinya kehilangan pendapatan operator dari layanan legacy belum bisa ditutupi oleh pendapatan dari layanan data.

Gambar 3. Proporsi Pendapatan XL Axiata Pada  2014 dan 2015
(sumber: laporan keuangan tahunan operator)

Bandingkan dengan Telkomsel.

Gambar 4. Proporsi Pendapatan TELKOMSEL
(sumber: laporan keuangan tahunan operator)

PROBLEM

Peningkatan jumlah pelanggan serta beban trafik data pada jaringan seluler ternyata tidak mendorong pertumbuhan finansial ketiga perusahaan telekomunikasi tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir, ketiganya terus mengalami penurunan nilai ARPU.

Gambar 6. Nilai ARPU Tiga Operator Indonesia
(sumber: laporan keuangan tahunan operator)
Sementara itu, operator-operator telekomunikasi seluler masih menjalankan kewajiban  menggelar jaringan telekomunikasi.
Selain untuk menarik pelanggan yang lebih banyak dan  mengisi kebutuhan pasar terhadap layanan data yang diperlukan.
Gambar 7. Perluasan Jaringan Operator Indonesia 2005 - 2015
(sumber: laporan keuangan operator)
Kondisi ini tidaklah ideal bagi para operator.
Dalam usaha ini mereka membutuhkan tambahan modal dan juga menyebabkan kenaikan biaya operasional.
Tetapi tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang memadai.
Pada waktu tertentu krisis mungkin saja terjadi dan hal ini tentu tidak kita inginkan karena akan merugikan semua pemangku kepentingan.

PEMBAHASAN

Kita mencoba membahasnya dari sisi model bisnis.

Model bisnis adalah suatu tata cara bagaimana perusahaan memperoleh pendapatan (revenue) dan menghasilkan keuntungan dari pengoperasian perusahaan.
Suatu model bisnis merupakan penggambaran dasar pemikiran tentang bagaimana perilaku suatu organisasi dalam menciptakan, memberikan, dan menangkap value proposition yang diciptakan.
Model bisnis dapat berubah akibat dari adanya pergeseran kekuatan dari faktor-faktor internal yang selama ini dimiliki mengantisipasi perubahan yang disebabkan faktor-faktor eksternal.
Hal ini akan berakibat pada penurunan kinerja apabila kekuatan internal tidak dapat lagi mengantisipasi perubahan dari eksternal tersebut.
Model bisnis juga merupakan suatu metode manajerial yang setara dengan metode ilmiah,
dimulai dengan hipotesis, yang kemudian hipotesis tersebut diuji dalam tindakan lalu direvisi jika diperlukan. 
Ketika sebuah model bisnis baru mampu mengubah kondisi ekonomi suatu industri maka model tersebut dapat dengan sendirinya menciptakan keunggulan kompetitif yang kuat bagi pemiliknya.
Semakin sulit untuk ditiru tentu semakin lama perusahaan tersebut bertahan dengan keunggulan kompetitifnya,  
Pergeseran tren komunikasi masyarakat ke layanan data cukup merepotkan para operator,
karena teknologi yang digunakan untuk menyediakan layanan tersebut merupakan teknologi 3G/4G yang berbasis Internet Protocol (IP) yang sangat berbeda jauh dengan teknologi yang digunakan untuk layanan suara (voice) dan SMS (2G).
Teknologi yang berbeda yang membutuhkan model bisnis yang berbeda pula
Penggunaan teknologi yang berbeda ini masing-masing tetap bertujuan untuk mendatangkan keuntungan ekonomi bagi operator,
hanya saja dengan value proposition yang berbeda.

HIPOTESIS

Model bisnis yang saat ini diterapkan oleh operator-operator penyedia jaringan dan layanan telekomunikasi di Indonesia sudah tidak sesuai untuk dijalankan.
Value proposition yang ditawarkan tidak lagi mampu meningkatkan revenue perusahaan antara lain karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi dan gaya berkomunikasi masyarakat Indonesia sekarang ini.
Faktanya, kenaikan mobile traffic data yang signifikan tidak dapat mengangkat nilai ARPU
Bisnis model di era layanan voice dan SMS tidak cocok lagi diterapkan pada era digital.

QUESTION

  1. Apakah strategi pemasaran (marketing) & operasional yang telah dijalankan oleh operator telekomunikasi di Indonesia sehingga berdampak pada penurunan ARPU yang begitu cepat?
  2. Apa yang sebaiknya dilakukan oleh operator dan para pemangku kepentingan telekomunikasi di Indonesia agar kondisi ini tidak terus berlanjut?
  3. Apakah dengan konversi perusahaan dari penyedia jaringan dan layanan menjadi digital company dapat membantu? Apa potensi kendalanya?
  4. Bagaimana model bisnis operator telekomunikasi di negara-negara maju dalam menghadapi situasi ini? Bisnis model apa yang mereka terapkan? 
  5. Apa dampak yang harus dihadapi saat perusahaan memutuskan untuk mengganti model bisnis mereka?  
Mari kita diskusikan...
++

Telco needs a new engine? Apa spesifikasinya??

Telco needs a new engine? Apa spesifikasinya??

oleh: Asril Irsadi (ME), Eliesa Sandra (ME), Indra Ardhanyudha (ME), Wahyu Raditya (MT)


Pertumbuhan yang tinggi (above the normal growth) di sektor telekomunikasi Indonesia terjadi dalam periode 1999 – 2015 ditunjang oleh mesin UU 36/1999 tentang Telekomunikasi.

Milyaran dolar dana asing masuk yang merubah rasio teledensitas dari 1:48 (berdasarkan Cetak Biru Kebijakan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Indonesia No. KM 72 Tahun 1992) menjadi 1:1 untuk lebih dari 200 juta masyarakat Indonesia. 

Kini pertumbuhan usaha sudah rendah pada saat sektor ini kembali memerlukan investasi besar untuk Indonesia masuk ke era broadband.

Apakah UU 36/1999 masih berdaya?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa untuk membangun awareness di bidang telekomunikasi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

SITUATION

Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi telah membuka pasar dan kesempatan yang besar bagi seluruh pelaku bisnis di bidang telekomunikasi untuk melakukan investasi secara besar – besaran di Indonesia.

Gambar 1. Pertumbuhan Pelanggan Sektor Telekomunikasi
(sumber: www.redwing-asia.com)
Layanan telekomunikasi yang semula berbasis teknologi fixed cable berubah ke arah tekonolgi mobile.
Gambar 2. Pertumbuhan Pelanggan Telekomunikasi Indonesia
(sumber: laporan keuangan operator)
 Di Indonesia hal ini ditandai dengan tingginya pertumbuhan pelanggan operator mobile dan rendahnya pertumbuhan pelanggan fixed cable sejak tahun 1999.

PROBLEM

Pertumbuhan positif di bisnis tidak selamanya terjadi.
Pasar telekomunikasi sudah memasuki masa saturasi sejak beberapa tahun belakangan ini.
Gambar 3. Pendapatan Operator Dari Layanan Voice dan SMS (legacy)
(sumber: laporan keuangan operator)

Industri telekomunikasi saat ini tidak hanya bertumpu pada layanan legacy semata. 
Gambar 4. Pendapatan Operator Dari Layanan Data
(sumber: laporan keuangan operator)

Layanan data mulai menggantikan posisi layanan legacy di sisi traffic.
Namun pertumbuhan pendapatan dari layanan data ini tidak diiringi dengan trend peningkatan di sisi EBITDA yang dibutuhkan oleh investor dan operator.


Gambar 5. EBITDA Margin Operator
(sumber: laporan keuangan operator)
Dapat disebutkan bahwa penurunan traffic dan pendapatan layanan legacy yang terjadi belum dapat dikompensasi oleh layanan data.


DISCUSSION

UU No. 36 Tahun 1999 telah membawa angin segar bagi para investor untuk menanamkan uangnya di sektor telekomunikasi Indonesia khususnya pada teknologi mobile.
Namun bisnis di sektor ini tidak selamanya bagus seperti yang terlihat dari fakta yang menunjukkan layanan legacy (voice dan SMS) yang mengalami saturasi akibat keberadaan layanan data yang ditawarkan sendiri oleh para operator.
Operator dan para pemangku kepentingan perlu berbenah untuk menghadapi situasi seperti ini.
Diantaranya adalah melakukan cost efficiency terhadap operasi yang berjalan untuk mempertahankan daya tarik investasi, melakukan investasi baru untuk penyesuaian teknologi, dan mengkaji ulang kesesuaian dari model bisnis yang sesuai dengan perubahan yang terjadi seperti ekonomi digital dan perilaku pelanggan.
Gambaran pada Gambar 5 di atas perlu diubah agar investasi besar dapat kembali masuk memuluskan implementasi program broadband Indonesia 2019 sebagai penunjang bagi ekonomi digital Indonesia.
EBITDA merupakan salah satu indikator penting pada industri ini.
Dalam situasi pasar yang sudah jenuh maka cost efficiency merupakan pilihan dan di antaranya adalah infrastructure sharing selain pos-pos lainnya yang tidak populer.
Namun pada tingkat pelaksanaannya ada sejumlah kendala baik di sisi bisnis dan aturan. 
Dari saat ini ke depan, gaya hidup (life style) setiap orang akan berubah yang dipicu oleh ketergantungan pada data.

Gambar 6. Semua Sektor Membutuhkan Layanan Data
Segala aktivitas manusia akan bergantung pada layanan data dan konvergensi antara layanan dan penyedia layanan menjadi isu penting.
Pada sisi layanan, konvergensi layanan akan menyatukan layanan telekomunikasi, penyiaran, dan internet menjadi satu.

Gambar 7. Konvergensi Pada Sisi Layanan
(sumber: http://www.manajementelekomunikasi.org/2012/11/studi-kasus-5-regulasi-konvergensi.html)

Ketiga layanan tersebut akan berbasis pada layanan data yang dengan sendirinya akan semakin menekan pendapatan (revenue) dari layanan legacy.
Namun pada tingkat operator dan perizinan, perbedaan antara broadcaster, operator seluler, fixed-line dan broadband provider masih belum jelas. Namun hal ini tidak bisa diselesaikan secara sektoral karena menyangkut pada sektor-sektor lain seperti perdagangan dan industri sebagai salah satu pengguna.

HIPOTESIS

Dengan melihat kondisi yang ada dan nilai strategis industri ini terhadap ekonomi digital Indonesia mungkin sudah saatnya sektor telekomunikasi ini dilengkapi dengan engine baru untuk memperkuat UU No 36. Tahun 1999 guna menunjang kinerja industri kembali seperti semula.

QUESTION

Dengan berbagai permasalahan tersebut, kemudian muncul beberapa pertanyaan:

  1. Apa kiat operator untuk dapat bertahan di tengah perubahan gaya hidup, perubahan teknologi, dan ketatnya persaingan telekomunikasi di bawah UU 36/1999?
  2. Jika infrastructure sharing tidak "direstui" maka pos-pos biaya apa saja yang mampu memberikan cost efficiency cukup besar bagi operator?
  3. Jika UU 36/1999 akan diperkuat atau disesuaikan maka poin – poin apa saja yang pentinng untuk dimasukkan?
  4. Bagaimana gambaran mengenai bisnis telekomunikasi Indonesia ke depan jika UU 36/1999 tetap diaplikasikan?
Mari kita diskusikan...
++

Artikel terkait:
1. Infrastructure sharing. Why?
2. Telecommunication at the crossroad?
3. Renewable energy. We know it but deny it.
4. What is the truth here?



Telecommunication at the crossroad?

Telecommunication at the crossroad?

oleh: Ade Munandar, Eko Hin Ari, Fitria Yuliani, dan Mandala A.F.

Industri telekomunikasi menghadapi dilemma. 

Bisnis mengalami penurunan di tengah perubahan gaya hidup masyarakat dan teknologi. Dengan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional akan kah investasi besar kembali masuk ke industri ini?

Bagaimana kita mensikapi situasi ini?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari studi kasus ini adalah sebagai sarana belajar bagi mahasiswa untuk membangun awareness di bidang telekomunikasi dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan yang terjadi untuk kemudian menarik pengetahuan yang berharga dari artikel dan diskusi yang terjadi.

PERTUMBUHAN BISNIS TELEKOMUNIKASI DUNIA

China mobile dan AT&T merupakan dua operator telekomunikasi terbesar di dunia. 
Kedua operator ini pada 5 tahun terakhir masing-masing mengalami penurunan pendapatan dari layanan voice & SMS sebesar 2% dan 8%.

Gambar 1. Kinerja China Mobile dan AT&T 2011 - 2014
(sumber : Annual Report China mobile dan AT&T Tahun 2011-2014)

Ada apa dengan operator dunia? Revenue layanan legacy menurun sejalan dengan menurunnya traffic dari layanan voice.

PERTUMBUHAN BISNIS TELEKOMUNIKASI INDONESIA

Operator XL dan Indosat juga mengalami hal serupa.
Penurunan pendapatan terjadi pada layanan voice & SMS, namun di sisi lain terjadi peningkatan payload yang pesat pada layanan data.

Gambar 2. Kinerja Operator Indonesia 2011 - 2015
(sumber: laporan keuangan tahunan Telkomsel, Indosat, dan XL)
Ada apa dengan operator Indonesia? Mengapa layanan data tidak dapat membantu menutupi berkurangnya pendapatan pada layanan voice & SMS mereka?

SITUATION

Pendapatan bersih operator kita tergerus sejalan dengan perubahan trend gaya hidup masyarakat yang menggemari layanan data sementara expenses meningkat dari tahun ke tahun. 

Gambar 3. Revenue vs. Operating Expense Operator Indonesia 2005 - 2015
(sumber: laporan keuangan Telkomsel, Indosat, dan XL)
Operator-operator lain membukukan kinerja yang lebih rendah dari Telkomsel.
Gambar 4. Beban Operasional Operator Indonesia 2006 - 2015
(sumber: laporan keuangan tahunan)
Cost efficiency belum optimal dijalankan? 

Apa yang harus dilakukan operator dan para pemangku kepentingan untuk menghadapi kedua kondisi ini?

PEMBAHASAN

OFCOM, regulator telekomunikasi di Inggris memerintahkan British Telecom (operator terbesar di UK) untuk melakukan infrastructure sharing dan ini membantu operator menekan beban operasional setiap tahunnya.
Infrastruktur tidak untuk dipersaingkan.
Dan tidak merugikan incumbent dan bahkan menurunkan risiko bisnis BT. 
Gambar 5. Kinerja British Telecom
(sumber: laporan keuangan tahunan)

HIPOTESIS

Bisnis telekomunikasi dengan teknologi GSM telah memasuki fase saturasi atau at the crossroads
Mari kita melihat kembali perkembangan teknologi telekomunikasi pada era-era sebelumnya: telegram hilang digantikan dengan telepon tetap (fixed telephony), kemudian digantikan dengan mobile telephony (GSM), dan kini GSM juga terancam hilang dengan kehadiran layanan data. 
Mereka yang tergantikan tidak akan kembali ke zaman keemasannya.

QUESTION

Pertanyaan yang muncul dari berbagai permasalahan di atas antara lain:
  1. Apakah ada bisnis selain telekomunikasi yang mengalami fenomena yang sama (saturasi) dan mampu bangkit? Dan dengan cara bagaimana bisnis tersebut mengalami kebangkitan?
  2. Mengapa layanan data operator Indonesia tidak dapat menutupi penurunan EBITDA dari layanan legacy? Apakah ada operator luar negeri yang kondisinya mirip dengan operator kita? Atau sebaliknya?
  3. Hambatan apa yang dialami operator kita sehingga belum dapat menemukan sumber-sumber pendapatan baru dari layanan data?
  4. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh regulator Indonesia untuk membalikkan keadaan dan membuat investasi besar kembali masuk ke industri telekomunikasi kita?

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger