Sunday, March 13, 2011

Strategi Implementasi Cloud Computing sebagai Katalisator Pertumbuhan Ekonomi Indonesia



              Perkembangan teknologi telah membawa perubahan pada tatanan kehidupan manusia sehari-hari. Masyarakat Indonesia juga mulai berubah ke arah information society. Dalam information society ini  informasi memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, ekonomi, perindustrian, politik, bahkan hukum. Pemanfaatan teknologi informasi secara tepat guna dapat diselaraskan dengan tujuan pembangunan bangsa untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, salah satunya dengan meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Peran Information & Communication Technology (ICT) di dunia ekonomi antara lain dengan hadirnya e-commerce, online shopping, e-travel, e-banking, ERM, memudahkan proses ERP dan CRM di suatu perusahaan. Manfaat positif dari ICT tak hanya ditujukan untuk perusahaan berskala besar saja, tapi juga pengusaha kecil dan menengah yang tersebar di seluruh Indonesia.
                  Perekonomian Indonesia tidak hanya terpusat di daerah perkotaan besar saja, namun jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sangat besar juga memiliki peranan penting dalam menopang perekonomian bangsa. Persebaran pengusaha kecil dan menengah yang cendenrug berada dekat dengan potensi sumber daya di berbagai daerah ini mau tidak mau memaksa penggunaan teknologi informasi yang mampu menjangkau pelosok negeri. Dengan hadirnya teknologi broadband dan Cloud Computing diramalkan akan menjadi trend dunia informasi dan telekomunikasi di masa mendatang. Manfaat yang bisa diperolehnya antara lain terdorongnya bertumbuhan ekonomi sebagai implikasi hadirnya teknologi broadband yang sering dikenal dengan istilah broadband economy. 
                      Kondisi geografis dan persebaran penduduk Indonesia yang belum merata menjadikan kombinasi dari teknologi broadband dan Cloud Computing pilihan yang tepat untuk mempercepat broadband economy di Indonesia. Masing-masing teknologi tersebut mampu mengatasi masalah yang masih dihadapi Indonesia seperti :
Masih jarangnya sumber daya manusia yang mampu mengelola sistem informasi secara menyeluruh di daerah-daerah. Dengan penggunaan teknologi cloud computing, masalah maintenance jaringan inti dan aplikasi inti dapat dilakukan ahli nya secara remote tanpa harus datang ke masing-masing daerah. Perawatan infrastruktur di lapanagan (daerah) hanya sebatas hardware dan software user serta koneksi ke jaringan internet saja.
2.  Jumlah UMKM potensial yang tersebar di berbagai pelosok dan daerah memungkinkan untuk dijangkau dan diintegrasikan ke dalam suatu sistem e-commerce yang terintegrasi secara nasional melalui cloud computing.
3.  Biaya investasi untuk implementasi cloud computing jauh lebih rendah bila dibandingkan implementasi infrastruktur sistem informasi secara menyeluruh untuk satu daerah (server dan client side)
4.  Proyek Palapa Ring, program Desa Berdering dan Desa Pintar dari Kominfo merupakan langkah awal yang sangat baik untuk mengantarkan Indonesia menuju broadband economy, tinggal bagaimana tugas kita mengelola, menjaga dan memanfaatkannya dengan maksimal untuk mengoptimalkan potensi yang masih belum dioptimalkan ini. Penerapan cloud computing dinilai mampu menjadi trigger yang mempercepat geliat ekonomi yang berimplikasi pada meningkatnya daya beli masyarakat serta menarik minat investor.

                 Walaupun implementasi cloud computing bukannlah hal yang baru di Indonesia (beberapa perusahaan telah memanfaatkan teknologi ini), namun untuk mengimplementasikannya secara nasional untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu disusun sebuah strategi yang apik. Hal ini bertujuan agar tercipta suatu sinergis yang berkesinambungan baik dari pemerintah, regulator, investor swasta, akademisi, serta masyarakat.
             Pada tulisan ini, penulis mencoba merumuskan strategi pemanfaatan cloud computing untuk mempercepat broadband economy. Proses Perumusan sebuah strategi meliputi 3 tahapan utama, yaitu tahap identifikasi, tahap analisa dan tahap pengambilan keputusan [1]. Ada beberapa alat bantu yang bisa digunakan dalam masing-masing tahapannya. Pada tulisan ini, penulis menggunakan pendekatan key management model berupa ‘Strategic Dialogue” [2]. Diagram alir dari proses sintesa hingga implementasi strategi tersebut digambarkan dalam bagan diabawah ini :


            Gambar 1. Skema Penyusunan Strategi menggunakan model Strategic Dialogue

Tahap 1 (Identifikasi Awal)
1.   Strategic window
Mengkaji kembali visi dan misi dari implementasi cloud computing untuk digunakan oleh UMKM :
·    Visi : Peningkatan perekonomian bangsa melalui peningkatanan kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dengan pemanfaatan teknologi ICT secara tepat guna.
·     Misi :
o   Meningkatkan perekonomian UMKM di seluruh Indonesia
o   Mengedukasi pelaku usaha mikro, kecil menengah dengan pengetahuan ICT yang tepat
o   Memberikan efisiensi dan efektifitas operasional UMKM dengan berbasis pengetahuan ICT
Mengintegrasi proses bisnis antar UMKM, UMKM dengan pebisnis menengah keatas, dan UMKM dengan pemerintah
Berdasarkan visi dan misi tersebut, langkah-langkah praktis yang dapat diambil dari manfaat penggunaan cloud computing antara lain sebagai berikut :
1.   Mengimplementasikan teknologi broadband untuk national backbone agar menjamin kecepatan komputasi cloud computing sehingga memberikan efektivitas dan efisiensi operasional usaha.
2.   Mendukung dan memberikan prioritas bagi Depkominfo untuk menyelesaikan proyek Palapa Ring untuk Indonesia wilayah timur.
3.   Membangun hubungan kerjasama antar UMKM, pengusaha besar dan pemerintah melalui program kemitraan yang melibatkan Departemen Perdagangan dan Perindustrian, perguruan tinggi dan investor swasta.
4.   Mendorong program e-government di berbagai daerah serta membantu pemerintah untuk memberikan insentif bagi UMKM dalam megimplementasikan teknologi sistem informasi.
5.   Bekerjasama dengan Departemen Ketenagakerjaan Umum menyusun dan mengeksekusi program pelatihan ketenagakerjaan berbasis teknologi informasi di penjuru desa potensial di Indonesia.
6.  Bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk merangsang pertumbuhan industri kreatif dan kewirausahaan modern berbasis ICT yang pada proses operasional nya harus mengoptimalkan potensi yang ada di desa dengan melibatkan penduduk lokal setempat agar terjadi transfer pengetahuan yang solutif untuk masing-masing wilayah.

Tahap 2 (Perumusan Strategi Alternatif)
2.  Analisis Faktor Eksternal
Analisis eksternal ini mempertimbangkan perkembangan makro ekonomi dan mikro ekonomi, termasuk kondisi pasar, kompetitor, dan pelanggan.
·         Analisa makro ekonomi
o   Peluang marketing produk secara global sesuai dengan AFTA dan kebijakan pasar bebas.
o   Regulasi terkait cloud computing yang masih belum selesai
o   Reformasi birokrasi
o   Penyederhanaan prosedur perijinan
o   Stabilitas makro ekonomi Indonesia
o   Iklim investasi yang kondusif
·         Analisa mikro ekonomi
o   Jumlah pengguna internet yang sangat besar dan gaya hidup masyarakat yang bergeser ke arah information society membuat bisnis online shopping sangat menjanjikan (marketing mix)
o   Kualitas sumber daya manusia
o   Income per capita masyarakat Indonesia
o   Kearifan lokal (local wisdom) dari tradisi dan budaya yang masih sangat melekat pada sebagian masyarakat Indonesia dapat digunakan untuk merancang strategi marketing.
3.   Analisis Faktor Internal
Meliputi analisis teknologi, spesifikasi pengembangan aplikasi, return on equity (Du Pont Analysis) : “Pertambahan penetrasi internet 1% di negara berkembang akan berkolaborasi dengan pertambahan Income per capita 10.5%” berdasarkan teori tersebut, return of equity dari investasi broadband diperkirakan tidak akan memakan waktu lama.
4.  Synthesis and Options
Berdasarkan analisis eksternal dapat disintesis peluang dan ancaman dan peluang sebagai berikut :

dan faktor internal yang dapat di amati adalah sebagai berikut :

Dari kombinasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tanatangan yang diuraikan diatas, maka posisi implementasi cloud computing untuk membercepat broadband ekonomi berada pada posisi SO (Strenght-Opportunity )
5.    Appreciation and Strategic Choice
Selain berdasarkan analisa SWOT untuk menentukan strategi yang akan dipilih juga bisa dengan melihat posisi produk (cloud computing) terhadap ketertarikan pasar dan ketertatikan dari segi bisnis menggunakan “Market Attractiveness - Bussiness Attractiveness (MA-BA) Analysis”.  Metode ini dipilih untuk memberikan gambaran kepada para investor untuk membantu terwujudnya implementasi cloud computing secara merata.

Dengan memproyeksikan kekuatan dan peluang yang dimiliki, maka MA-BA analysis nya bisa digambarkan sebagai bulatan merah berikut :
   Gambar 2. Skema Posisi Potensial implementasi Cloud Computing Berdasarkan MABA Analysis

Berdasarkan SO strategies dan posisi yang digambarkan melalui MABA Analysis, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana skenario dengan menggunakan pendekatan key management model “scenario planning” sebagai berikut :

  Gambar 3. Skema Proses Penyusunan Skenario Menggunakan Metode Scenario Planning

Skenario yang dipilih merupakan skenario strategi untuk mencapai visi, dengan menggunakan kekuatan, peluang, posisi terhadap ketertarikan pasar (market attractiveness) dan ketertarikan bisnis (bussiness attractiveness). Sehingga dapat dirumuskan skanerio yang dipilih adalah sebagai berikut :
Tahap I : Introduction
Pada phase pertama ini, beberapa langkah strategis yang perlu diambil antara lain : 
            - menyatukan visi dan misi semua stakeholder terkait
            - merancang sistem broadband ekonomi yang terintegrasi
- mempercepat penetrasi broadband nasional di indonesia
            - survey demografi dan potensi yang ada di daerah
- menginisiasi pertumbuhan UMKM di Indonesia
            - merancang sistem edukasi ICT yang terintegrasi
            - merancang sistem cloud computing skala nasional
- merancang sistem maintenance dan monitoring keseluruhan sistem yang akan dimplementasikan
Tahap II : Implementasi
Skenario di phase kedua ini merupakan implementasi dari apa yang sudah direncanakan di phase I. Selain itu, ada beberapa skenario yang berkaitan dengan kesuksesan dari implementasi skenario phase I, antara lain :
-     Memilih daerah mana yang akan di optimalkan potensinya menggunakan ICT dilanjutkan dengan implementasi sistem inforamsi dan aplikasi yang sesuai. Untuk periode pertama, tidak semua desa dapat dijangkau, hanya beberapa desa yang sudah memilikikonektivitas internet dulu
-     Pendekatan terhadap masyarakat sekitar dan edukasi yang tepat
-     Proses transfer knowledge dan pengenalan aplikasi ICT
-     Melibatan local partner dalam proses implementasi
Tahap III : Kolaborasi dan Monitoring
Pada phase ini, sistem kolaborasi yang terintegrasi dari pihak pengusaha lokal, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan pihak swasta yang terkait mulai dijalankan. Sistem monitoring yang telah dirancang pada phase pertama juga mulai dijalankan. Perubahan rencana mungkin saja terjadi pada phase ini , sesuai dengan hasil monitoring dan temuan masalah di lapangan. Perubahan rencana bisa merupakan corrective action untuk masalah yang terjadi di lapangan serta peramalan kedepannya, sehingga didapat rencana baru yang lebih baik lagi. Improvisasi secara berkelanjutan terjadi pada phase ini.
Tahap IV : Evaluasi
Phase evaluasi ini merupakan phase yang juga penting, pada fase ini di evaluasi seberapa besar peningkatan perekonomian masyarakat dengan hadirnya teknologi cloud computing dan broadband di tengah mereka. Hasil evaluasi ini bisa menghasilkan suatu standard atau protokol yang bisa diterapkan untuk daerah lain yang memiliki karakterisitik serupa.

Tahap 3 (Keputusan Pemilihan Strategi)
6.  Elaborasi 
Pada langkah keenam ini, strategi dan skenario yang telah di pilih pada langkah-langkah sebelumnya diterjemahkan kedalam suatu metode pengukuran yang dapat diukur pencapaiannya, sehingga pelaksanaan strategis ini dapat dimonitor secara objektif.
7.   Implementasi dan Monitoring
Langkah terakhir dari perumusan strategi menggunakan metode ‘Strategy Dialogue’ adalah implementasi dari semua rencana dan memonitor progress yang dicapai.

 
Teknologi bukanlah tujuan akhir dari pembangunan suatu bangsa, tetapi teknologi hanyalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai cita-cita dan tujuan suatu bangsa. Oleh karena itu diperlukan kebijakasanaan untuk menggunakan dan mengambil manfaat darinya, sehingaa kehadiran teknologi di tengah masyarakat tidak menjadi hal yang sia-sia, tapi justru membawa manfaat yang besar. Dengan meningkatnya tingkat perekonomian masyarakata, otomatis daya beli nya juga meningkat, sehingga mampu membeli produk-produk telekomunikasi lainnya dan mampu menggunakannya dengan bijak untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini dapat terwujud jika seluruh pihak yang terkait mendukung secara penuh dan menyadari betul pemanfaatan ICT untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Referensi :
[1] David, Fred R; Manajemen Strategis Buku 1 Edisi 12, 2009, Salemba Empat
[2] Marcel van Assen, Gerben van den Berg & Paul Pietersma; Key Management Models, 2009, Prentice Hall

Penulis,

Nurmaya Widuri
@maewiduri

Menciptakan lembaga regulasi yang lebih berdaya di era konvergensi (Studi Kasus: BRTI di Indonesia dan MCMC di Malaysia)



I. PENDAHULUAN

Telekomunikasi,  yang perkembangannya semakin baik dari waktu ke waktu,  mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Ia mampu mengubah pola pikir, perilaku, dan tatanan hidup manusia. Karena itu, telekomunikasi sudah menjadi kebutuhan hidup yang disejajarkan dengan hak asasi manusia.
Melalui Undang-undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, Telekomunikasi di Indonesia memasuki babak baru, yakni beralihnya era monopoli ke era kompetisi. Dampaknya adalah banyak kompetitor baru yang diundang untuk masuk menjadi operator jaringan atau jasa di sektor ini. Banyak kalangan menyambut baik lahirnya undang-undang tersebut, yang juga bertepatan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Akan dibandingkan badan regulasi telekomunikasi di Indonesia, yakni BRTI, dengan badan regulasi Telekomunikasi di luar negeri (Malaysia), yakni Malaysian Communications and Multimedia Commission (MCMC) atau Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM). Pembandingannya akan menggunakan metodologi regulasi (regulatory framework) dan kerangka kerja manajemen regulasi yang efisien (Regulation management). Dari pembandingan ini diharapkan dapat diketahui kekurangan dari lembaga regulasi telekomunikasi di dalam negeri sekaligus direkomendasikan perbaikan yang dapat membawa lembaga regulasi telekomunikasi di Indonesia ke arah yang lebih baik.
Selain itu sisi fungsionalitas yang akan disorot adalah kesiapan lembaga regulasi di masing-masing negara untuk menyambut era konvergensi, era bergabungnya telekomunikasi, informasi (internet/multimedia) dan penyiaran/broadcast ke dalam satu struktur regulasi.

II. DASAR TEORI

Dalam kriteria pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) disebutkan bahwa ada tiga pilar yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Tiga pilar tersebut yakni Aplikasi/Application (dihasilkan oleh Teknologi), Layanan/Services (disupport oleh pasar/market), dan Regulasi (yg dihasilkan oleh kebijakan/policies).


Gambar 1 Kriteria Pertumbuhan Ekonomi,
sumber: Anders Henten et al., Designing Next Generation Telecom Regulation, 2003

II.1. Apakah itu regulasi?
Regulasi adalah seperangkat aturan/kebijakan yang bersumber dari Undang-undang untuk mengatur dan menciptakan ketertiban dalam rangka tetap terpenuhinya hak publik.

II.2. Beda Undang-undang dan regulasi
Undang-Undang
Hukum sbg UU bersumber dr Konstitusi (UUD NKRI) Tahun 1945
1.      Bertujuan utk menciptakan ‘keadilan’ dan ‘kepastian hukum’
2.      Bersifat memaksa dan mengatur
3.      Sanksi Pidana selain sanksi administratif
Regulasi
1.      Regulasi sebagai implementing legislation bersumber dari UU
2.      Bertujuan menciptakan ‘ketertiban’
3.      Bersifat mengatur
4.      Regulasi teknis untuk mendukung operasional teknis
5.      Regulasi Ekonomis utk mendukung industri dan pasar yang sehat
6.      Regulasi sosial utk menjaga tetap terpenuhinya hak publik

II.3. Fungsi dari regulasi telekomunikasi (Regulatory Frameworks)
Selain itu diatur regulatory framework, yakni metodologi kerja regulasi, yakni:
-          Memastikan adanya transparansi/keterbukaan antara Operator
-          Memastikan independensi lembaga regulasi
-          Melindungi hak konsumen
-          Menangani resource terbatas yang dipunyai oleh negara
o   Spektrum Frekuensi
o   Nomor
o   Orbit Satelit
-          Universal Service
-          Menerapkan aturan untuk memberikan lisensi bagi layanan baru/new services

II.4. Kerangka kerja manajemen regulasi yang efektif (Regulation Management)
Manajemen regulasi yg efektif akan menghasilkan kombinasi antara efisiensi dari sisi Teknologi, Ekonomi (pasar), dan fungsional sehingga akan menghasilkan keuntungan bagi pengguna, masyarakat dan juga berdampak terhadap ekonomi negara secara umum.





 
Regulation Management
Technical efficient + Economic Efficient + Functional Efficient =
Benefit  to User, to Economy , to Society








Gambar 2 Manajemen Regulasi

II.5. Pengertian Konvergensi
Beberapa definisi Konvergensi dari beberapa lembaga yang berbeda:
1.      Kemampuan beberapa platform network yang berbeda untuk membawa tipe aplikasi dan layanan yang secara esensial sama. (European Union 1998)
2.      Konvergensi Digital, bisa dilihat sebagai kebersamaan (pertemuan/konvergensi) antara yang sebelumnya secara teknologi dan pasar/market terpisah, seperti broadcasting, print publishing, cable television, telepon suara fixed wired, komunikasi seluler dan Fixed wireless access. (ITU 1999)
3.      Sebuah proses yang melibatkan jaringan dan layanan komunikasi, yang sebelumnya terpisah, ditransformasikan sedemikian rupa, sehingga jaringan dan layanan yang berbeda bisa membawa layanan voice, audio-visual, dan data yang sama. Selain itu beberapa perlengkapan konsumen yang berbeda juga bisa menggunakan layanan tersebut, Layanan baru akan diciptakan (OECD 2004)


III. Lembaga Regulasi Telekomunikasi di Indonesia

III.1. Landasan berdirinya BRTI
Tanggal 11 Juli 2003 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI adalah terjemahan IRB-Independent Regulatory Body versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal.

III.2. Fungsi dan wewenang BRTI
Sesuai dengan Keputusan Menteri (KM) nomor 31 tahun 2003, Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia mempunyai fungsi dan wewenang sebagai berikut:
A.    Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu:
1.      Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi
2.      Standar kinerja operasi
3.      Standar kualitas layanan
4.      Biaya interkoneksi
5.      Standar alat dan perangkat telekomunikasi
B.     Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
1.      Kinerja operasi
2.      Persaingan usaha
3.      Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi
C.     Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
1.      Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi
2.      Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi
3.      Penerapan standar kualitas layanan

Selain itu dalam Keputusan Menteri (KM) nomor 67 tahun 2003, disebutkan juga fungsi BRTI sebagai berikut:
a.       Fungsi Pengaturan
-          Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri Perhubungan
-          Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
-          Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi
-          Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi
b.      Fungsi Pengawasan
-          Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan
-          Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan
-          Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan
c.       Fungsi Pengendalian
-          Memfasilitasi penyelesaian perselisihan
-          Memantau penerapan standar kualitas layanan

III.3. Struktur organisasi BRTI
Berikut gambar bagan struktur organisasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Permen Kominfo No.36/2008


Gambar 3 Struktur organisasi BRTI

III.4. Visi dan Misi BRTI

Visi dari BRTI adalah “Menjamin adanya transparansi, independensi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat”.
Adapun Misinya bisa diuraikan sebagai berikut:
1.      Menciptakan pasar penyelenggaraan telekomunikasi berdasarkan persaingan yang sehat, berlanjut dan setara.
2.      Menciptakan iklim usaha yang kondusif serta mencegah terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat.
3.      Mewujudkan prasarana dan pelayanan telekomunikasi yang handal bagi upaya peningkatan kemakmuran rakyat dan daya saing ekonomi nasional dalam era masyarakan reformasi.
4.      Melindungi kepentingan konsumen dalam hal jasa telekomunikasi yang diterima, haga yang harus di bayar.

III.5. Konvergensi di Indonesia

Memasuki era konvergensi, pemerintah Indonesia melalui BRTI tengah menggodok peraturan (Undang-undang) konvergensi. Proses konvergensi di Indonesia sepertinya masih lama tercipta, hal ini salah satunya dikarenakan untuk industri telekomunikasi dan penyiaran masing-masing mempunyai lembaga regulasi tersendiri. Untuk telekomunikasi sendiri diatur oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Sementara untuk dunia penyiaran (broadcast/ Radio dan TV) diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Untuk itu upaya-upaya untuk menyatukan kedua lembaga regulasi tersebut mesti segera dilakukan.

IV. Lembaga Regulasi Telekomunikasi di Malaysia

IV.1. Malaysian Communications and Multimedia Commission
Pada  bulan November 1998, Malaysia mengadopsi model regulasi konvergensi yang berkaitan dengan industri komunikasi dan multimedia. Dua peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memberi efek pada model peraturan baru: UU Komunikasi dan Multimedia 1998 (Communications and Multimedia Act 1998 ), yang menetapkan kerangka peraturan lisensi baru untuk komunikasi konvergen dan industri multimedia dan Komunikasi dan Malaysian Communications and Multimedia Commission Act (1998) yang menciptakan lembaga regulasi baru, yang disebut sebagai the Malaysian Communications and Multimedia Commission (MCMC) atau Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM).

IV.2. Struktur organisasi MCMC



Gambar 4 Struktur organisasi MCMC

IV.3. Visi dan Misi MCMC

Visinya adalah kompetitif secara global, efisien dan peningkatan dalam regulasi industri komunikasi dan multimedia yang bisa menghasilkan pertumbuhan untuk mencapai kebutuhan ekonomi dan sosial Malaysia.
Sementara Misinya bisa digambarkan seperti di bawah ini:
-          Mempromosikan akses untuk layanan komunikasi dan multimedia
-          Memastikan konsumen menikmati pilihan dan tingkat pelayanan memuaskan dengan harga terjangkau
-          Memberikan proses regulasi transparan untuk memfasilitasi persaingan yang sehat dan efisiensi dalam industri
-          Memastikan penggunaan terbaik dalam sumber daya spektrum frekuensi dan nomor
-          Konsultasi secara teratur dengan konsumen dan penyedia layanan dan memfasilitasi kolaborasi industri

IV.4. Fungsi MCMC

The Malaysian Communications and Multimedia Commission Act 1998 mengatur bahwa kekuatan dan fungsi MCMC  meliputi:
a.       untuk memberikan nasihat kepada Menteri tentang semua kebijakan nasional terkait aktivitas komunikasi dan multimedia.
b.      untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan dan hukum komunikasi  dan multimedia;
c.       untuk mengatur semua hal yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi dan multimedia yang belum/tidak diatur hukum komunikasi dan multimedia.
d.      untuk mempertimbangkan dan merekomendasikan reformasi untuk hukum komunikasi dan multimedia;
e.       untuk mengawasi dan memantau kegiatan komunikasi dan multimedia;
f.       untuk mendorong dan mempromosikan pengembangan industri komunikasi dan multimedia;
g.      untuk mendorong dan mempromosikan swa-regulasi di industri komunikasi dan multimedia;
h.      untuk mempromosikan dan mempertahankan integritas dari semua orang yang berlisensi atau yang berwenang di bawah industri komunikasi dan multimedia;
i.        untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun, dan untuk meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi dan multimedia.
j.        untuk melaksanakan fungsi apapun di bawah hukum tertulis sebagaimana dapat ditetapkan oleh Menteri dengan pemberitahuan diumumkan dalam Berita Nasional.

Selain itu, Malaysian Communications and Multimedia Commission juga mengatur industri Pos dan Badan Sertifikasi sesuai dengan Digital Signature Act (1997).

IV.5. Konvergensi di Malaysia

Pada tanggal 1 April 1998, Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia (The Communications and Multimedia Act), mulai berlaku di Malaysia, yang melahirkan konvergensi antara industri komunikasi dan multimedia. Keunggulan industri konvergen adalah penciptaan suatu lembaga regulasi baru yang kuat, yang konsisten dengan prinsip pasar yang lebih terbuka, persaingan yang adil dan industri swa-regulasi.

Dalam pidato yang diberikan oleh Ketua pertama MCMC Dr Syed Mohamed Hussein pada tahun 1999 ia menyinggung dua elemen yang memerlukan sebuah paradigma baru yang membutuhkan pendekatan baru dalam kebijakan media dan regulasi.

Yang pertama adalah munculnya internet, sejak tahun 1999, Malaysia melalui MCMC-nya, telah memahami bahwa internet adalah akan memberikan tantangan yang serius terhadap media tradisional dari industri telekomunikasi, radio / televisi, maupun cetak. Terbukti sekarang internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan rakyat Malaysia.

Aspek kedua yang disinggung oleh Dr Syed Hussein adalah konsep netralitas teknologi. Kebijakan dan Regulasi dari komunikasi dan multimedia akan didasarkan bukan pada teknologi apa yang digunakan tapi pada apa yang bisa dijual dan dibeli dalam rantai nilai multimedia, rantai yang terdiri jaringan, aplikasi dan konten.

Dalam rangka mengatur industri konvergensi, MCMC telah menetapkan 10 tujuan kebijakan nasional yang juga ditetapkan dalam Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia (The Communications and Multimedia Act). Tujuan-tujuan tersebut adalah:

                    i.      untuk menetapkan Malaysia sebagai pusat global dan hub untuk komunikasi dan informasi multimedia dan layanan content.

                  ii.      untuk mempromosikan sebuah masyarakat sipil dimana layanan berbasis informasi akan memberikan dasar bagi peningkatan/kelanjutan kualitas kerja dan kehidupan

                iii.      untuk tumbuh dan memelihara sumber daya informasi lokal dan budaya yang memfasilitasi representasi identitas nasional dan keragaman global;

                iv.      untuk mengatur keuntungan jangka panjang dari para pengguna layanan;

                  v.      untuk mempromosikan tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi dalam pemberian layanan dari industri;

                vi.      untuk menjamin penyediaan layanan yang terjangkau, adil, dan tersedia dimana-mana atas infrastruktur nasional;

              vii.      untuk menciptakan lingkungan aplikasi yang kuat bagi para pengguna;

            viii.      untuk memfasilitasi alokasi sumber daya yang efisien seperti tenaga kerja terampil, modal, pengetahuan dan aset nasional;

                ix.      untuk mempromosikan pengembangan kemampuan dan keterampilan dalam industri konvergensi Malaysia, dan

                  x.      untuk menjamin keamanan informasi dan kehandalan jaringan dan integritas

Sepuluh (10) tujuan kebijakan nasional merupakan dasar peraturan dari kerangka peraturan MCMC yang mencakup, peraturan ekonomi, peraturan teknis, perlindungan konsumen dan regulasi sosial.

Pada tanggal 1 November 2001, selain mengatur untuk komunikasi dan industri multimedia SKMM juga mengambil alih fungsi regulasi dari Pos Services Act 1991 dan Digital Signature Act 1997.

Selain itu diatur fungsi dari pemberian lisensi dalam Communication and Multimedia Art (CMA), seperti di bawah ini:
1.      Untuk memfasilitasi akses ke pasar dan kompetisi – melalui metode pemberian lisensi yang transparan dimana proses untuk mengajukan dan pemenuhan kualifikasi dilakukan secara clear/jelas/transparan.
2.      Untuk mengendalikan perilaku pasar – bagi pemegang lisensi, ada kondisi dan aturan yang harus dipatuhi, yakni mengetahui hal-hal yang diizinkan/diperbolehkan dan yang tidak diizinkan/diperbolehkan.
3.      Untuk mempromosikan tujuan Kebijakan Nasional yang diatur dalam Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia (Communication and Multimedia Art /CMA) dan pertumbuhan industri Komunikasi dan Multimedia.


V. PERBANDINGAN BRTI DAN MCMC

Secara umum antara BRTI dan MCMC bisa ditarik perbandingan seperti tabel di bawah ini:

Hal yang dibandingkan
Nama
BRTI
MCMC
Tipe badan
Badan berlandaskan UU
Badan berlandaskan UU
Model struktur/independensi
Resmi-independen di dalam kementrian
Resmi-independen didukung oleh badan regulasi lain
Penunjukkan anggota
Kementrian terkait
Kementrian terkait
Penyetujuan anggaran
Kementrian terkait
Kementrian terkait
Struktur laporan
Kementrian terkait dan setiap otoritas publik
Kementrian terkait dan setiap otoritas publik
Peran fungsi otonomi
a
Lisensi dari implementasi jaringan telekomunikasi dan layanan
a
untuk memberikan nasihat kepada Menteri tentang semua kebijakan nasional terkait aktivitas komunikasi dan multimedia

b
Standar performansi operasional
b
untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan dan hukum komunikasi  dan multimedia;
c
Standar Quality of service
c
untuk mengatur semua hal yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi dan multimedia yang belum/tidak diatur hukum komunikasi dan multimedia.
d
Biaya interkoneksi
d
untuk mempertimbangkan dan merekomendasikan reformasi untuk hukum komunikasi dan multimedia;
e
Standar dari peralatan dan perlengkapan telekomunikasi
e
untuk mengawasi dan memantau kegiatan komunikasi dan multimedia;
f
Pengawasan terhadap implementasi jaringan telekomunikasi dan layanan
f
untuk mendorong dan mempromosikan pengembangan industri komunikasi dan multimedia;
g
Pengendalian terhadap implementasi jaringan telekomunikasi dan layanan
g
untuk mendorong dan mempromosikan swa-regulasi di industri komunikasi dan multimedia;


h
untuk mempromosikan dan mempertahankan integritas dari semua orang yang berlisensi atau yang berwenang di bawah industri komunikasi dan multimedia;


i
untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun, dan untuk meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara orang-orang yang terlibat dalam kegiatan komunikasi dan multimedia.


j
untuk melaksanakan fungsi apapun di bawah hukum tertulis sebagaimana dapat ditetapkan oleh Menteri dengan pemberitahuan diumumkan dalam Berita Nasional
Bentuk badan
Single Regulator
"Converged" Regulator
Tipe kekuasaan
Collegial Body
Collegial Body
Area Fokus
Telecommunication
1
Telecommunications

Radio Frequency Spectrum
2
Broadcasting


3
Computing
Tabel 1 Perbandingan antara BRTI dan MCMC

Dari tabel perbandingan di atas, Hal yang paling mencolok dari perbedaan antara BRTI dan MCMC adalah:

1.      Aspek independensi: dimana BRTI masih berada di bawah Kementrian, sementara MCMC betul-betul merupakan lembaga independen yg diluar pemerintah, yang keberadaan mendapatkan dukungan dari lembaga independen lain yang setara. Dalam hal ini, karena BRTI masih berada di bawah kementrian, dimana penunjukkan anggotanya terkadang masih berasal dari kementrian yg sama (pemerintah), maka aspek indenpendensinya bisa dipertanyakan.
2.      Bentuk badan regulasi: BRTI mempunyai bentuk sebagai single regulator, dimana untuk aspek yg terkait dengan dunia penyiaran/broadcast (terkait Televisi dan Radio), diatur oleh single regulator yang lain, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini berbeda dengan MCMC, dimana mempunyai bentuk sebagai “converged” regulator. Dimana MCMC telah berfungsi sebagai regulator yang lengkap, baik untuk aspek telekomunikasi, penyiaran, maupun informasi/komputasi.
3.      Area Fokus: BRTI mempunyai kewenangan untuk mengatur masalah yang terkait Telekomunikasi dan Spektrum Frekuensi Radio. Area komputasi (ICT) masih belum banyak diakomodasi oleh BRTI. Sementara untuk area penyiaran/broadcast (televisi dan radio), sepenuhnya menjadi wewenang dari lembaga regulasi terpisah, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini berbeda dengan MCMC dimana sebagai lembaga regulasi, mempunyai area fokus yang lengkap, dan sangat support untuk konvergensi, sehingga MCMC mempunyai kewenangan untuk mengatur hal-hal yang terkait Telekomunikasi, Penyiaran/Broadcast, dan juga Komputasi (ICT).
4.      Peran dan fungsi: terlihat kalau peran dan fungsi BRTI masih cukup kecil yakni porsi terbesarnya masih mengurus telekomunikasi, sementara MCMC mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar di era konvergensi.
5.      Struktur organisasi: dari bagan struktur organisasi BRTI dan MCMC terlihat kalau MCMC mempunyai struktur organisasi yang lebih lengkap (termasuk anggotanya) dan mempunyai area layanan yang lebih bervariasi.

V.I. Rekomendasi buat BRTI

1.      Alangkah baiknya posisi BRTI dibuat  semakin independen (benar-benar independen). Langkah yang bisa diambil adalah ‘mengeluarkan’ BRTI dari struktur kementrian (pemerintahan).  Seperti diketahui, kalau pemerintah adalah sekumpulan kekuatan politik, dikhawatirkan kalau BRTI masih berada di bawah pemerintah, BRTI akan ‘ditumpangi’ oleh orang-orang pemerintah. Sehingga aspek independensi BRTI akan dipertanyakan. Untuk menghindari hal itu, Indonesia perlu mencontoh Malaysia, dalam hal membuat BRTI sebagai badan yang independen.
2.      Untuk mendukung era konvergensi, bisa dimulai dari “konvergensi” lembaga regulasi di Indonesia. Perlu dimulai usaha-usaha ke arah penggabungan antara Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dibentuk suatu lembaga regulasi baru yang merupakan gabungan dari keduanya. Nama yang digunakan bisa merupakan salah satu dari nama keduanya, atau bisa juga menggunakan nama yang benar-benar baru.
3.      Di era konvergensi, BRTI (atau satu nama lembaga regulasi yang mengatur telekomunikasi, penyiaran dan komputasi), seharusnya mempunyai kewenangan untuk mengatur semua hal di atas. Dan tidak terpisah-pisah seperti halnya sekarang. Dengan pemusatan pengaturan tersebut akan dihasilkan regulasi yang efektif dan efisien.
4.      Bentuk badan dari BRTI (atau nama lain), harusnya sebagai “converged” regulator.
5.      Ada baiknya BRTI (atau nama lain) diberi kewenangan eksekutor, sehingga keberadaan BRTI bisa lebih “menggigit”.
6.      Jika BRTI telah diberi kewenangan eksekutor maka diharapkan BRTI (atau nama lain) diharapkan mempunyai struktur organisasi yang lengkap. Tidak seperti sekarang yang hanya mempunyai ketua dan beberapa anggota. Keberadaan BRTI ke depannya harus mempunyai divisi yang lengkap, masing-masing divisi mempunyai beberapa anggota. Dengan demikian diharapkan BRTI ke depannya mampu menjadi lembaga yang kuat untuk menciptakan regulasi bagi masyarakat


VI. KESIMPULAN

Indonesia tertinggal dibandingkan dengan Malaysia dalam hal konvergensi. Malaysia telah memulai konvergensi untuk telekomunikasi, komputasi, dan dunia penyiaran semenjak tahun 1998, melalui Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia (The Communications and Multimedia Act). Selain berlandaskan pada Undang-undang tersebut, Malaysia mempunyai lembaga regulasi yang kuat untuk menunjang konvergensi, yakni melalui the Malaysian Communications and Multimedia Commission (MCMC) atau Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM).
Usaha untuk mengejar ketertinggalan di bidang konvergensi harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Langkah yang paling tepat adalah dengan menciptakan badan regulasi telekomunikasi yang kuat. Pemerintah tidak boleh lagi “setengah hati” dalam mendukung kinerja BRTI.
Salah satu peranan signifikan yang bisa diupayakan pemerintah adalah upaya untuk mengeluarkan BRTI dari pemerintah, sehingga diupayakan independensi BRTI sebagai Lembaga Regulasi bisa terjaga.
Bersamaan dengan UU Konvergensi yang saat ini tengah digodok, alangkah baiknya pemerintah mengupayakan konvergensi (penyatuan) dari dua lembaga regulasi yang saat ini masih terpisah, yakni Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Proses meleburnya kedua lembaga regulasi tersebut akan melahirkan sebuah lembaga regulasi baru yang mempunyai kewenangan yang lebih besar, dan mempunyai peluang untuk menciptakan regulasi yang lebih efektif dan lebih efisien untuk menunjang era konvergensi.
Selain itu perlu segera dirumuskan strategi kebijakan nasional untuk menyambut era konvergensi, diharapkan strategi tersebut telah lengkap dan mengatur semua pihak yang terlibat dalam konvergensi, dari mulai pelaku Telekomunikasi, Penyiaran, maupun Komputasi (ICT)


VII. DAFTAR PUSTAKA
  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Regulasi_Telekomunikasi_Indonesia
  2. http://www.brti.or.id
  3. http://www.skmm.gov.my

Penulis
Raden Kurnia Supriadi
Kurnia.supriadi@gmail.com
@Raden_Kurnia_ui




Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger