Tuesday, November 12, 2013

Studi Kasus #15: Model Bisnis MEDIA PUBLIK dan Layanan TELEKOMUNIKASI

Seri Kapita Selekta

oleh: Kelompok 1
Mustain, RintoHariwijaya, Fauzan Baskoro


Media publik yang dikenal adalah koran, majalah, radio, dan televisi. 

Industri ini dalam kesulitan yang besar saat ini. Produksi menurun seiring penurunan pendapatan dan meningkatnya biaya-biaya. Faktor-faktor eksternal mengubah industri ini.  

Sejumlah operator telekomunikasi saat ini juga mengalami gejala yang sama.

Berhasilkah media publik mensiasati situasi ini?

Pengantar

Media massa cetak merupakan alat komunikasi satu arah yang diterbitkan di Eropa pada abad ke-17 dan berkembang sejak alat cetak pertama ditemukan yang mengantikan hand-writing news sheet.

Di Indonesia sendiri, surat kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah masyarakat hingga sekarang. Pertumbuhan media massa cetak sangat pesat sebelum datangnya era digital. Kebutuhan manusia akan informasi menjadi salah satu pendorong media cetak berjaya dengan margin laba yang menarik. Sumber utama pendapatan media umumnya berasal dari iklan dan pelanggan.

Namun sejak era digital, ditandai dengan tumbuhnya layanan jaringan internet, media cetak konvensional ini mulai ditinggalkan penggunanya.Masyarakat bukan meninggalkan informasi, namun beralih ke teknologi yang menyajikan informasi dengan cara yang lebih praktis, cepat, up-to-date, dan dua arah.

Berdasarkan informasi dari American Newspaper Association, revenue media cetak terus terjun dari awal tahun 2000-an.

(sumber: Newspaper Association in Amerika - September 2012)

Model Bisnis Media Massa Konvensional (Cetak)

Model bisnis yang ditampilkan di sini berupa model bisnis media massa cetak konvensional.

Model Bisnis Media Massa Cetak Konvensional
Dalam kanvas model bisnis tersebut dapat terlihat bahwa VP yang ditawarkan berupa berita dengan CS masyarakat umum atau lokal suatu daerah dan iklan untuk CS perusahaan atau institusi atau juga perseorangan.

VP dan CS ini menghasilkan pendapatan dari jumlah eksemplar yang terjual ditambah dengan jumlah iklan yang dimuat dalam surat kabar tersebut. 

Aktivitas utama (KA) dan sumberdaya kunci (KR) menghasilkan beberapa jenis biaya sebagai berikut :
  • Biaya untuk jurnalis, editor dan kontributor 
  • Biaya pokok percetakan yang berupa biaya kertas dengan rumus total kertas yang terpakai : (jumlah lembar kertas x panjang x lebar x berat gr/m2) / 10.000 dan juga biaya tinta dengan rumus pemakaian tinta : (A x O x D x V x P x I) / 10.000 = … gram tinta. 
  • Biaya gudang (gaji karyawan bagian gudang, pemeliharaan dan perbaikan gudang) 
  • Biaya penerbitan 
  • Biaya ekspedisi / pengiriman (biaya pengepakan, pengiriman, karyawan bagian expedisi, biaya tidak langsung.
Sedangkan untuk KP terdiri dari :perusahaan periklanan, para kontributor, perusahaan percetakan dan operator telekomunikasi (menggunakan layanan telekomunikasi terutama untuk mendukung kegiatan jurnalistik, pengiriman berita, dan proses percetakan ke beberapa kantor cabang).

Mengapa Media Cetak Kolaps?

Sepanjang tahun 2011, The New York Times (NYT) perusahaan koran tertua di Amerika mengalami penurunan pendapatan luar biasa dari iklan dan dinyatakan kolaps pada akhir 2011. Hal ini menjadi pukulan besar bagi seluruh pengusaha media cetak di seluruh dunia.

NYT akhirnya melego 16 suratkabar daerah miliknya kepada Halifax Media Holdings senilai USD 143 juta. 

Selama 9 bulan pertama 2011, pendapatan perusahaan koran tersebut turun sebanyak 7 persen dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan biaya untuk mempertahankan tingkat keuntungan.

Kinerja Keuangan NYT
Penyebab utama kolapsnya media cetak tersebut adalah mahalnya biaya cetak dan biaya untuk mendapatkan informasi (news).

Koran adalah bisnis. Dengan asumsi biaya cetak Rp. 1000 per eksemplar. Ini berarti perusahaan suratkabar membutuhkan 100 juta untukmemproduksi 100.000 eksemplar. Untuk bisa terbit selama satu bulan penuh, maka dibutuhkan modal kira-kira 3 milyar rupiah.

Penyebab lainnya adalah media online.

Sistem yang mengedepankan teknologi internet ini lebih efisien, murah dan efektif dibandingkan dengan media cetak konvensional. Faktor kecepatan dan keakurasian menjadi andalan dari pemberitaan yang berbasiskan pada media online interaktif yang melibatkan publik sebagai sumber berita (citizen journalism) sekaligus pengguna berita.

Disamping itu media online juga lebih ramah lingkungan. (sumber: Kompasiana). Pasalnya media online tidak membutuhkan kertas, yang berasal dari pohon-pohon hutan.

Dan berikut ini kinerja keuangan The Washington Post berdasarkan laporan tahun 2012 :

Ilustrasi Kinerja Keuangan The Washiongton Post 2012

Bahan Diskusi

Berdasarkan fenomena tersebut, muncul sejumlah pertanyaan :
  1. Apakah kejatuhan media cetak konvensional ini benar-benar karena kehadiran media online? 
  2. Seberapa hebat sistem online yang nota bene berdiri di atas jaringan telekomunikasi bisa menjatuhkan sistem konvensional yang sudah beratus tahun eksis? 
  3. Apakah industri telekomunikasi diuntungkan dengan jatuhnya industri media dan tumbuhnya media onlune ini? Jika tidak, apa yang salah?
  4. Sejumlah media konvensional telah mengembangkan media online untuk menyesuaikan diri tetapi ini juga tidak mendorong pertumbuhan pendapatan mereka. Mengapa?
Mari kitadiskusikan.

Monday, November 4, 2013

Studi Kasus #14: Model Bisnis RETAIL dan Layanan TELEKOMUNIKASI

 Seri Kapita Selekta

oleh: Kelompok 5
Zulfadli, Lia Astari, Rinaldy Resinanda

“Every man lives by exchanging” – Adam Smith
Perdagangan atau jual beli merupakan aktivitas sehari – hari manusia. 

Seperti quote yang dinyatakan oleh Adam Smith tersebut, mengandung arti bahwa perdagangan merupakan aktivitas dasar kehidupan manusia. 

Membahas dan mengikuti perkembangannya merupakan hal yang selalu menarik untuk diikuti! Khususnya dari perkembangan layanan telekomunikasi.


Retail sebagai Bagian Channel Distribusi

Retailing merupakan tahapan terakhir dalam suatu channel distribusi, sebagai bagian dari proses transfer kepemilikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen.

Channel Distribusi Barang
Retail berasal dari bahasa Inggris yang berarti eceran. Secara lebih luas diartikan menjual barang eceran kepada masyarakat. 

Definisi retail berdasarkan para pakar adalah:
  1. Retailing is a set of business activities that adds value to the products and services sold to consumers for their personal or family use (Levy, Weitz, 2001)
  2. Retailing consists of the business activities involved in selling goods and services to consumers for their personal, family, or household use (Berman, Evans, 2001) 
  3. Bisnis retail meliputi seluruh aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa langsung pada konsumen (Usman Thoyib, 1998) 
  4. Ritel atau eceran (retailing) adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis (Utami, 2006)
Dalam suatu channel distribusi, retailing memainkan suatu peranan penting sebagai penengah antara para produsen, agen dan para konsumen akhir.
Retailer mengumpulkan berbagai jenis barang dan jasa dari berbagai sumber dan menawarkannya kepada konsumen. Retailing tidak harus melibatkan suatu toko. Mail order atau telepon order, penjualan langsung ke konsumen di rumah-rumah dan kantor, mesin-mesin penjaja termasuk dalam scope retailing.
Bisnis Retail merupakan salah satu bisnis yang tumbuh cukup baik di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah penduduk yang cukup banyak menunjang perputaran uang yang tinggi terutama untuk kebutuhan konsumsi. 

Dalam perkembangannya, bisnis retail melakukan perluasan jangkauan dari skala kota menuju propinsi, nasional, regional dan pada akhirnya global.

Digital Retailer

Traditional retailer beradaptasi dalam digital environment

Digital retailer dapat memberikan beberapa keuntungan bagi retail, dimana physical retail memiliki keterbatasan pada space. Dengan digital retailer, infrastruktur bangunan, perawatan bangunan, staf yang mengurusi store dapat dieliminasi. 
Digital retail dapat memungkinkan melakukan transaksi selama 24 jam setiap harinya. Namun digital retail juga membawa efek lain, yaitu dibutuhkan strategi pricing yang dinamis, di mana dengan sistem online kompetisi merupakan ‘single click away’.

Model Bisnis Retail

Berikut adalah contoh model bisnis dari usaha peritel di Indonesia:


Model bisnis retail memiliki pola long tail dan freemium.

Pola Bisnis Model Long Tail
Pola bisnis model long tail memiliki karakteristik menawarkan produk / layanan dalam variasi jumlah yang sangat banyak
Katalog produk dengan jumlah yang banyak ini dimungkinkan dengan adanya online store yang memudahkan customer untuk mengakses dan meng-update daftar produk dan harga.
Pola Bisnis Model Freemium
Model bisnis freemium bercirikan penawaran produk yang merupakan kombinasi produk gratis / low price dan berbayar.

Peran ICT dalam Model Bisnis Retail

Kemajuan sektor ICT turut membantu perkembangan bisnis retail, sehingga bisnis retail saat ini dapat dikatakan memiliki ketergantungan kepada teknologi informasi dan telekomunikasi yang tinggi terutama pada supply chain management (logistic, inventory, pembelian, pendistribusian) dan perluasan channel untuk keperluan marketing, serta untuk menambah layanan customer relationship.
Karakter bisnis retail yang berambisi menjangkau sebanyak mungkin konsumen telah membuat peranan e-business menjadi semakin penting. Evolusi skenario kompetisi pada sektor retail ini menjadikan ICT sebagai faktor penentu kemenangan dalam kompetisi. 

ICT telah berperan setidaknya dalam dua hal yaitu:
  • peningkatan laba, dan 
  • efisiensi terhadap keseluruhan proses internal.

Area utama yang membutuhkan bantuan ICT ada pada:
  1. supply chain configurations 
  2. manajemen operasi toko/merchant
  3. perbaikan business processes
  4. interaksi dengan pelanggan. 
Framework dari sistem retail yang telah menggunakan ICT dapat dideskripsikan sebagai berikut:



Peranan ICT pada masing-masing stream adalah sebagai berikut:
  1. Upstream supply chain --> e-procurement 
  2. In-house supply chain --> internal ICT systems 
  3. Downstream supply chain --> e-retailing, e-marketing, e-commerce website

Dengan semakin pentingnya peranan ICT terhadap kemajuan sektor retail, terlihat pula kecenderungan perusahaan-perusahaan retail untuk meningkatkan anggaran pemeliharaan dan investasi pada sektor ICT seperti terlihat pada hasil survei di bawah ini. 


Survey dilaksanakan ada tahun 2007 di tujuh negara utama Uni Eropa.

Secara khusus, aktivitas yang mendapatkan dampak positif cukup besar dari penerapan ICT adalah :
  1. logistik 
  2. administrasi dan akuntansi
  3. manajemen dan pengawasan
  4. marketing 
  5. pelayanan pelanggan. 

Peran ICT Pada Peritel Indonesia (Alfamart)

Di Indonesia, peranan ICT terhadap pertumbuhan usaha sektor retail dapat kita amati pada berbagai perusahaan, salah satunya adalah Alfamart. 
Di Alfamart, sistem Teknologi Informasi Komunikasi berfungsi sebagai enabler dalam bisnis perusahaan, baik dalam kegiatan organisasi maupun operasional gerai di berbagai lokasi.
Sistem ICT juga semakin penting dalam menunjang ekspansi Bisnis Value Added Services yang gencar dikembangkan oleh perusahaan, termasuk memfasilitasi layanan pembayaran dan pembelian online, serta Top- Up kartu Prabayar dan pulsa elektronik di kasir gerai Alfamart.

Pada tahun 2012, Alfamart telah melakukan soft launching untuk bisnis Online Shopping untuk area Tangerang dan sekitarnya, mencakup pelayanan pesan dan antar, dalam memenuhi kebutuhan konsumen untuk transaksi belanja kebutuhan sehari-hari dengan menembus batas ruang dan waktu.

Apa yang dapat kita pelajari ?

Mempelajari dan mendiskusikan model bisnis retail lebih lanjut merupakan hal yang menarik mengingat bisnis ini memiliki kemajuan pesat terutama di era e-commerce saat ini. 
Bagaimana Amazon dan Rakuten dapat mencapai kesuksesannya ?
Bagaimana pola bisnis modelnya yang membedakan dengan yang lain ?
Apa yang dapat dipelajari oleh operator telekomunikasi dari bisnis model retail ini?
Sumber:
  1. Alexander Osterwalder & Yves Pigneur. Business Model Generation. PT Elex Media Komputindo. 2013.
  2. ICT and e-Business Impact in the Retail Industry, The European e-Business Market Watch, Study report No. 04/2008
  3. Journal : A case study of retail industry of ICT innovation services - a Happy Life Supermarket, Business and Information 2013 (Bali, July 7-9)
  4. ICT & e-Business in the Retail Sector, The European e-Business Market Watch, Sector Report No.12 II/July 2003
  5. Sumber Alfaria Trijaya, Laporan Tahunan 2012.
  6. http://www.bimbingan.org/perusahaan-retail-adalah.htm
  7. http://www.digitalbusinessmodelguru.com/
  8. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl521/prosedur-mendirikan-toko-ritel-tradisional-dan-ritel-modern
++

Studi Kasus #13: Model Bisnis VENDOR Telekomunikasi

Seri Kapita Selekta

oleh: Kelompok 2
Ayu Nova, Dewi Asri Tiara Putri, Putu Eka Suarjaya

Kemajuan industri telekomunikasi Indonesia tidak terlepas dari peran vendor telekomunikasi. 

Berbicara industri telekomunikasi tidak bisa terlepas dari peranan vendor telekomunikasi yang mengisi kebutuhan perangkat bagi operator telekomunikasi.

Vendor telekomunikasi umumnya menyediakan solusi bagi operator dalam hal infrastruktur baik untuk komunikasi tetap maupun bergerak.

Pendahuluan

Teknologi telekomunikasi selalu mengalami perkembangan yang semakin canggih dari tahun ke tahun. Perkembangan ini menciptakan adanya tren yang ikut berubah pada industri telekomunikasi global. Tren yang ada tidak hanya berkaitan dengan pengadopsian infrastruktur telekomunikasi terbaru tetapi juga berkaitan dengan gaya pemakaian perangkatnya di masyarakat.
Kemajuan industri telekomunikasi tidak terlepas dari peran vendor telekomunikasi. 
Diantaranya adalah Ericsson yang telah memasok perangkat jaringan seluler (NMT) pada tahun 1987 dan merupakan pelopor dalam menyediakan jaringan bergerak digital (GSM 900) di tahun 1995 diikuti teknologi 3G sampai pada teknologi terbaru seperti LTE yang walaupun sampai saat ini masih dalam tahap ujicoba.

Beberapa vendor penyedia perangkat telekomunikasi diantaranya Ericsson, Nokia Siemens Network, Huawei, Samsung, ZTE, NEC dan Alcatel-Lucent. Saat ini Ericsson dan Huawei merupakan pemasok terbesar untuk kebutuhan perangkat telekomunikasi di Indonesia ataupun global. 

Di Indonesia sendiri Ericsson dan Huawei bekerja sama dengan tiga besar operator seluler Indonesia seperti Telkomsel, XL Axiata dan Indosat. Vendor tersebut mensuplai perangkat kepada operator dengan pembagian area tertentu. 
Di tengah persaingan yang ketat antar vendor dan kondisi industri telekomunikasi dunia ataupun Indonesia yang mulai mengalami titik jenuh dengan ditandai oleh pertumbuhan kinerja keuangan yang mulai menurun.
Namun beberapa vendor seperti Ericsson dalam satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang relatif stabil bahkan cenderung meningkat. 
Hal tersebut bisa dilihat dari kinerja saham Ericsson dibandingkan dengan 3 operator Indonesia seperti gambar di bawah. 


Pergerakan Harga Saham (1 tahun terakhir)
Ericsson dan Operator Telekomunikasi Terkemuka di Indonesia

Bisnis Model Vendor Telekomunikasi (Ericsson)

Posisi Ericsson yang tetap bisa bertahan di dalam persaingan bisnis, walaupun mendapat tantangan dan tekanan berat dari vendor Cina.
Hal ini bisa jadi karena perusahaan ini telah menerapkan model bisnis yang sesuai. 
Berikut Model Bisnis Kanvas Ericsson sebagai penyedia hardware ataupun software bagi industri telekomunikasi dunia. 


Model Bisnis Kanvas Ericsson
Berdasarkan model bisnis di atas terlihat bahwa salah satu revenue stream dari Ericsson adalah License atau ijin penggunaan hak patent baik kepada kompetitor ataupun kepada manufaktur perangkat yang merupakan customer segmentnya. 

Ada kemungkinan memang revenue dari sisi paten ini ikut mengangkat kinerja keuangan perusahaan.

Penutup

Sebagai penutup ada satu hal menarik yang bisa dipikirkan.
Apakah penurunan kinerja keuangan operator seluler Indonesia ini erat kaitannya dengan investasi secara besar-besaran dalam infrastruktur terutama untuk pemenuhan trafik data yang tidak sebanding dengan revenue yang didapatkan yang justru hal ini merupakan revenue dari sisi vendor?  
Ataukah memang model bisnis yang diterapkan oleh operator sudah tidak sesuai
Atau mungkin operator dan vendor bisa berkolaborasi dalam menciptakan model bisnis baru yang tentunya menguntungkan kedua belah pihak.

+++


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger